aku, kamu, and sex

Menabur Sayang.



Menabur Sayang.

0Setelah melakukan sholat Ashar, mereka duduk di sofa bersama, begitu juga dengan Yola, tubuhnya semakin segar setelah melakukan sholat berjamaah dengan Abdul. Sedangkan Jhonatan sudah kembali ke pesantren karena kondisinya yang sudah membaik.     
0

"Ayah senang melihat hubungan kalian yang semakin baik." Ucap Danil.     

"Maafkan ayah, karena ayah tidak meminta pendapatmu saat akan menikahkan mu dengan Abdul." Lanjut Danil.     

"Ayah hanya tidak ingin kalian berdua terjerumus dalam dosa yang tidak kalian sadari."     

Ayah tidak perlu meminta maaf, ayah sudah bertindak sesuatu yang benar, Yola memang sering berduaan dengan Abdul diatas genteng, saat tengah malam telah tiba." Yola mengakui perbuatannya dengan Abdul dengan wajah tertunduk, begitu juga dengan Abdul.     

"Abdul, ayah sekarang sangat yakin, jika ayah menyerahkan Yola pada orang yang tepat, walau umur mu masih sangat muda, tapi kamu sangat bertangung jawab dan mengerti bagaimana caranya bertangung jawab dunia dan akhirat." Kata Danil, lalu mendesah berat.     

"Tapi untuk kali ini, ayah mohon, terimalah bantuan dari ayah. Untuk tetap membiayai sekolah Yola hingga lulus kuliah." Danil menatap Abdul dengan penuh permohonan.     

"Abdul, kami tahu kamu sanggup membiayai sekolah Yola hingga ketingkat perkuliahan, tapi kami biarkan kami ikut andil dalam membiayai sekolah Yola hingga tuntas." Tambah Jelita yang duduk di samping Danil.     

"Maaf Ayah, Bunda. Abdul tidak akan melarang ayah dan bunda memberikan uang pada Yola, tapi sekedarnya saja. Abdul masih sanggup membiayai pendidikan Yola, sekaligus biaya pengobatan Yola."     

Danil menarik nafas panjang, kini Ia bingung harus bagaimana. Dilain sisi Ia tak ingin membebani Abdul, sedangkan di lain sisi, kini Yola hidup dengan Ridho suaminya.     

"Baiklah, Abdul. Tapi ayah mohon, jangan sungkan-sungkan meminta bantuan ayah dan Bunda. Bahkan Abah sekalipun jika kalian berdua dalam kesulitan." Ucap Danil karena tak mau menyakiti harga diri Abdul sebagai suami, lagi pula Abdul sudah cukup bijaksana sebagai laki-laki yang memberikan ijin pada Yola untuk menerima pemberian orang tuanya walau hanya sekedarnya saja.     

"Iya, ayah. Abdul akan memberitahu ayah, jika kami dalam kesulitan. Dan Abdul berterimakasih sekali pada Ayah dan Bunda karena sudah mempercayakan Yola pada Abdul sepenuhnya. Abdul akan menjaga amanah Ayah dan Bunda dengan baik." Kata Abdul dengan sopan, hanya sesekali saja Ia menatap Danil, lalu kembali menunduk hormat.     

"Karena ayah sangat mempercayaimu, Abdul." Kata Danil, sambil tersenyum.     

"Semoga besok hasil pemeriksaannya baik, jadi kalian besok bisa pulang ke pesantren lagi." Ucap Jelita penuh harap.     

"Amiin."     

"Lalu, besok kalian akan tetap dipesantren atau bagaimana?" Tanya Danil pada Abdul dan Yola.     

"Kami akan tinggal bersama di rumah, Abah. Hanya saja__ kami akan tetap tidur di kamar yang terpisah." Ucap Abdul sambil menatap Yola yang juga sedang melongo menatapnya.     

"kenapa?" Tanya Yola tak mengerti dengan sikap Abdul.     

"Agar kamu bisa istirahat dengan baik," Jawab Abdul lembut.     

"Nanti kalau aku butuh sesuatu bagaimana?"     

"Anisa akan bersamamu." Jawab Abdul lalu mengengam tangannya erat.     

Yola menunduk lalu mengangguk, "Baiklah."     

"Tapi aku malu sama Umi dan Abah." Ucap Yola dengan nada suara yang rendah, lalu mengigit bibir bawahnya.     

"Tak usah malu, Abah dan Umi juga sangat menyayangimu." Ucap Abdul dengan senyum lebar.     

"Ya sudah, Bunda dan Ayah jadi lega mendengarnya."Ujar Jelita.     

"Aku juga ada kejutan untuk kamu besok, kalau kita sudah sampai di rumah." Kata Abdul.     

"Kejutan?"     

Abdul mengangguk.     

"Semoga kejutannya membuat kamu senang, dan tak marah padaku." Abdul berkata sambil nyengir.     

"Sebenarnya apa kejutannya sih? Aku jadi penasaran." Kata Yola sambil menatap Abdul.     

"Baguslah kalau penasaran, jadi kejutannya pasti akan sukses membuat Yola terkejut." Ucap Danil sambil tertawa lebar.     

"Ayah tahu kejutannya apa?"     

Danil mengeleng, "Tidak. Ayah tidak tahu. Itu urusannya Abdul."     

"Ayah dan Bunda kembali ke hotel aja sana. Aku ingin sama Abdul." Ucap Yola sambil bersandar di bahu Abdul.     

"Hei.. ada apa ini, kenapa tiba-tiba kau mengusir ayah dan bunda? Hm?" Tanya Jelita sambil tersenyum menggoda Yola.     

"Memangnya kenapa? Kan Abdul suaminya Yola."     

"Tapi tak ada salahnya juga kalau ayah dan bunda ingin menemanimu." Protes Danil sambil bersedekap.     

"Ayah ini, apa ayah tidak pernah muda, kan kalau besok aku diijinkan pulang sama dokter, aku ga bisa manja-manja lagi sama Abdul." Ucap Yola sambil mengerucutkan bibirnya.     

Jelita dan Danil sambil pandang lalu tersenyum.     

"Ayah dan bunda tak pernah pacaran." Ucap Jelita. Yang membuat Abdul terbengong.     

"Kami dulu langsung menikah sama seperti kalian. Setelah menikah baru kami pacaran." Kata Jelita.     

"Ya sudah, harusnya ayah dan bunda mengerti posisi Yola." Yola protes.     

"Iyalah, ok. Baik. Ayah dan bunda akan pulang ke hotel. Mungkin kami akan jalan-jalan sebentar sebelum pulang ke hotel, Ya ayah." Ucap Jelita pada danil.     

"Ide yang bagus, kita juga pacaran. Memang kalian saja yang bisa pacaran? Kami juga bisa." Ucap Danil sambil tersenyum mengejek.     

"Ya sudah sana." Ucap Yola.     

"Yola, tak baik mengusir orang tua." Kata Abdul mengingatkan.     

"Biasa lah Yola itu, Abdul. Dia memang seperti itu, kalau di rumah juga sama, sering sekali mengusir ayah dan bunda dari kamarnya." Kata Jelita.     

"Itu karena Ayah dan Bunda suka iseng di kamarnya Yola, buat Yola jadi kesal."     

Abdul hanya mengaruk tengkuknya yang tak gatal, dia bingung harus bagaimana melerai anak dan orang tua itu. Walau Ia tahu mereka sangat saling menyayangi, dan tak benar-benar saling mengejek.     

"Abdul titip Yola. Ayah sama Bunda pulang ke hotel ya." Pamit Jelita.     

"Ya Bunda, hati-hati dijalan." Kata Abdul sambil berdiri mengikuti langkah Danil dan Jelita ke pintu rawat inap.     

"Kenapa kau mengusir mereka?" Tanya Abdul saat jelita dan Danil sudah pergi dari kamar rawat inap Yola.     

"Aku kasian melihat ayah dan bunda, pasti mereka kelelahan menjagaku beberapa hari ini, biarlah mereka untuk malam ini tidur di hotel. Aku tak tega melihat kantung mata ayah dan bunda semakin menebal karena kurang istirahat." Jawab Yola lalu mengandeng tangan Abdul.     

"Maafkan aku yang tak memahami tentang hal itu, ternyata kau sangat perhatian dengan caramu sendiri."     

"Taka pa, kau akan mengerti seiring berjalannya waktu." Jawab Yola dengan bergelayut manja di lengan abdul yang kembali membawanya duduk di atas sofa.     

"Ngomong-ngomong, aku belum menghukummu." Tambah Yola.     

"Ok, jadi apa hukumannya?"     

"Ehm, akan aku beri tahu besok, kalau kita sudah pulang dan sampai di rumah, ok?"     

"Baiklah, Nyonya Abdul. Apapun hukumanmu aku akan menerimanya."     

"Bagus kalau begitu, Tuan Abdullah. Aku akan ingat ucapanmu itu."     

Yola mengambil satu buah apel lalu mengupasnya, kemudian memotong buah itu menjadi bebrapa bagian, dan menyuapkannya pada Abdul.     

"First time." Ucap Yola sambil menatap lekat wajah Abdul.     

"Ya." Abdul lalu membuka mulutnya menerima suapan buah apel ke mulutnya.     

"Terimakasih, sayangku." Ucap Abdul lalu mengecup kening Yola.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.