Sentuhan Dendam Penuh Gairah

Menurut



Menurut

0Mendengar hal itu, Gu Xiaoran dengan cepat duduk di kursi yang ada di depannya. Tidak lama kemudian, seorang pelayan tampak datang serta membawakan pria itu, Mo Qing, seporsi dimsum Xiao Long Bao dan semangkuk bubur. Begitu melihatnya, dia dengan segera mengenali bahwa itu adalah dimsum kesukaannya. Selang beberapa saat kemudian, pelayan tadi membawakannya sarapan pagi ala barat, yakni telur mata sapi, dua lembar smoked beef, sebuah roti panggang, beberapa lembar selada segar dan segelas susu segar.     
0

Tidak lama kemudian, Zhuo An juga terlihat memasuki ruang makan dan duduk di sebelah kanan Mo Qing. Setelah pria tua itu duduk, pelayan tadi segera menghidangkan seporsi dimsum Xiao Long Bao dan semangkuk bubur putih yang sama dengan menu makanan Mo Qing.     

Ketika Mo Qing menggigit Xiao Long Bao miliknya, Gu Xiaoran memerhatikannya sambil menelan ludah. Dia jauh lebih tertarik pada menu makanan pria itu dibandingkan dengan menu sarapannya sendiri.     

Zhuo An yang menyadari Gu Xiaoran yang terus menatap ke arah makanan milik Mo Qing segera mengangguk sopan dan berkata, "Nona Gu masih dalam masa pertumbuhan, jadi harus makan makanan yang lebih banyak gizinya."     

Xiao Long Bao juga sangat bergizi tahu! Gumam Gu Xiaoran yang kesal dalam hatinya. Dia bukan tipe orang yang memilih-milih makanan, akan tetapi mencium aroma lezat dari Xiao Long Bao itu membuat roti panggangnya terasa tidak enak.  Jika Mo Qing ingat bahwa kepiting pedas merupakan makanan favoritnya, tidak mungkin pria lupa jika Xiao Long Bao juga merupakan makanan kesukaannya. Dia yakin pria menyebalkan itu sengaja membuatnya tidak nafsu makan.     

Mo Qing pasti sekaligus ingin mengingatkannya pada ayahnya yang sama seperti makanan kesukaannya itu. Tidak peduli seberapa pun Gu Xiaoran ingin bertemu dan menyentuh ayahnya, dia tidak akan dapat melakukannya. Dia hanya dapat menurut atas keinginan pria itu untuk dapat bertemu dengan ayahnya.     

Mata Gu Xiaoran kemudian tidak sengaja menatap lembar jawaban dan buku-buku yang ada di samping Mo Qing. Dia tiba-tiba teringat bahwa sebelumnya dirinya tertidur di meja. Namun ketika bangun, dia sudah berada di tempat tidur. "Sejak kapan kamu kembali?" tanyanya.     

"Kenapa? Mau protes mengapa aku tidak menemanimu tidur jika aku sudah kembali?" ucap Mo Qing sesuka hatinya sambil mengangkat alis dan menatap ke arah Gu Xiaoran.     

Gu Xiaoran segera menutup mulut dan tidak melanjutkan pembicaraannya. Berbicara dengan bajingan itu merupakan kesalahan besar yang entah mengapa selalu diulanginya berkali-kali. Jelas-jelas Zhou An juga berada di situ bersama mereka, namun pria itu malah sembarangan bicara seperti tadi.     

Gu Xiaoran sempat mencuri-curi pandang ke arah Zhou An dengan perasaan malu. Namun pria paruh baya itu terus melanjutkan makannya dan bersikap seolah tidak mendengar apa pun.     

Setelah makan, Mo Qing mengendarai mobil Pagani berwarna silvernya meninggalkan vila tersebut. Sementara Gu Xiaoran yang duduk di kursi penumpang terkejut ketika menemukan bahwa sebenarnya ada terowongan bawah tanah yang tembus ke pelabuhan Nanwan.     

"Aku turun di sini saja," ujar Gu Xiaoran sambil menunjuk ke terminal bus yang ada di situ. Dari terminal ke sekolahnya, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 40 menit jika naik bus.     

Gu Xiaoran sudah bersiap untuk turun ketika mobil Mo Qing terus melaju melewati terminal bus itu tanpa berniat untuk berhenti sedikit pun. "Aku mau turun," katanya menegaskan.     

"Memangnya siapa yang mengizinkan kamu turun?" sahut Mo Qing sambil terus melanjutkan perjalanannya.     

"Bukannya kamu sudah berjanji akan membiarkanku untuk keluar?" protes Gu Xiaoran.     

"Aku berjanji untuk membawamu keluar dari pulau ini. Tapi aku tidak pernah berjanji untuk membiarkanmu berkeliaran sesukamu, kan?" balas Mo Qing dengan santai.     

Saat itu juga Gu Xiaoran segera menyadari bahwa dirinya telah dibodohi oleh Mo Qing. Kalau saja pria itu berkata lebih awal bahwa dia hanya boleh duduk di mobilnya dan berkeliling satu putaran, maka dia tidak ingin sama sekali untuk keluar.      

Dengan hati yang kesal, Gu Xiaoran meraih ponselnya dan mencoba menghubungi ayahnya. Rupanya, nada sambung terdengar dari seberang telepon dan tidak lama kemudian suara cemas ayahnya terdengar, "Xiaoran, kamu baik-baik saja? Ayah menghubungimu berkali-kali kemarin, namun ponselmu terus-terusan berada di luar service area."     

Begitu mendengar suara ayahnya yang khawatir, Gu Xiaoran seketika itu juga ingin menangis. Matanya terasa begitu perih saat ini, namun dia bertahan dan berpura-pura terdengar baik-baik saja. "Aku baik-baik saja, ayah. Kemarin ponselku terjatuh, lalu entah mengapa jadi tidak bisa menangkap sinyal." ucapnya berbohong.     

Mendengar hal itu, Mo Qing terlihat menunjukkan ekspresi mencibir. Namun Gu Xiaoran berpura-pura tidak melihatnya.     

"Ayah akan segera mengirimkan uang agar kamu dapat membeli yang baru, ya nak?" ucap Gu Zhengrong yang tidak lagi terdengar cemas. Dia menghela sebuah napas lega dan nada suaranya juga terdengar jauh lebih santai dari sebelumnya.      

"Tidak usah. Ponsel ini masih bisa dipakai, kok. Ayah sekarang di mana?" tanya Gu Xiaoran pada Gu Zhengrong.     

"Ada satu proyek yang sedang berjalan, jadi tidak ada tempat yang tetap. Kalau proyek ini sudah selesai, ayah akan segera kembali," tutur Gu Zhengrong pada anak gadis kesayangannya itu.     

"Baiklah. Ayah harus jaga diri baik-baik ya di sana," kata Gu Xiaoran yang terdengar cemas.     

"Kamu tenang saja. Ayah mengerti…" ucap Gu Zhengrong, lalu dia berhenti sejenak. "Xiaoran... Han Ke…" imbuhnya terdengar ragu-ragu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.