aku, kamu, and sex

Keseriusan Danil



Keseriusan Danil

0Pagi menjelang, semesta menyingkap selimut kegelapan, berganti dengan sinar mentari yang memberi kehangatan disetiap makhluk dibumi. burung bercuitan saling menyahut dan menyapa, memberi semangat setiap insan.     
0

Pagi ini Danil sudah rapi dengan jas berwarna hitam dan celana bahan senada dengan jas nya. Danil mematut penampilannya di depan cermin besar yang ada kamarnya, tak sengaja matanya tertuju pada foto didalam cermin, foto yang dulu dia abaikan, sebelum ia mengetahui kenyataan bahwa perempuan yang ia nikahi adalah perempuan yang dulu ia cintai.     

Danil mengambil selembar kertas note di laci meja nakas, kemudian dia menuliskan apa yang dia rasakan, berharap nanti Jelita akan membacanya.     

Untuk istri mungilku tersayang,     

Wahai kesayanganku     

Terimakasih kau telah hadir dalam hidupku     

Hadirmu adalah anugerah terindah untukku     

Harta yang tak dapat kutukar dengan apapun     

Wahai Kesayanganku     

Terimakasih kau telah hadirkan senyum dihatiku     

Cinta dihidupku     

Dan ketaatan pada Tuhanku.     

Wahai Istri Mungilku     

Kesabaranmu pengurai nestapaku     

Senyumanmu penyejuk jiwaku     

Candamu penyemangat hidupku     

Wahai solehaku     

Tetaplah bersamaku     

Menggapai jannah bersamaku     

Walau seribu kekurangan dalam diriku     

Percayalah, kau satu dalam hatiku.     

Ya Allah     

Terimakasih telah menciptakan dia untukku..     

With Love,     

Your Husband     

Danil menyelipkan note berisi barisan puisi hasil karyanya dibawah al-quran kecil yang ada di atas meja nakas.     

"Mas sarapan udah siap, ayo turun." Kata Jelita berdiri di pintu kamar, Danil mengangguk dan berjalan ke arah Jelita berdiri.     

Cup     

Ciuman mendarat dengan aman dikening Jelita.     

"Trimakasih."     

Jelita membeku ditempatnya.     

Cup     

Satu ciuman mendarat kembali dengan sempurna dibibir ranum Jelita.     

"Ayo turun, kenapa malah bengong?" Kata Danil sambil mencubit pipi istrinya gemas.     

"Aduh..sakit."     

"Makanya jangan bengong, apa masih kurang?"     

"Apaan sih, Mas Danil."     

"Perasaan yang dicubit pipi sebelah kiri, kenapa yang sebelah kanan ikut merah?"     

Jelita menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan, dan berjalan cepat meninggalkan Danil yang malah tertawa terbahak karena berhasil menggoda istrinya.     

Sampai dimeja makan Jelita sudah menyiapkan piring berisi nasi untuk Danil. Mereka makan dengan nikmat, walau kadang diselingi ulah jahil Danil pada Jelita, yang membuat Pak Sapto dan Mbok Rahmi menahan tawa mereka.     

"Pak Sapto, nanti tolong jemput Jelita di rumah sakit, saya pulang agak malam, nanti saya bersama Yogi jadi pak Sapto tidak perlu jemput saya."     

"Baik Tuan."     

"Jelita ke kamar dulu ambil tas."     

"Ya, aku tunggu di depan."     

Jelita berjalan cepat ke kamarnya, mengambil tas di rak khusus penyimpanan tas miliknya, dan mengambil al-quran kecil yang ada di atas nakas. Karena terburu-buru Jelita tak melihat jika ada note yang terselip di bawah al-quran. Jelita langsung turun kebawah, Danil sudah menunggu di teras, berdiri menyambut kedatangannya.     

"Ayo masuk." Danil membukakan pintu penumpang untuk Jelita, Danil duduk dikursi pengemudi dan segera menjalankan mobilnya.     

"Kamu yakin gapapa sendirian menjenguk Ronald?"     

"Ga apa-apa mas, lagian kata Rey kaki Ronald belum bisa digunakan untuk berjalan, jadi aman."     

"Tetap saja aku khawatir, aku sangat tahu bagaimana sifat ronald, dia tak kan mudah luluh apa lagi percaya pada orang lain, dan aku yakin dia tak kan mudah melepaskan ku."     

"Ronald itu manusia yang mempunyai hati dan perasaan mas, tidak mudah bagi dia untuk melepaskan kamu, apa lagi kalian bersama sudah semenjak remaja, pasti itu sangat sulit baginya."     

"Jangan menyerah, karena aku juga tak kan menyerah." Kata Danil sambil mengengam erat tangan Jelita.     

"Semoga Allah selalu menjaga mu, menjaga kita ya mas."     

"Amiin."     

"Setelah dari rumah sakit, kamu mau kemana?"     

"Aku mau ke kantornya Rey, boleh?"     

"Boleh, biar ditemani Pak sapto ya."     

"Hm.."     

Setengah jam berlalu akhirnya mereka sampai di rumah sakit tempat Ronald di rawat.     

"Aku turun sini aja mas, nanti mas Danil terlambat sampai kantor kalau harus menemaniku sampai di kamar Ronald."     

"Beneran?"     

"Iya."     

Jelita cium tangan Danil dan hendak membuka pintu mobil, namun gengaman tangan Danil justru mengerat.     

"Ada yang ketinggalan, jangan buru-buru."     

"Apa?"     

Cup     

Danil mencium pipi Jelita, akhirnya terulang kembali kejadian sebelum sarapan.     

"Dibilangin jangan suka bengong."     

"Mas Danil sih."     

"Kog aku, salahku apa coba."     

"Udah ah, nanti mas Danil terlambat sampai kantor, Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam."     

Setelah melihat Jelita masuk kedalam rumah sakit, Danil langsung menjalankan mobilnya menuju kantornya.     

Jelita sampai di depan ruang rawat inap yang dihuni Ronald, berdebar-debar tak karuan hatinya, antara takut dan bingung menghadapi Ronald, bukan takut akan dilukai oleh Ronald, tapi Jelita takut akan menyakiti hati Ronald, tapi jika dia tidak bertemu dengan Ronald maka permasalahan mereka tak kan pernah selesai. Dengan membaca Bismilah berulang kali dia membuka pintu kamar Ronald, seraya mengucapkan salam.     

"Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam." Keduanya saling membeku untuk beberapa saat.     

"Mau apa kamu kemari?"     

"Kak Ronald, aku membawakan sarapan untuk kakak, Kata Mas Danil Kak Ronald suka rendang daging, ini aku buatkan untuk kak Ronald."     

"Aku tidak mau, bawa kembali masakanmu, aku tak sudi memakan makanan dari wanita penghancur hubunganku dengan Danil."     

"Maafkan aku Kak Ronald, tapi aku tidak bermaksud seperti itu."     

"Lalu apa maksudmu?"     

"Aku hanya menjalankan amanah dari almarhum Ibunya Mas Danil, kalau sekarang mas Danil mencintaiku, itu bukan kesalahanku, itu sudah kodratnya seorang laki-laki mencintai perempuan dan sebaliknya."     

"Lalu aku salah mencintai Danil?"     

"Tidak salah jika kamu mencintai mas Danil karena sesama manusia, dan Kak Ronald salah jika mencintai mas Danil sebagai kekasih, atau untuk dijadikan pasangan hidup."     

PRANG     

Betapa terkejutnya Jelita ketika Ronald menyambar semua benda yang ada diatas nakas samping ranjang hingga barang-barang itu terlempar dari tempatnya. Mendengar keributan dari kamar Ronald perawat segera masuk ke kamar Ronald.     

"Ada apa Tuan?"     

"Maaf sus, tadi tidak sengaja saya menyenggol nampan diatas meja, maafkan saya sus."     

"Oh tidak apa nona, biar nanti saya bersihkan." Sang perawat dengan cekatan mengambil alat kebersihan di dalam pojok kamar mandi, tak berapa lama perawat itu sudah selesai merapikan barang-barang yang terjatuh akibat ulah Ronald."     

"Trimakasih suster." Kata Jelita kepada perawat saat sang perawat hendak keluar dari ruangan.     

Jelita menatap Ronald dan menghela napas panjang, sedangkan Ronald membuang muka ke arah yang lain.     

"Kak Ronald, makanannya aku taruh disini ya, maafkan Jelita karena telah menyakiti hati Kak Ronald, aku pamit dulu, Assalamualaikum."     

Jelita meninggalkan ruangan Ronald, dia menelpon Pak Sapto untuk menjemputnya di rumah sakit.     

Sepeninggal Jelita, Ronald mengambil ponselnya di laci nakas, dan mengetikkan pesan pada seseorang.     

[Trimakasih makanannya] tak berapa lama pesan itu dibalas.     

[Itu dari Jelita, dia sengaja membuatkannya untukmu, makanlah]     

Membaca balasan pesan dari Danil membuat hati Ronald semakin sakit, betapa orang yang dicintainya kini membagi hatinya pada orang lain.     

Sementara Ronald sedang merasakan bagaimana rasanya merana dan patah hati, Jelita sudah sampai di kantor Rey. Dia langsung masuj ke gedung kantor dan menuju ke ruangan Rey.     

"Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam, masuklah."     

"Hari ini jadi kita miring dengan perusahaan milik Mas Danil?"     

" Jadi, jadwalnya masih nanti selepas makan siang, apa kamu sendiri yang mau datang?"     

"Ga lah, biar saja Pak Wahyu yang datang."     

"Oya, Jel. Kemarin aku sudah bertemu dengan Kak Ronald, ya seperti yang sudah kuceritakan padamu kemarin di telpon. Kak Ronald awalnya tidak percaya, tapi Alhamdulilah kami sudah berkumpul lagi, kemarin ayah juga datang, Beliau memintaku untuk membantu pekerjaannya di kantor, apa lagi kondisi Kak Ronald belum pulih."     

"Terus?"     

"Ya mulai hari ini aku terpaksa bekerja di dua kantor."     

"Kamu yakin?"     

"Ya akan aku coba."     

"Baiklah, aku akan aktif masuk kantor lagi."     

"Bagaimana dengan Danil?"     

"Bilang saja aku membantu pekerjaanmu."     

"Kenapa kamu tidak berterus terang saja pada Danil, kalau kamu CEO Chandra Corp."     

"Belum sekarang, suatu saat aku akan mengembalikan ini semua pada Mas Danil, bagaimanapun ini adalah miliknya."     

Reynald mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Jelita.     

"Ya udah aku keruanganku dulu, semua berkasnya sudah dimejaku kan?"     

"Iya, tadi aku dah nyuruh Santi untuk meletakkan dimejamu."     

_______&&_______     

Jelita menghempaskan tubuhnya di kasur kamarnya, seharian berada di kantor badannya terasa lelah dan pegal.     

BIP BIP tanda ada pesan masuk di ponselnya.     

[Kamu sudah sampai rumah]     

[Sudah, baru saja, Mas Danil jama berapa pulang?]     

[Nanti sehabis jenguk Ronald aku langsung pulang]     

[Ya sudah hati-hati]     

[Kamu makanlah dulu, jangan menunggu aku pulang, aku makan malam bersama Yogi.]     

[Baiklah]     

Jelita duduk diatas ranjang, saat ia ingin meletakkan ponselnya di nakas, perhatiannya tertuju pada secarik kertas disana.     

Dia membaca dan tersenyum setelahnya.     

'Ternyata Mas Danil pinter bikin puisi'     

Jelita meraih ponselnya kemudian menghadapkan kamera pada kertas itu dan Cekrek, di mengirimkan hasil bidikan kameranya pada Danil dan menuliskan.     

[Trimakasih suamiku]     

Dilain tempat Danil sedang diperjalanan menuju rumah sakit bersama Yogi asistennya. Danil tersenyum melihat isi pesan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.