aku, kamu, and sex

Menabur Cinta



Menabur Cinta

0Semakin hari kesehatan Yola semakin membaik, dan selama itupun Abdul tidak pernah sekalipun meninggalkan Yola, bahkan hanya untuk pulang ke rumah. Untuk Sholat pun Abdul selalu di dalam kamar rawat Yola dan selalu berjamaah dengannya.     
0

"Apa kamu mau makan?" Tanya Abdul pada Yola yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang.     

"Apa kamu lapar?" Yola balik bertanya pada Abdul membuat Abdul terkekeh lalu mencubit hidung Yola karena gemas.     

"Aku maunya makan sama kamu." Jawab Abdul sambil tersenyum manis.     

"Tapi aku lagi malas makan nasi." Jawab Yola, Abdul menaikkan kedua alisnya mendengar ucapan Yola.     

"Lalu, kamu mau makan apa?" Tanya Abdul sambil menatap lembut Yola.     

"Ehm… makan apa ya, pingin makanan yang waktu itu kamu bawa pas malam-malam itu." Jawab Yola.     

Abdul mengerutkan dahi, mengingat makanan apa saja yang pernah Ia bawa untuk Yola saat mereka diam-diam bertemu di atas atap.     

"Kalau sekarang sepertinya tidak ada, sayang. Aku telpon Pak Karim ya suruh bawain." Jawab Abdul sambil membelai pipi Yola.     

Yola menatap Abdul sejenak lalu mengangguk.     

"Jadi, sekarang kita makan apa?" Tanya Abdul lagi.     

"Memang harus makan ya?"     

"Harus, tadi kamu melewatkan makan siang, karena tak suka dengan makanannya,"     

"Ya udah, makanan yang tadi di bawakan Umi mana? Kita makan itu saja."     

Abdul tak menjawab, dia bangkit dari duduknya lalu berjalan ke atas meja yang penuh dengan makanan, lalu mengambil rantang dan sendok.     

"Ini…" Ucap Abdul lalu kembali duduk menghadap Yola di bibir ranjang.     

Yola tersenyum senang, Dia sangat tahu, jika masakan Uminya Abdul terkenal lezat, di pesantren memang sangat terkenal makanan bikinan Umi, setiap santri yang rajin puasa senin kamis, pasti umi akan memberikan hadiah berupa makanan untuk buka puasa. Itu sebabnya mereka tahu bagaimana rasa masakan yang di buat oleh Uminya Abdul.     

"A.aa" Ucap Abdul lalu menyuapkan satu sendok nasi beserta sayur ke dalam mulut Yola.     

"Kamu juga makan." Ucap yola pada Abdul, lalu Abdul mengangguk. Dan mengambil satu suapan untuk dirinya sendiri.     

"Abdul."     

"Hm."     

"Maaf, aku telah menghabiskan uangmu." Ucap Yola, lalu meneteskan air matanya.     

"Maksud kamu apa? Ini makanan dari Umi lho, bukan aku yang beli."Jawab Abdul tak mengerti dengan ucapa Yola.     

Yola terisak, "Kamu yang membayar seluruh biaya rumah sakit untuk pengobatan ku kan?" Ucap Yola sambil terisak.     

Abdul menarik nafas panjang, "Maaf jika, untuk sementara kamu masih harus tinggal di rumah Abah dan Umi, karena aku belum jadi membelikanmu rumah." Ucap Abdul lalu menyuapkan makanan ke mulut Yola.     

Yola membuka mulutnya, dengan air mata yang masih mengalir, Abdul lalu menghapus air mata itu dengan jarinya.     

"Jangan menangis, nanti aku akan menabung dari hasil kerjaku, tahun depan kita akan bisa membeli rumah. Dan selama itu kita harus numpang di rumah Abah, gak apa-apa kan?"     

Yola mengangguk kuat-kuat, "Maaf, telah membuatmu susah."     

"Eh, ga boleh ngomong gitu, aku malah senang bisa melakukan sesuatu untuk istriku. Justru aku yang harusnya minta maaf, karena mengajakmu hidup susah, dan sesederhana ini, padahal aku tahu bagaimana hidupmu bersama orang tuamu."     

Yola mengeleng tegas, "Kita akan hidup bersama, apapun keadaannya." Jawab Yola setelah menelan makanannya.     

"Terimakasih." Ucap Abdul.     

"Kamu bisa menerimaku apa adanya diriku, itu sudah cukup membuktikan kau sangat menyayangiku, aku bersyukur karena aku begitu disayangi olehmu."     

"Kita mulai dari awal, atau kita lanjutkan pacaran kita?" Tanya Abdul dengan mengangkat kedua alisnya.     

"Aku ingin bisa menjadi segalanya untukmu, aku ingin bisa menjadi apa yang kamu mau." Jawab Yola dengan menatap Abdul.     

"Walau kamu wonderwoman sekalipun, walau kau bisa melakukan segalanyapun, aku hanya ingin kau selalu mengandalkanku, selalu bermanja padaku. Aku tak mengharapkan kau mampu melakukan segalanya, cukup kau selalu ada untukku, cukup kau menjadi milikku dan aku milikmu." Ucap Abdul lalu tersenyum dan mencium hidung Yola sebelum berlalu untuk meletakkan rantang dan sendok.     

Abdul memberikan segelas air putih pada Yola.     

"Minumlah sayangku. Semoga besok hasil pemeriksaan labnya bagus, dan kita bisa pulang."     

"Bagaimana jika ada santri yang bertanya padaku, kenapa aku tinggal di rumah Abah?"     

"Biarkan aku dan Abah yang menjawabnya, kamu cukup diam saja."     

Yola mengangguk, lalu menepuk sebelah ranjangnya, agar Abdul mau duduk di dekatnya. Yola membaringkan kepalanya di dalam pangkuan Abdul, setelah Abdul duduk disamping Yola.     

Dengan lembut, Abdul membelai kepala Yola yang tertutup jilbab.     

"Tidurlah." Ucap Abdul sambil terus membelai kepala Yola.     

Yola memejamkan matanya, lalu berucap, "Jangan tinggalkan aku."     

Abdul tersenyum, "Aku tidak akan kemana-mana." Ucapnya.     

Yola tertidur dengan pulas, Abdul mengambil kitab kecil yang ada di atas nakas, memang Yola meminta Abdul untuk terus mengajarinya mengaji, walau Ia dalam keadaan sakit. Dan Abdul dengan senang hati mengajari istrinya itu.     

Jam menunjukkan pukul setengah lima sore, Jelita masuk ke ruangan rawat Yola dengan langkah sepelan mungkin karena takut menganggu Yola yang sedang istirahat, namun pemandangan yang Ia tangkap sungguh membuatnya tersenyum bahagia.     

Jelita menarik Danil untuk masuk ke dalam ruang rawat, sama halnya dengan Jelita, Danil tersenyum melihat apa yang Ia lihat. Dengan iseng Ia lalu membuka ponselnya, dan memfoto apa yang Ia lihat. Dan mengirimkannya pada Sofyan.     

[Sweet.] Jawaban pesan dari Sofyan untuk Danil.     

Yola tidur dipangkuan Abdul yang juga ikut tertidur dengan kitab kecil yang masih Ia pegang dengan lemah diatas tubuh Yola, satu tangan yang lain berada di kepala Yola, dan tubuhnya bersandar di kepala ranjang rumah sakit dengan satu bantal sebagai tumpuannya.     

"Anakmu manja ya, Yah." Ucap Jelita masih menatap anak dan menantunya yang sedang tertidur.     

Danil menarik nafas panjang, lalu berucap, "Sama seperti bundanya." Lalu Danil mengecup pipi Jelita dan melangkah ke sofa.     

"Bangunkan mereka, Bun. Ayah takut mereka belum sholat Ashar." Perintah Danil pada Jelita.     

"Iya ayah." Jelita lalu mendekati Abdul dan Yola yang masih tertidur pulas.     

Perlahan, Jelita membelai kepala Abdul dan Yola dengan kedua tangannya, agar keduanya tidak terkejut.     

"Bangun, sayang." Ucap Jelita pelan pada Abdul dan Yola.     

Perlahan Abdul membuka matanya, begitu juga dengan Yola, yang mengerjap-ngerjapkan mata.     

"Bunda." Ucap Abdul.     

Yola lalu bangkit dan duduk di sisi Abdul.     

"Kalian udah sholat Ashar?" Tanya Jelita sambil tersenyum menatap anak dan menantunya secara bergantian.     

"Astaghfirullah, jam berapa sekarang, Bun?" Tanya Abdul yang langsung turun dari ranjang.     

"Setengah lima sore."     

"Ya Allah, ayo kita sholat dulu."     

"Iya."     

Abdul membimbing Yola untuk turun dari tempat tidur dan membantunya ke kamar mandi untuk berwudhu. Yola memang sudah tidak di infuse karena kondisinya sudah semakin membaik.     

Jelita dan Danil saling pandang, merasa takjub dengan kedewasaan mereka berdua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.