aku, kamu, and sex

Merintis Masa Depan



Merintis Masa Depan

0Selesai menggaji, jam menunjukkan sudah pukul sebelas malam. Yola merapikan kitab yang tadi mereka pakai untuk mengaji dan meletakakannya di atas rak buku mereka. Sedangkan Abdul mengganti sarungnya dengan celana training panjang.     
0

"Kok, Anisa ga kesini ya?" Tanya Yola setelah selesai merapikan kitab dan duduk di sisi ranjang.     

"Anisa, tidur sama umi."Jawab Abdul. Lalu ikut berbaring di ranjang yang Yola tempati setelah mengunci pintu kamar. Yola hanya bengong menatap sang suami yang dengan santainya naik ke atas ranjang.     

"Kamu tidur disini?" Tanya Yola masih dengan mood bengong.     

"Kenapa? Kamu ga seneng aku tidur di sini? apa kamu mau tidur sendirian?"     

"Bu…bukan begitu." Ucap Yola sambil mengibaskan dua tangannya.     

"Biasanya kan kamu tidur di kamar sebelah, atau di kamar pengurus. Jadi ya aneh aja kamu tiba-tiba mau tidur disini?" Kata Yola dengan menoleh menatap Abdul.     

"Sini." Ucap Abdul sambil menepuk bantal di sebelahnya, mau tak mau Yola langsung mengikuti perintah Abdul uuntuk tidur disebelahnya.     

"Sudah ngantuk?" Tanya Abdul sambil membelai kepala Yola. Dan Yola langsung mengeleng.     

"Ada yang mau aku omongin sama kamu." Kata Abdul dengan nada serius.     

"Apa?"     

Abdul menarik nafas panjang. Lalu mulai menyampaikan apa yang tadi disampaikan oleh Abahnya di kantor.     

"Sayang, menurut dokter Ridwan kamu harus tetap berobat jalan dan chek up kan?"     

Yola mengangguk.     

"Ada opsi lain supaya kamu cepat sembuh, yaitu menuntaskan pengobatan kamu di negara A, yang artinya dalam waktu yang tidak sebentar kamu harus tinggal disana."     

"Kamu? Jadi aku sendiri?" Tanya Yola yang sudah hampir meneteskan air matanya.     

"Bukan begitu sayang, aku akan menemanimu tapi tak akan bisa setiap hari, mungkin jika aku tidak banyak pekerjaan, atau kegiatan lain, aku akan mengunjungimu."     

"Dan satu lagi, kamu dapat beasiswa untuk Akselerasi, besok kamu bisa mengikuti tes. Untuk kelulusan kamu lebih cepat, jadi kamu di negara A langsung bisa kuliah tidak harus di high school."     

Yola menarik nafas panjang, dia terdiam, bagaimana dia bisa berjauhan dengan Abdul yang sudah terbiasa bersama dengannya, sehari saja dia tak berjumpa dengan Abdul rasa rindunya sudah cukup menyesakkan dada. Apa lagi ini harus berjauhan dengannya setiap hari. Mampukah Ia?     

"Kamu jangan bersedih, ini semua demi masa depan kita, demi kamu dan juga aku." Abdul berusaha memberikan pengertian pada Abdul.     

"Oke, begini saja, kita berdua besok akan ikut program akselerasi, kita ikuti tes, kamu loncat dua kelas, dan aku dua kelas, maka kita akan lulus secara bersama-sama. Dengan begitu aku kuliah kamu juga kuliah, tapi aku harus membentu di kantor Abah, kondisi kantor sedang tidak memungkinkan untuk aku tinggal terlalu lama, Abah akan kerepotan sayang."     

Yola mendongak menatap Abdul, dengan air mata yang telah berurai tanpa suara.     

"Astaghfirullahaladzim." Abdul beristighfar karena tak menyangka Ia akan membuat istri tercintanya menangis.     

"Maafkan aku." Ucap Abdul penuh penyesalan, sambil menarik Yola ke dalam pelukannya.     

"Maafkan aku." Kata Abdul sekali lagi, dan Yola semakin terisak dan menyusup ke dada suaminya.     

Abdul menarik nafas panjang, "Aku hanya ingin kamu mendapatkan perawatan yang lebih baik, agar kamu benar-benar sembuh, tak ada maksud lain." Ucap Abdul lalu mencium puncak kepala Yola berkali-kali.     

Sebenarnya Abdul tak jauh berbeda dengan Yola, sedih, tak tega melepas istrinya untuk tinggal sendirian di negara A, namun ini yang terbaik untuk kesehatan Yola, dan juga untuk masa depan mereka.     

"Aku masih belum khatam ngajinya." Ucap yola di sela isakan.     

Abdul tersenyum, lalu mengusap lengan Yola dengan lembut, "Aku tetap akan mengajarimu, sayang. Jangan khawatir. Kita masih bisa menggaji bersama walau kita berjauhan."     

"Baiklah."     

Abdul tersenyum walau sesak didada kian terasa, namun ada sedikit kelegaan yang Ia rasakan, paling tidak Yola akan mendapatkan perawatan yang lebih baik lagi.     

"Baiklah, besok aku akan telpon ayah Danil dan Abah Sofyan, untuk membantu kita menyiapkan segalanya."     

"Ya."     

"Sekarang kita tidur yuk, boleh peluk aku sepuasnya lho." Kata Abdul menggoda Yola.     

Yola tersenyum, menarik selimut di bawah kakinya lalu mulai rebah di samping Abdul yang masih terduduk sambil terkekeh melihat istrinya yang tersenyum kecil karena malu.     

"Pelukanku lebih hangat lho." Balas Yola yang langsung menutup dirinya dengan selimut tebal, Abdul tersenyum lebar lalu ikut rebah di samping Yola dan masuk ke dalam selimut yang menutup seluruh tubuh istrinya itu.     

"Aku pasti akan merindukan pelukanmu." Kata Abdul sambil memeluk tubuh Yola erat. Untuk pertama kalinya mereka tidur bersama ditempat yang nyaman.     

"Aku juga pasti kangen, sama kamu."Ucap Yola yang tak kalah erat memeluk Abdul.     

"Yola."     

"Hm."     

"Kalau kita lulus cepat, jatahku juga lebih cepat dong." Kata abdul sambil tertawa. Sontak saja Yola langsung membuka selimut yang menutup tubuhnya, sebatas dada.     

"Sampai lulus kuliah."     

"Ya salam."     

"Anggap itu hukuman dari ku."     

"kejam sekali hukumannya sih sayang."     

"Biarin."     

CUP     

Abdul mencium pipi Yola gemas, bahkan kini tak sekedar mencium pipi Yola. Wajah Abdul mengusak-usak pipi Yola, membuat Yola kegelian, karena kelakuan suaminya.     

"Iiihhhhh! Apa-apain sih. Geli tahu!"     

"Gemes." Ucap Abdul lalu mengeratkan pelukannya pada Yola.     

"kapan tidurnya kita."     

"Ya udah ayo kita tidur."     

"Jangan iseng lagi."     

"Dikit ga apa-apa kan?"     

CUP     

Lagi, Abdul mencium pipi Yola, lalu mengangkat kepalanya menatap wajah cantik yang terbaring di sebelahnya.     

Abdul menarik nafas panjang, lalu tangannya terulur untuk membelai pipi Yola. Tatapan sayu dari mata Yola membuat Abdul semakin sulit untuk mengendalikan diri namun, Ia adalah orang yang selalu menepati janjinya.     

"Tidurlah, aku akan menjagamu disini."     

Yola mengangguk, lalu menarik leher Abdul.     

CUP     

Satu kecupan di bibir merah suaminya membuat Abdul terpaku, sungguh Yola membuat Abdul semakin tersiksa karena harusmenahan gejolak dalam dirinya.     

"Selamat malam sayang." Ucap Yola.     

"Selamat malam sayang, I love you." Bisik Abdul di teling Yola.     

Yola menutup matanya dan langsung lelap tertidur, sedagkan Abdul berkali-kali menarik nafas panjang.     

"Astaghfirullahaladzim." Berkali-kali Abdul beristighfar lalu turun dari ranjang menuju ke kamar mandi untuk berwudhu dan memilih membaca Al-Qur'an.     

Sudah membaca Al-qur'an sampai selesai satu juz masih juga belum membuat matanya ingin terlelap, Abdul menatap Yola yang tertidur pulas, senyum itu mengambang dari sudut bibirnya.     

Abdul meletakkan Kitab sucinya di atas rak, dan kembali menatap Yola perlahan Ia mendekat dan mencium kening wanita tercintanya.     

Namun tiba-tiba Ia mendengar sesuatu di atas atap kamarnya. Dengan gerakan yang cepat Abdul keluar dari kamar lalu memanjat pagar rumah dan terlihat seseorang sedang merebahkan dirinya di atas genteng rumah.     

Abdul tersenyum, lalu melompat memanjat genteng.     

"Hai!"     

Seseorang itu terperanjat lalu menoleh pada Abdul yang ikut merebahkan dirinya di atas susunan genteng.     

"Filingku benar, ternyata kamu belum tidur." Ucap Seseorang itu lalu kembali menatap langit malam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.