aku, kamu, and sex

Menantuku luar biasa.



Menantuku luar biasa.

0Setelah mereka sarapan, Abdul dan Danil langsung pergi ke kantor sedangkan Yola mengobrol di rumah bersama Lala dan Bundanya, begitu juga dengan yusuf dan Pak Karim yang diberikan waktu untuk jalan-jalan dan berlibur di kota itu.     
0

"Ayah, kantor ayah besar sekali." Kata Abdul menatap gedung pencakar langit milik Danil.     

"Suatu saat ayah yakin kantor kamu melebihi kantor ayah." Sahut Danil lalu mengajak Abdul masuk ke dalam gedung perkantoran dimana ruangan Danil berada.     

"Selamat pagi, tuan." Sapa Yogi pada Danil dan agak terkejut karena menyadari jika Danil tidak datang sendirian.     

"Selamat pagi Yogi, oya, ini suami Yola. Abdul." Kata Danil yang membuat Yogi melongo.     

"Su… Suami?" Ulang Yogi dengan dahi berkerut tak mengerti apa kah bosnya ini sedang bercanda?"     

"Iya, pacar halalnya Yola." Ucap Danil lalu melangkah mendahului Yogi yang masih terbengong.     

"Selamat Pagi, Pak Yogi." Sapa Abdul sambil tersenyum pada Yogi yang menatapnya bingung.     

"Kenalkan Pak, saya Abdul." Kata Abdul sambil mengulurkan tangannya berjabat tangan.     

"Yogi." Jawab Yogi dengan membalas uluran tangan Abdul.     

"Mari keruangan tuan Danil_Ehm." Yogi bingung harus memanggil Abdul dengan sebutan apa.     

"Abdul saja, Pak." Kata Abdul sambil tersenyum.     

"Baik, ayo ke ruangan pak Danil, Nak Abdul." Ucap Yogi.     

"terimakasih, silahkan pak." Yogi dan Abdul berjalan beriringan mengejar Danil yang telah berjalan terlebih dahulu dan menunggu mereka di depan lift khusus direktur.     

"Miting jam berapa, Yog?" Tanya Danil pada Yogi yang masih berdiri kaku di samping Abdul.     

"Jam 10 Tuan."     

"Ehm, baiklah. Abdul nanti kamu ikut Ayah meeting ya." Ucap Danil sambil melirik Abdul.     

"Baik Ayah."     

"Yogi berikan berkasnya pada Abdul, agar dia bisa mempelajari berkasnya." Perintah Danil membuat Yogi mengerutkan dahi, pasalnya Abdul terlihat sangat muda, Yogi seakan tak percaya dengan kemampuan yang dimiliki Abdul.     

Lift yang membawa mereka sampai di lantai tempat dimana kantor Danil berada. Mereka bertiga lalu keluar dan menuju ke ruangan Danil.     

Yogi dengan sigap membukakan pintu untuk Danil dan Abdul, lalu dirinya ikut masuk ke dalam ruangan Danil.     

"Ini berkas meeting kita nanti, Nak Abdul." Ucap Yogi sambil memberikan map yang di dalamnya terdapat lembaran-lembaran kertas berisi proposal dari klien dan juga berkas pendukung lainnya pada Abdul.     

"Terimakasih, Pak." Ucap Abdul sesopan mungkin.     

"Kamu tenang saja, Yog. Abdul sudah handal dalam urusan seperti itu, lagi pula klien kita ini juga salah satu klien Abdul dalam suplai kertas. Benar Abdul?"     

Abdul yang sedang membaca berkas dari Yogi, kemudian mendongak, lalu mengangguk sambil menoleh pada Yogi.     

"Kenapa kita bisa mempunyai klien yang sama, ayah? Padahal bidang perusahaan kita berbeda." Ucap Abdul.     

"Pemilik Pabrik kertas itu tidak hanya mencetak kertas untuk keperluan percetakan tapi juga untuk keperluan interior rumah, seperti wallpaper dan lain sebagainya." Terang Danil.     

"Tapi Ibu pemilik kantor ini sangat tidak aku sukai sebenarnya."     

"Itu sebabnya aku menyuruhmu ikut meeting ini, karena ayah yakin, kamu bisa menangani wanita itu, wanita itu memang sangat licik, beberapa kali Ia menggunakan cara kotor untuk mendapat Ayah dan juga Abahmu, tapi alhamdulilah Allah masih menjaga kami." Terang Danil sambil bersandar di kursi kerjanya.     

"Iya, Abdul tahu tentang itu, karena semenjak itu ayah tidak mau lagi bertemu dengan dia, dan selama itupula selalu Abdul yang menemuinya saat meeting." Kata Abdul sambil menatap Danil.     

"Sayangnya Abdul belum punya supplier baru dengan kualitas bagus untuk menggantikannya. Jikalau ada tentu Abdul lebih suka memutus kerjasama dengannya dan bekerja sama dengan perusahaan lain." Lanjut Abdul.     

"Ya, nanti akan ayah bantu mencarikanmu pabrik kertas dengan kualitasyang jauh lebih bagus agar kamu bisa terlepas dari perusahaan wanita sinting itu."     

"Terimakasih, Ayah." Ucap Abdul sambil mengangguk.     

"Jadi, Nak Abdul ini pemilik perusahaan percetakan terbesar di kota M?" Tanay yogi sambil menatap Danil dan Abdul bergantian.     

"Dia ini, Putra sulung Sofyan, sahabatku." Kata Danil sambil menatap Yogi.     

"Oh, pantas saja. Dia pandai walau masih muda."     

"Ya, kamu benar."     

"Tuan, tempo hari ada yang mencari lukisan yang seperti itu. Tapi kenapa mencarinya ke kantor kita tuan?" Tanya Yogi.     

"Ya, karena yang membuat lukisan itu adalah pacara Jhonatan, dan aku yang menyuruhnya untuk mencantumkan nama kantor ku, untuk pemesanan lukisannya, karena rencananya aku akan membuatkan galeri lukisan pribadi untuk Lala, di gedung sebelah."     

"Ow gitu, baiklah, saya akan menyuruh orang untuk segera mendesain gedung samping agar bisa menjadi galeri pribadi Nona Lala."     

"Ya, sebaiknya secepatnya."     

"Baik, Tuan."     

"Jhonatan memang pintar memilih perempuan, pantas saja dia tidak merespon sama sekali perempuan yang naksir sama dia, ternyata sudah memiliki perempuan idaman yang cantik dan berbakat." Kata Abdul dengan tersenyum.     

"Ya, awalnya Jhonatan tak berani mengungkapkan perasaannya pada Lala, dan malah cenderung apatis terhadapnya, lalu sebuah peristiwa menyadarkan Jhonatan jika Ia memang mencintai Lala, sebelum berangkat ke pesantren dia meminta pada orang tua Lala, untuk mengijinkan Lala menunggu dirinya, Alhamdulilah orang tua Lala, tidak keberatan, lalu tanpa sepengetahuan Jhonatan, ayah melamar Lala untuknya."     

"Oh begitu rupanya, gercep juga ayah ini ternyata." Kata Abdul sambil tersenyum.     

"Sama seperti Abah kamu, kirain Cuma melamar, tahunya akad sekalian." Tembak Danil tepat sasaran.     

"Ya dari pada Abdul keduluan yang lain." Kata Abdul, Yogi dan Danil tertawa kecil lalu melanjutkan pekerjaan mereka, Yogi kembali ke ruangannya, sementara Abdul berada satu ruangan dengan Danil, membantu Danil mengerjalan pekerjaan kantornya yang menumpuk.     

"Ayah, PT. Atmaja itu…"     

"Atmaja…"     

"Ini." Ucap Abdul lalu menyerahkan berkas yang baru saja dia baca.     

"Mereka mengajukan proposal kerja sama pada perusahaan ayah. Tapi setahuku, perusahaan itu…"     

"Ya, perusahaan itu tersangkut masalah keluarga yang cukup pelik, bahkan kini menurut berita keluarga yang lain pindah keluar negeri, setelah Tuan Atmaja meninggal dunia beberapa bulan yang lalu, dan sekarang perusahaan itu dipegang oleh anak tirinya, sungguh tidak masuk akal, bagaimana anak tiri posisinya lebih kuat dari anak kandung?" Kata Danil membuat mereka berdua saling pandang dan berpikir mendalam.     

"Anaknya itu yang tersangkut kasus narkoba kan, Yah."     

"Iya kamu benar, Abdul."     

"Ini pasti ada yang tidak beres, Yah."     

"Kamu benar, kita harus hati-hati dengan perusahaan itu, ayah takut ada maksud terselubung dalam niatnya bekerja sama."     

"Ya, ayah sebaiknya cari tahu dulu terkait informasi saham yang dimiliki mereka, berita minggu lalu, banyak pemegang saham yang menjual saham milik mereka."     

"Ternyata kau sangat paham dengan perusahaan-perusahaan yang ada di negara ini, Abdul. Walaupun perusahaanmu tidak bekerja sama dengan perusahaan tersebut." Kata Danil dengan senyum bangga.     

"Ya, tetap saja pengetahuan tentang perusahaan lain, itu juga penting jika bukan untuk menjalin kerjasama paling tidak ada pengalaman mereka yang dapat kita petik menjadi pelajaran."     

Danil tersenyum bangga pada menantunya ini     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.