aku, kamu, and sex

hampa vs bahagia



hampa vs bahagia

0"Abdul, apa saja yang sudah kalian persiapkan untuk ke negara A?" Tanya Danil saat mereka di kantor.     
0

"Sudah Abdul siapkan semua, Yah." Jawab Abdul sambil memeriksa berkas.     

"Ya sudah, jadi dari sini kalian akan kembali ke pesantren, lalu berangkat ke negara A?" Tanya Danil kemudian.     

"Benar ayah, Yola hanya mengambil dokumen dari sini, lalu punya Abdul sudah siap semua, sekalian Yola nanti membawakan kepunyaan Fatih."     

"Ya semoga semuanya lancar."     

"Amiin."     

"Oya, Abdul kalian jangan lupa kalau disana menengok rumah Momma dan Opa. Lama tidak di kunjungi, coba kalian tengok."     

"Baik ayah, kami sangat berterimakasih karena ayah memberikan rumah yang di negara A untuk kami."     

"Itu juga rumah kalian walau ayah tak memberikannya, kalian kan anak-anak ayah."     

"Terimakasih ayah."     

"Sama-sama."     

"Berkas yang ini belum di tanda tangani, ayah." Ucap Abdul lalu menyodorkan berkas pada Danil. Yang kemudian di baca lagi sebelum benar-benar Ia tanda tangani.     

"Berarti di negara A ada dua kantor disana ayah."     

"Ya, satu kantor cabang milik ayah, dan satu lagi milik Opa, memang berpusat disana."     

Abdul mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti, karena Ia juga diberi mandate untuk mengecek kedua kantor tersebut bersama Fatih dan Yola.     

Sementara di negara A, Martin menutup matanya mencoba untuk tidur, tapi seperti malam-malam sebelumnya kedua matanya tak juga terpejam, walau sudah berbagai cara Ia lakukan.     

"Astaga, apa yang terjadi pada diriku, hingga setiap malam aku tak bisa tidur. Sampai kapan aku seperti ini terus?" Gumamnya.     

Martin melangkahkan kakinya menuju balkon, lalu Ia mengeluarkan sebungkus rokok dan mengambil satu batang serta korek yang terselip di dalamnya.     

Sebentar saja asap putih telah membumbung keluar dari mulutnya, pandangannya ke depan melihat gedung-gedung pencakar langit yang berhiaskan lampu warna-warni.     

Beginilah Martin, hidupnya hampa hanya hatinya kosong dan jiwanya gersang, walau segudang prestasi dalam bidang akademik maupun bisnis dapat Ia raih namun, sama sekali tak membuatnya bahagia.     

Natasha, wanita yang dulu pernah mengisi kekosongan dalam hatinya dengan tega bersellingkuh dengan lawan bisnisnya. Tak ada yang membuat dia bisa tersenyum setelah itu, tak ada yang mebuat warna dalam hidup seorang Martin Gonzales.     

Martin tak memiliki keluarga lain selain Ibu dan ayahnya. Kedua orang tua yang mengandalkannya sebagai penerus satu-satunya bisnis keluarga yang kakeknya rintis, namun membesar bagai gurita raksasa setelah berganti pemimpin yaitu dirinya sendiri.     

Martin bukanlah laki-laki yang suka dengan kehidupan malam, pergi ke club malam adalah sebuah kewajaran di negara itu, tapi untuk seorang Martin, hal itu tak ada gunanya. Dia lebih suka menyendiri di kamarnya sambil mengerjakan pekerjaan kantor dan kampus.     

Kampus terbesar yang Ia kelola tersebut merupakan salah satu asset keluarganya, dia merupakan salah satu mahasiswa terbaik kala itu, hingga ayahnya menyuruhnya untuk ikut memegang kendali atas kampus tersebut. Tapi Martin bukanlah robot yang mampu mengerjakan segalanya dalam satu waktu, dia hanya manusia biasa yang membutuhkan waktu untuk sekedar beristirahat.     

Akhirnya Martin hanya menjadi dosen di kampus tersebut, karena kepandaiannya pihak kampus tak ingin Martin benar-benar keluar dari kampus milik keluarganya itu.     

Sudah hampir satu jam Martin berdiri dibalkon, menyandarkan tubuhnya di besi pembatas bertumpu kedua tangannya.     

Dari kejauhan Martin dapat melihat mobil yang berlalu lalang walau bentuknya sangat kecil. Martin kembali meyalakan rokoknya, entah sampai kapan dia akan berdiri sambil menghabiskan berbatang-batang rokok untuk menghilangkan kejenuhan.     

****     

Hari mulai gelap, Danil dan Abdul telah menyelesaikan pekerjaannya untuk hari ini, sekarang waktunya bagi mereka untuk pulang, dan bertemu dengan keluarga yang menanti mereka di rumah.     

"Kita pulang?" Tanya Danil saat melihat menantunya keluar dari dalam toilet.     

"Ya, Ayah."     

"Rindu dengan Yola." Goda Danil.     

Abdul tersenyum, lalu mengangguk. Kemudian terdengar gelak tawa dari Danil sambil menepuk bahu Abdul.     

"Kamu sama seperti ayah. Dulu ayah sering sekali pulang cepat demi bisa bertemu dengan bunda. Padahal banyak pekerjaan yang seharusnya ayah selesaikan dikantor, tapi karena tak kuat menahan rindu, maka semua pekerjaan ayah bawa pulang, lalu ayah bekerja di rumah ditemani oleh bunda yang duduk dipangkuan ayah."     

Abdul terkekeh, "Ternyata ayah bucin." Jawab Abdul sambil tersenyum. Mereka berjalan menyusuri koridor kantor yang telah sepi, karena sebagian karyawan telah pulang ke rumah masing-masing.     

Selanjutnya menaiki lift untuk segera sampai dilantai bawah, dan keluar melalui lobby utama, sebuah mobil mewah telah menunggu mereka didepan pintu lobby. Lalu keduanya masuk dan segera meluncur ke jalanan untuk segera sampai di rumah.     

Yola sedang menidurkan baby Ais saat terdengar deru mobil masuk ke halaman rumah. Dia paham betul mobil itu adalah mobil ayahnya, Namun Ia tak bisa meninggalkan baby Ais yang hampir tertidur di kamar orang tuanya.     

Perlahan pintu kamar terbuka lalu muncul sosok pria paruh baya yang menatap anak gadisnya bersama seorang bayi berusia Sembilan bulan.     

"Baby Ais tidur?" Tanya Danil dengan suara pelan, bahkan hampir berbisik.     

Yola hanya mengangguk sambil menepuk-nepuk pantat baby Ais perlahan.     

"Baiklah ayah mengerti, ayah ke kamar mandi dulu ya, kalau baby Ais sudah tertidur kamu segera temui Abdul kasian dia pasti lelah."     

"Baik ayah." Ucap Yola juga dengan suara yang pelan.     

Tak berapa lama, Jelita masuk ke dalam kamar, lalu menyuruh Yola untuk ke kamarnya karena Abdul sudah pulang.     

"Yola ke kamar dulu ya bun."     

"Iya sayang, terimakasaih ya."     

"Ok, sama-sama bunda."     

Yola bangkit perlahan, lalu menuju kamarnya sendiri. Di lihatnya sang suami yang sedang berdiri di balkon kamar sambil menatap pemandangan kota.     

Lalu Yola memeluk suaminya dari belakang, membuat Abdul tersenyum dengan kemanjaan istrinya itu.     

"Baby Ais sudah tidur?" Tanya Abdul sambil melirik Yola yang bersandar di belakang pungungnya.     

"Sudah, seharian dia rewel terus tidak mau ikut bunda. Jadi seharian dia sama Yola terus deh."     

"Baguslah, itung-itung belajar jadi ibu yang baik." Tukas Abdul, sambil membelai tangan Yola yang melingkari perutnya.     

"Besok kita pulang ke pesantren ya?"     

"Iya sayang, semua document kamu sudah siap kan? Bagaimana dengan punya faith?"     

"semua sudah siap, termasuk dokumen Fatih." Jawab Yola.     

Abdul memutar tubuhnya, lalu memeluk tubuh Yola dengan erat. Tak lupa kecupan-kecupan kecil di kepala dan kening Yola menjadi bumbu cinta Abdul untuk Yola.     

"Dua hari lagi berarti kita berangkat ke negara A." Ucap Abdul.     

"kamu lama kan disana, nemenin aku." Tanya Yola sambil mendongak supaya dapat menatap wajah tampan suaminya.     

"Inshaallah, tergantung kondisi dan situasi kantor."     

"Semoga kantor dan pesantren aman sentosa, jadi kamu bisa temani aku lebih lama di sana."     

"Amiin."     

"Aku siapkan air buat kamu mandi ya." Ucap Yola lalu mengajak Abudul masuk ke dalam.     

"Makasih sayangku."     

"Sama-sama."     

Yola masuk ke dalam kamar mandi, setelah menyalakan air hangat di dalam bathup dan memberi aroma terapi, Yola keluar kamar mandi lalu berganti Abdul yanga masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Yola menyiapkan baju yang akan di pakai oleh Abdul.     

"Yang!" panggil Abdul dari dalam kamar mandi.     

"Ya." Yola berjalan menuju kamar mandi lalu berhenti di depan pintu.     

"Ada apa?" Tanya Yola.     

"Tolong ambilkan handuk, aku lupa tadi aku taruh di atas kursi." Kata Abdul dari dalam kamar mandi.     

"Ow, ya sebentar ya." Ucap Yola yang langsung berlari kecil mengambil handuk yang tergeletak di atas kursi. Lalu kembali lagi ke depan pintu kamar mandi.     

"Sayang, buka pintu nya, ini handuknya sudah aku ambilkan." Kata Yola.     

Abdul lalu membuka pintu kamar mandi lebar, sehingga menampilkan seluruh tubuh telanjangnya.     

"Ahhh!!" Yola berteriak saat me;ihat Abdul yang membuka pintu kamar mandi dengan bertelanjang, lalu melemparkan handuk begitu saja pada Abdul dan berlari ke atas kasur dan rebah tengkurap disana.     

Abdul yang baru menyadari kenapa istrinya lari, hanya menggeleng pelan, lalu memakai handuknya sebatas pingang dan menyusul istrinya ke samping ranjang.     

"Maaf, yang. Tadi aku benar-benar ga sengaja, lupa kalau belum pakai baju.     

"Ya udah sana pakai baju dulu."     

"Iya ya." Abdul lalu mengambil baju yang tergeletak di sisi ranjang kemudian memakainya.     

"Udah nih. Aku udah pakai baju." Kata Abdul lalu Yola membalikkan tubuhnya, dan melihat sang suami telah menggunakan baju yang lengkap.     

"Maaf yang, lagian kenapa masih malu sih, aku aja sering buka-buka punya kamu tuh." Ucap Abdul cuek.     

"Ya tapi ga gitu juga kali, sayang."     

"Ya udah sekali lagi maaf deh. Aku sudah ngantuk lho. Tidur yuk." Ucap Abdul lalu ikut berbaring di dekat Yola sambil memeluknya. Namun lagi tangan yang telah lumayan terlatih menelusup ke manapun, kini kembali beraksi.     

Abdul mulai menyusupkan tangannya ke dalam baju piyama Yola membuat Yola yang baru saja akan memejamkan mata menjadi terkesiap. Lalu memegang tangan Abdul yang meraba dadanya.     

"Kebiasaan."     

"Pingin, yang." Ucap Abdul. Lalu kembali membuka mata. Dengan cepat Abdul telah menyingkap baju Yola ke atas, dan kini benar terpampang sesuatu yang menjadi kesukaannya sejak pertama kali merasakannya. Perlahan Abdul mendekat lalu mencium bibir Yola dengan lembut, sementara tangannya membuai buah kesayangannya di dada sang istri.     

Lenguhan kecil terdengar dari mulut mereka, membuat Abdul semakin terpacu untuk berbuat lebih, namun Ia menyadari jika Yola sedang datang bulan.     

"Yang, jika suami ingin tapi istri sedang datang bulan bagaimana?" Tanya Abdul berusaha mengetes Yola.     

" Dengan masturbasi atau sex oral. Apa! Jangan bilang kalau kamu ingin kita itu."     

"Boleh kan dicoba? Apa salahnya sih?" Ucap Abdul lalu Yola mengangguk. Senyum cerah untuk Abdul karena mendapat kesenangan baru, mencoba hal baru yang belum pernah mereka lakaukan adalah sesuatu yang menyenangkan bukan?     

Abdul lalu mulai mencium kening, hidung, kedua pipinya lalu berakhir dengan ciuman yang membara di bibir keduanya. Baru kali ini Abdul merasa lepas saat melakukan keintiman dengan Yola, karena memang meraka sudah lulus sekolah dan akan segera melanjutkan kuliah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.