aku, kamu, and sex

Reynald



Reynald

0"Dokter, Selamatkan dia." Kata Jelita Panik.     
0

"Ronald akan baik-baik saja, percaya padaku." Kata Danil sambil memeluk tubuh Jelita agar lebih tenang, Sedangkan Jelita masih terisak dalam pelukan suaminya, bagaimana kalau Ronald mati, Bagaimana kalau dia hidup tapi mengalami kecacatan, dan masih banyak pikiran-pikiran buruk menghantuinya, belum lagi jika teringat Rey.. Oh ya.. Jelita sampai lupa bahwa dia harus menghubungi Rey. Jelita melepaskan dirinya dari pelukan Danil, dan mencari ponselnya untuk segera menghubungi Rey.     

"Assalamualaikum, Rey."     

"Waalaikumsalam, lo kenapa Jel, Danil ngasarin lo, atau ada yang berbuat jahat sama lo?"     

"Ga, Rey. Sekarang cepat Lo kerumah sakit Medika ya."     

"Rumah sakit?? Lo kenapa? Jangan bikin gw panik!"     

"Bukan gw, tapi Ronald."     

"Ronald?"     

"Iya, cepatlah kemari nanti gw ceritakan disini ya, Assalamualaikum." Jelita menutup telponnya, dan Danil kembali menariknya ke dalam pelukannya. Tak berapa lama seorang perawat datang menghampiri mereka.     

"Suster bagaimana Ronald?" Tanya Danil kepada perawat.     

"Pasien membutuhkan darah B-, apa diantar anda berdua ada yang memiliki golongan darah tersebut, karena stok di rumah sakit sedang kosong untuk golongan darah tersebut?"     

"Saya Sus, darah saya B-" Jawab Jelita sambil melangkah ke depan perawat. Sedangkan Danil hanya terbengong, bagaimana istrinya masih bisa memberikan darahnya pada orang yang hampir mencelakainya. Danil duduk di kursi dan menyandarkan punggungnya ke tembok. Dia merutuki dirinya, menyalahkan dirinya atas permasalahan ini. Tak berapa lama di melihat Rey berlari kecil menghampirinya.     

"Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam." Jawab Danil.     

"Dimana Jelita? Apa yang terjadi sebenarnya?"     

"Ronald jatuh dari tangga, Jelita sedang diambil darahnya. Ronald kehilangan banyak darah, dan stok di rumah sakit ini sedang habis, jadi Jelita yang menyumbangkan darahnya untuk Ronald." Rey duduk disamping Danil. Rasa cemas tak mampu dia tutupi. Rey bangkit dari tempat duduk dan berjalan mondar-mandir didepan pintu UGD, sambil memainkan jari-jari tangannya. Danil sampai heran, kenapa Rey menjadi segelisah itu, kalau yang sakit adalah Ronald. Tak lama perawat yang tadi pergi bersama Jelita datang sambil membawa kantung darah ditangannya, dan langsung masuk ke UGD. beberapa menit kemudian terlihat Jelita sedang berjalan dengan langkah gontai.     

"Jelita, apa kamu baik-baik saja?" Tanya Danil, sambil menuntunnya untuk duduk dikursi tunggu.     

"Lo udah lama Rey?"     

"Belum, lo baik-baik aja kan? harusnya gw aja yang diambil darahnya, maaf gw telat datang."     

"Udah ga apa-apa, semoga Ronald baik-baik saja, maafin gw Rey, gw.."     

"Kenapa lo minta maaf, ini musibah, kita berdoa saja semoga Ronald baik-baik saja." Kata Rey.     

"Ini ada apa, kenapa kamu minta maaf sama Rey, apa hubungannya Ronald sama Rey?" Tanya Danil.     

"Ronald itu kakak kandung gw, Dan." Kata Rey, Danil melotot tak percaya.     

"Aku sama Ronald kenal udah sangat lama, tapi setahuku dia ga punya adik."     

"Sewaktu kecil aku dititipkan pada orang tua Jelita, karena kondisinya Ronald pasca penculikan dirinya sangat mengkhawatirkan, untuk keselamatanku maka aku diserahkan pada orangtua Jelita, Aku dan Jelita saudara sepersusuan, Usiaku hanya beda beberapa bulan dengan Jelita."     

"Jadi? laki-laki kecil yang dulu sering aku cemburui adalah kamu?"     

"Ya, karena Jelita ga mau memanggilku kakak, makanya banyak yang mengira kalau aku adalah pacar Jelita."     

Dokter yang menanggani Ronald keluar dari ruang UGD, mereka bertiga langsung menghampiri dokter tersebut.     

"Bagaimana kondisinya, Dok." Tanya Rey.     

"Pasien sudah melewati masa kritis, dan segera akan dipindahkan ke ruang rawat, kita akan mengobservasi lagi ketika pasien sudar sadar."     

"Baiklah kalau begitu trimakasih Dok." Kata Rey, Kemudian pandangan mereka beralih pada tubuh yang sedang di dorong diatas brankar, terlihat perban mengelilingi kepala Ronald, begitu juga dengan kaki dan tangannya. Mereka bertiga mengikuti kemana suster membawa tubuh Ronald, akhirnya mereka berhenti di sebuah kamar VVIP. Mereka tak perlu repot mengurus administrasi karena semua dah di selesaikan oleh Yogi, asisten Danil, dan lagi pula rumah sakit ini adalah salah satu aset milik keluarga Ronald.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.