aku, kamu, and sex

Kewajiban.



Kewajiban.

0Tepat jam 9 malam, Abdul sampai di rumah. Mendengar deru mobil datang Yola langsung mengenakan jilbabnya dan berlari ke ruangan samping rumah untuk menyambut Abdul yang baru pulang.     
0

Senyumnya mengembang saat melihat Abdul berjalan dari mobil menuju ke arahnya.     

"Assalamualaikum." Ucap Abdul lalu mengulurkan tangannya pada Yola.     

"Waalaikumsalam," Sahut Yola sambil meraih tangan suaminya untuk dicium.     

"Kamu belum tidur?" Tanya Abdul, dan Yola mengeleng.     

"Ayo masuk." Abdul memeluk bahu Yola dan membimbingnya masuk ke dalam rumah.     

"Aku siapkan air hangat untuk kamu mandi."     

"Anisa kemana?"     

"ngaji." Jawab Yola sambil melangkah ke kamar mandi di dalam kamarnya untuk menyalakan air panas dalam bathup.     

"Kamu ga ngaji?" Tanya Abdul sambil mendudukkan pantatnya di atas sofa kamar.     

"Aku ngaji sama kamu aja." Jawab Yola lalu hendak keluar dari kamar.     

"Mau kemana?"     

"Mau ambil minum buat kamu."     

Abdul tersenyum lalu mengangguk, lalu Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya setelah seharian beraktifitas.     

Yola meletakkan secangkir teh di meja kamarnya, dan juga mengambil makanan untuk Abdul. Setelah itu Ia melangkah menuju ke lemari pakaian dimana pakaian Abdul tersusun dengan rapi disana. Lalu mengambil satu stel pakaian untuknya.     

Abdul keluar dari kamar mandi menggunakan mantel mandi, lalu mengambil pakaian yang telah disiapkan untuknya.     

"Terimakasih, sudah menyiapkan semuanya untukku."     

"Sudah kewajibanku." Jawab Yola, lalu menundukkan wajahnya karena Abdul justru dengan sengaja memakai bajunya di hadapan Yola. Tidak seperti biasanya yang Ia langsung masuk kamar mandi lagi untuk memakai baju.     

"Kenapa menunduk?"     

"Takut khilaf." Jawab Yola. Abdul tersenyum lebar.     

"justru enakkan kalau kamu khilaf."     

Yola melempar bantal sofa pada Abdul yang langsung menangkapnya.     

"Untung aku udah pakai sarung coba kalau belum, wahhh… pemandangan indah pasti buat kamu." Goda Abdul pada Yola, yang wajahnya sudah semerah tomat matang pohon.     

"Itu pipi kenapa jadi merah begitu, padahal ga aku apa-apain lho." Abdul masih saja betah menggoda istrinya yang udah mati kutu, bingung harus berkata apa.     

"Udah Ih! Sholat dulu sana, nanti keburu dingin lho makanannya." Ucap Yola masih dengan mood merah menyala seperti tomat.     

"Ya udah, aku sholat dulu sayangkuh.." kata Abdul, lalu pergi ke mushola keluarga yang ada di dalam rumah.     

Yola menarik nafas panjang, lalu bersandar di sofa kamarnya, membayangkan sang suami yang selalu bisa membuatnya tersenyum, walau Ia tahu suaminya sedang merasakan kelelahan karena seharian bekerja.     

Beberapa menit kemudian, Abdul masuk ke kamar Yola dan duduk di sampingnya.     

"Udah makan belum?" Tanya Abdul, sambil meminum teh yang dibikinkan Yola untuknya. Lalu mengambil piring berisi makanan yang juga telah dipersiapkan oleh Yola.     

"Aku sudah makan tadi sama Abah, Umi dan Anisa."     

"Sejak kamu tinggal di rumah, Anisa jadi sering makan di rumah, sama Abah dan Umi, tadinya Ia lebih suka makan di kantin asrama putrid dari pada di rumah." Kata Abdul sambil mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.     

"Iya, dia udah cerita tadi siang, sama aku dan juga Umi."     

"Beneran?" Tanya Abdul sambil menoleh pada Yola yang menatapnya.     

"Hm. Dia cerita banyak tadi."     

"Cerita apa aja?"     

"Cerita tentang cowok ya?"     

"salah satunya."     

"Dia menyukai seseorang?"     

"Ya."     

"kamu tahu siapa?"     

"Fahri."     

Abdul mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sudah aku duga, dia menyukai Fahri."     

"bagaimana kamu bisa menduganya?"     

"Bisalah, aku kan kakaknya, sama seperti Jhonatan yang tahu jika kamu menyukai Ramond, walau kau tak cerita tapi dia bisa merasakannya."     

"kalau sekarang? Aku meyukai siapa?"     

"Menyukai aku." Ucap Abdul percaya diri.     

Yola tersenyum, "Ih sok tahu."     

"Jadi bukan nih?" Goda Abdul.     

"Bukan."     

Abdul menatap Yola dengan tatapan tajam.     

"Bukan kesalahan kalau aku memang suka sama kamu." Ucap Yola yang mampu membuat Abdul hampir menyemburkan makanannya karena ingin tertawa bahagia.     

"Kamu godain aku ya."     

"Kamu yang godain aku dari tadi."     

"jadi balas dendam nih ceritanya?" Kata Abdul lalu melangkah ke pintu untuk mengembalikan piring yang telah kosong beserta gelas yang Ia pakai untuk minum.     

"Biar aku saja, yang bawa piring sama gelasnya ke dapur." Kata Yola yang sudah bangkit berdiri.     

"Ga usah, kamu duduk saja, aku Cuma sebentar, lalu kembali kesini."     

Yola menurut, lalu Abdul pergi ke dapur untuk menaruh piring dan gelas. Sekaligus mengambil air putih untuk Yola.     

"Alhamdulilah, akhirnya aku bisa istirahat juga." Ucap Abdul setelah menaruh gelas berisi air putih di atas nakas.     

"Capek ya? Mau aku pijitin?"     

Abdul tersenyum, lalu mengeleng. "Enggak kok, capekku hilang saat ketemu kamu."     

"Gombal."     

"Ambil kitab kamu, lalu kita ngaji bareng." Titah Abdul, Yola langsung bangkit dan mengambil kitab nya.     

Mereka duduk di atas karpet tebal kamar yang di tempati Yola.     

"Sampai mana kemarin kita belajarnya?" Tanya Abdul sambil membuka kitabnya.     

"Sampai halaman 21." Jawab Yola.     

"Oke. Aku baca ya, dengar baik-baik dan jangan segan-segan bertanya kalau kamu tidak paham? Mengerti sayangku?"     

Yola mengangguk, lalu mereka mulai menggaji dan mengkaji kitab bersama. Abdul memang sudah selesai dan sudah tamat dalam menggaji kitab tersebut, maka Ia bisa mengajarkan langsung pada Yola.     

Di depan pintu kamar, Anisa yang hendak masuk secara perlahan, mengurungkan niatnya. Lalu masuk ke kamar Umi dan Abahnya.     

"Tumben kamu ke kamar Umi sama Abah?" Tanya Umi.     

"Tadinya mau masuk ke kamar tapi kak Abdul dan Kak Yola lagi nggaji bareng, ngaji kitab. Jadi Anisa ga jadi masuk, malam ini, Anisa tidur sama umi ya?"     

Umi mengelengkan kepalanya, lalu mengandeng Anisa ke atas ranjang miliknya.     

"Tidurlah sama Umi, lagian Abah sedang keluar kota. Kita bisa tidur bersama."     

"Asik. Makasih Ya Umi."     

"Sama-sama sayang."     

"Umi, Kakak sama kak Yola sweet banget ya."     

"Ngapa-ngapain bareng, apa keperluan kakak selalu disiapin sama kak Yola, padahal kak Yola masih sangat muda lho."     

"Umur itu tak bisa jadi patokan sebuah kedewasaan, sayang."     

"Iya bun. Anisa percaya, kakak telah membuktikanny."     

"Ya, kakak kamu sangat dewasa, bahkan dia bisa bercakap dengan baik pada kolega Abah."     

"Iya umi benar, apa Anisa bisa seperti kakak ya, umi?"     

"Ya pasti bisalah, kan kamu sama kakak sama-sama keluar dari rahim umi, jadi ya bisa aja kan?"     

"Iya umi. Terimakasih ya umi,"     

"Ya udah sekarang kita tidur udah malam, besok kita lanjutkan lagi ceritanya ya sayang."     

"Iya Umi."     

Anisa memeluk uminya dengan eratl, entah berapa lama Ia tak semanja ini pada uminya. Hanya karena obsesinya yang ingin pintar seperti kakak nya. Anisa jadi menyibukkan diri di pesantren dengan belajar agar bisa pandai seperti kakaknya. Kakak yang selalu akan menjadi panutan untuknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.