aku, kamu, and sex

Matt and Scoot



Matt and Scoot

0Scott memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, kepungan dari berbagai penjuru dari kepolisian membuat ia semakin sulit bergerak, ditambah lagi ini bukanlah negaranya yang dengan mudah menggunakan uang mereka untuk lolos dari jerat hukum.     
0

"Tidak ada cara lain, kita harus keluar dari mobil ini setelah masuk ke pasar sebelah sana." Ucap Scott     

"Itu akan membahayakan banyak orang."     

"Aku tidak peduli, yang penting kita lolos."     

"Baiklah." Matt tidak bisa membantah karena ini cara satu-satunya untuk bisa lolos dari kejaran polisi.     

"Bersiaplah, aku akan membiarkan mobil ini tetap berjalan untuk mengecoh mereka."     

"Oke."     

"Siap, 3,2,1."     

Brukkk     

Keduanya keluar dari mobil, dan langsung berlari masuk ke dalam pasar yang padat oleh pengunjung, adakalanya mereka harus berjalan santai layaknya para calon pembeli dipasar. Sampai di ujung jalan, Matt membuka kemejanya dan hanya memakai kaos ketat berwarna putih, kemudian mencegat taksi disana, jarak seratus meter taksi yang Matt naiki berhenti dan masuklah Scoot kedalam taksi itu.     

"Sialan. Arlita ternyata seorang polisi__ Brengsek!!!" Matt mengumpat kesal.     

"Sudah berapa kali aku bilang, tak ada perempuan yang benar-benar tulus mencintai kita, kamu terlalu naïf, inilah akhirnya." Jawab Scoot sambil melepas bajunya yang penuh peluh.     

"Tapi aku yakin, anak yang bersama Arlita adalah anakku." Ucap Matt sambil menyandarkan pungungnya, tangannya memijit keningnya yang berdenyut.     

"Apa!!! Anak?" Scoot kaget bukan main, bagaimana bisa sahabatnya ini tiba-tiba mempunyai anak?     

"Ya, usia anak itu jika aku hitung tepat ketika Aku dan Arlita masih bersama, dan juga wajahnya tak ada satupun dari anak itu yang tak mirip denganku, dan tak mungkin anak laki-laki itu."     

"Laki-laki yang mana lagi?" Tanya Scoot karena memang dia belum tahu perihal Ronald yang mengaku sebagai Daddynya Ramond.     

"Yang tadi aku jadikan Sandra."     

"Jadi dia suaminya Arlita?"     

"Aku rasa bukan, karena kata Ramond mereka tidak tinggal bersama." Ucap Matt sambil mengarahkan sopir taksi untuk menuju sebuah bangunan dikawasan perumahan elit.     

"Ramond?" Tanya Scoot semakin tidak mengerti.     

"Ck…ck… Ramond itu nama anak Arlita, kalau memang dia bukan anak Arlita tak mungkin ia beri nama anak itu 'Ramond'." Ucap Matt dengan nada sendu.     

"Kenapa?"     

"Karena nama itu adalah nama anakku dan Arlita jika kelak kami sudah menikah dan mempunyai anak."     

"Karena itu kamu yakin jika Ramond adalah anakmu."     

"Ya, aku yakin dia anakku."     

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan, kita sudah menjadi buronan di Negara ini sekarang."     

"Kita Cuma jadi buron karena kasus penculikan dan penodongan, aku rasa tak seberapa hukumannya." Ucap Matt enteng.     

Sedangkan Scoot menatap Matt dengan tatapan tak mengerti. "Dasar sinting."     

"Tidak ada yang tahu sepak terjang kita dalam dunia hitam dinegara C,"     

"Bagaimana jika Arlita tau, dan aku sangat yakin Arlita banyak mengetahui tentang kita, atau jangan-jangan Arlita adalah bagian Interpol yang menyamar dan membuatmu jatuh cinta agar semakin mudah menangkapmu."     

"BRENGSEK!!Kau Scoot!! Arlita tak mungkin seperti itu."     

"Ayolah, Matt. Arlita seorang polisi, lalu untuk apa dia berada di Negara R waktu itu kalau bukan untuk menyelidiki kita?"     

Matt terdiam dan hanya mencerna kata-kata sahabatnya, benarkah? Benarkah Arlita hanya memanfaatkannya untuk misi pribadinya? Lalu jika benar dia menggunakan dirinya untuk penyelidikan, kenapa Arlita tak menangkapnya ketika masih tinggal bersama. Pikiran Matt melayang memikirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya dan Arlita.     

"Aku tak perduli Arlita seorang polisi, atau bukan, yang jelas aku harus mengetahui apakah Ramond itu anakku atau bukan." Ucap Matt datar.     

"Jika Ramond memang anakmu, apa yang akan kau lakukan?"     

"Aku akan membawanya pergi dari hidup Arlita."     

"Jika dia bukan anakmu."     

"Aku akan habisi mereka semua, karena bermain-main denganku." Ucap Matt dengan rahang yang mengeras hingga terdengar gemerutuk gigi-giginya yang saling beradu.     

"Sekarang kita akan kemana?"     

"Ke rumahku."     

"Apa!"     

"Kerumahku, apa kau tak dengar, aku sudah membeli rumah ini sejak pertama kali menginjakkan kaki dinegara ini."     

"Lalu kenapa kamu tinggal diapartemen?"     

"karena berdasarkan informasi dari Regan, Arlita juga tinggal di apartemen itu."     

"Jadi sebenarnya sudah berapa lama kau mengintainya?"     

"Sudah hampir satu tahun aku menyuruh Regan untuk mencari keberadaan Arlita, dan minggu lalu aku mendapatkan informasi dari Regan jika Arlita berada di Negara ini, dan tinggal di apartemen itu."     

"Kamu benar-benar gila, dan kau tak memberitahu aku jika kau menyuruh Regan untuk mencarinya."     

"Regan orang asli Negara ini, maka dia lebih mudah bergerak dari pada kita bukan?"     

"Kau benar, tapi aku pikir Regan kembali ke Negara ini untuk memperluas jaringan kita, bukan kah tugas terakhir kau menyuruh Regan untuk bernegosiasi agar bisa bertemu dengan pemilik pabrik senjata?"     

"Ya, kamu benar, tapi sayangnya pemilik pabrik itu menolak bertemu langsung dengan kita, dan hanya menyuruh anak buahnya saja untuk menemui kita."     

"Benar-benar sulit dideteksi orang ini, aku jadi semakin penasaran seperti apa sebenarnya orangnya?"     

"Sebentar… sebentar… aku mengingat sesuatu." Ucap Matt seolah sedang berpikir keras.     

"Apa?" Tanya Scoot yang sudah sangat penasaran.     

"Tadi laki-laki yang bernama Ronald menyebutkan semua identitasku, bahkan dia mengetahui segala bisnis ilegalku di Negara kita. Bagaimana dia bisa tahu?"     

"Ya dari Arlita lah, aku yakin itu, kamu benar-benar harus berhati-hati mulai dari sekarang."     

"Ronald bukan orang sembarangan di Negara ini, dia bisnisman terkenal, bisnisnya telah menggurita hingga keluar negeri,kamu benar, kita harus punya rencana yang benar-benar matang untung menghadapinya."     

"Sekarang hal pertama yang harus kita pikirkan adalah, bagaimana kau bisa mengetahui jika Ramond adalah anakmu, tanpa terdeteksi oleh kepolisian dan Arlita."     

Matt mendesah berat, pikirannya terbayang wajah Ramond yang lucu dan imut, bagaimana anak itu menceritakan tentang sekolahnya, bagaimana anak itu membaca dengan fasih hafalannya, walau Matt tak paham dengan apa yang sedang di lantunkan sang anak pada waktu itu. Matt mengatupkan kedua matanya. Bayangan Ramond selalu muncul di dalam benaknya, hal itu semakin membuatnya yakin tentang satu hal. Ramond adalah anaknya.     

Sopir taksi yang sedari tadi hanya diam karena tak mengerti dengan bahasa yang mereka gunakan, kini terdengar mendinterupsi pembicaraan antara Matt dan Scoot, bahwa mereka telah sampai ditujuan mereka.     

Matt lalu membuka matanya, dan benar saja mereka sudah sampai di depan rumah besar dan mewah, setelah menelpon seseorang untuk membukakan pintu, baru mereka turun dari taksi.     

"Kau tidak takut sopir taksi itu melaporkan keberadaan kita pada polisi?" scoot berusaha mengingatkan sahabatnya tentang hal ini.     

"Tenang saja, lihat apa yang aku lakukan."     

Matt mensugesti sopir taksi agar seolah tak pernah mengingatnya, bahkan mereka tak pernah bertemu. Sang sopir tak menyadari sugesti yang diberikan oleh Matt saat ia menerima pembayaran taksinya. Kemudian pergi begitu saja.     

Scoot hanya geleng-geleng melihat aksi sahabatnya, sudah pasti jika tak ada Matt pasti Scoot dengan mudah akan menembak sopir itu dan membuangnya ke laut. Namun harus Scoot akui, sahabatnya ini walau seorang kepala gangster tapi tak akan mau membunuh atau melukai orang yang tak berdosa.     

Mereka masuk ke dalam rumah mewah dan besar, seketika mata Matt langsung membola melihat apa yang ada di dalam rumah itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.