aku, kamu, and sex

Ridhonya Istri



Ridhonya Istri

0Abdul sedang menemani Abah Sofyan meninjau pembangunan perluasan pondok pesantren milik mereka. Sedangkan Yola membantu mengecek laporan keuangan pondok pesantren bersama Umi.     
0

"Abdul, kalian jadi ke rumah Ayah Danil?" Tanya Sofyan sambil menatap para tukang yang sedang bekerja.     

"Inshaallah jadi, Bah." Jawab Abdul singkat.     

"Ya baguslah, kamu memang harus bertemu langsung dengan ayahnya Yola untuk membicarakan kepindahan Yola ke negara A."     

"ya, Abah. Abdul juga berniat begitu."     

"Abah bangga sama kamu, di umur kamu yang masih sangat muda seperti sekarang ini, kamu bisa menjalani kehidupan para orang dewasa tanpa banyak kendala, dan keluhan." Kata Sofyan sambil menoleh pada Abdul, anaknya.     

"Itu karena doa Abah dan Umi, serta dukungan dari kalian yang membuat Abdul bisa berdiri tegak di atas kaki Abdul."     

"Tapi kamu memang sangat bertangung jawab, dan sangat menyayangi Yola, Abah senang akan hal itu."     

"Ya, begitu juga dengan Yola, sayang sama anak Abah ini." Ucap Abdul sambil memainkan kedua alisnya dan menatap sang ayah.     

"Abah percaya itu, kelihatan sekali dari sikap Yola yang selalu memperhatikan kebutuhanmu, apa termasuk kebutuhan yang satu itu?" Ucap Abahnya bermaksud menggoda Abdul, membuat wajah Abdul berubah merah.     

Sofyan tertawa, "Tak perlu malu, ayah juga pernah menjadi pengantin baru. Tahu bagaimana rasanya."     

"Tapi Abdul dan Yola belum ingin melakukan itu, Bah. Sampai kami bisa menikah resmi, aku takut Yola dianggap hamil diluar nikah, kan kasian Yola." Jawab Abdul.     

"Kamu benar, tapi jika melakukanpun tidak masalah, kan bisa dikeluarkan diluar farji (alat kelamin perempuan). Dan itu diperbolehkan dalam Islam. Walau ada juga yang bilang hukumnya makruh karena menghindari kehamilan, tapi langkah itu boleh dilakukan jika istrimu ridho dan tidak berniat untuk memutus keturunan."     

"Kenapa harus dengan keridhoan istri, Bah?" Tanya Abdul pada Abahnya.     

Sofyan menarik nafas panjang, lalu menjawab, "Karena istri mempunyai hak atas anak sehingga dengan tindakan tersebut akan menghilangkan haknya namun apabila istri memberikan izin hukumnya tidak makruh." Terang Sofyan.     

"Tapi, Bah. Ada hukum yang menyebutkan jika itu haram."     

"Ya, pendapat itu didapat dari kalangan Dhohiriyah dengan berdasarkan hadis riwayat judzamah Ra, yang menyatakan bahwa ketika para sahabat bertanya tentang mengeluarkan sperma diluar rahim, Nabi menjawab hal itu adalah pembunuhan anak dengan samar."     

"Lalu pendapat mana yang harus kita pakai, Bah?"     

"Luruskan niat, jika itu dilakukan demi program kehamilan keluarga sejahtera, missal mengatur jarak usia anak, atau menunggu kesiapan rahim seperti Yola, hukumnya menjadi boleh. Tapi lebih baik kamu juga membiacarakan ini lebih dulu dengan istri kamu." Ucap Sofyan sambil melirik Abdul yang terlihat kikuk karena pembahasan yang menjurus pada persoalan yang sangat pribadi, namun tidak masalah juga karena ini adalah sebuah pembelajaran bagi Abdul dan Yola.     

"Baik Abah." Jawab Abdul sambil mengaruk pelipisnya yang tak gatal.     

Sofyan hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi dari anaknya yang terlihat malu-malu membahas tentang sex dengan dirinya.     

"Sepertinya, kita tetap harus memperluas asrama putri, Dul." Kata Sofyan merubah topic pembicaraan.     

"Iya, Abah benar, asrama putri selalu bertambah banyak tiap tahunnya bahkan telah melebihi santri putra banyaknya, kita harus memperlebar asrama putrid sesegera mungkin, Bah."     

"Berarti kita memerlukan tambahan dana untuk pembangunannya." Ucap Sofyan sambil berpikir.     

"Abdul masih ada tabungan, kebetulan waktu Abdul bertanya pada Yola ingin membeli apa? Dia bilang tidak ingin beli apa-apa, hanya ingin rumah untuk kami, tapi jika Yola berangkat ke negara A, sepertinya kami belum membutuhkan rumah dalam waktu dekat, bagaimana jika uang itu Abah gunakan dulu saja?"     

"Jangan itu tabungan masa depan kamu sama Yola, Abah tahu kamu baru saja mendapat proyek bebas, tapi Abah tidak mau menggunakan uang itu. Tabung saja uang kamu, untuk bisaya pendidikan Yola dan dirimu."     

"Inshaallah uang untuk bekal Yola hidup dinegara A, sudah Abdul siapkan, Abah pakai saja uang itu untuk membangun asrama putrid."     

"benarkah?" Tanya Sofyan yang tak menyangka jika anak dan menantunya ini sangat pandai dalam membelanjakan uang.     

"Kau bicarakan dulu sama Yola, lalu beri tahu Abah, kalau Yola setuju Abah memakai uang kalian, maka Abah akan pakai, namun jika Yola tidak setuju dan ingin membelanjakan yang lain, juga tidak apa-apa, itu hak Yola dan juga kamu."     

"Baik, Bah. Nanti Abdul bicara dengan Yola. Walau Abdul yakin Yola pasti akan setuju jika uang itu Abah gunakan untuk pembangunan pesantren."     

Sofyan tersenyum, "Kamu memang tidak salah memilih perempuan, walau dia anak orang kaya tapi tidak manja, dan tidak boros. Abah salut dengan Yola. Pantas kamu cinta banget sama dia."     

"Dari mana Abah tahu?"     

"Kita berdua sama-sama laki-laki yang mencintai perempuan, jadi tidak perlu ditanyakan dari mana Abah tahu."     

"Ayo kita pulang, sebentar lagi Dzuhur, Abah mau mandi lalu mengajar santri putra."     

"Baik, Bah."     

Abah sofyan dan Abdul berjalan menyusuri jalanan komplek pesantren, sesekali mereka berhenti karena berpapasan dengan santri putra yang ingin salim dengan Abah dan Abdul. Lalu mereka kembali melanjutkan langkah mereka menuju ke rumah.     

"Assalamualaikum." Ucap Abdul dan Abah saat masuk ke dalam rumah.     

"Waalaikumsalam." Ucap Umi dan Yola yang langsung berdiri dari duduk mereka lalu meraih tangan para suaminya untuk bersalaman dan mencium pungung tangannya.     

"Umi sudah siapkan air untuk Abah mandi." Ucap Umi yang langsung bergelayut manja dilengan sang suami.     

"Terimakasih umi." Ucap Sofyan, lalu mencium puncak kepala istrinya. Yola dan Abdul mengikuti Umi dan Abahnya masuk ke dalam ruang keluarga, sejenak mereka duduk disana sekedar untuk menghilangkan keringat yang mengucur karena cuaca yang panas.     

"Yola, apa yang kamu lakukan dari tadi sama Umi?" Tanya Abah.     

"Yola bantuin Umi, Bah. Ternyata Yola pinter juga mengelola keuangan, ternyata dia juga ahli akuntansi." Jawab Abahnya sebelum Yola sempat menjawab.     

"Wah, seneng dong umi, sekarang ada yang bantu." Kata Abah.     

"Iya dong."     

"Bagaimana pembangunan Asrama putra abah?" Tanya Yola sambil menyodorkan air minum yang baru saja di antarkan oleh salah satu asisten rumah tangga mereka.     

"Ya, bagus. Tapi sekarang tinggal pembangunan asrama putrid saja, yang harus segera dilakukan." Jawab Sofyan, lalu menyeruput teh yang tadi di berikan oleh Yola.     

"Oh, kenapa ga sekalian di bangun saja, Abah?" Tanya Yola yang duduk disamping Abdul.     

"Ya itu masalahnya anggaran."     

"Abdul masih ada tabungan abah, bisa dipakai dulu, iya kan Abdul?" Tanya Yola sambil menoleh pada Abdul.     

"Baru aku mau membicarakan ini sama kamu, nanti habis sholat, eh,kamu udah ngijinin duluan. Ya udah, Bah. Karena Yola setuju, Abdul kangsung transfer ke Abah saja uangnya." Ujar Abdul pada Abah.     

"Alhamdulilah, terimakasih anak-anak Abah, kalian benar-benar membuat Abah bangga." Ucap Sofyan pada Yola dan Abdul.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.