aku, kamu, and sex

Bahaya mengintai



Bahaya mengintai

0Humaira masih berkutat dengan tugas kampusnya, beginilah ia ketika ada waktu luang dan tak ada pasien gawat darurat, maka ia akan disibukkan dengan tugasnya dari dosen pembimbingnya di kampus, dia harus segera menyelesaikan studinya. Jam makan siang sudah terlewat begitu saja tanpa ia sadari, tak terasa pergantian shift jaga pun sudah berganti.     
0

Pintu ruang kerjanya di ketuk dari luar, kepala calon kakak iparnya menyembul di balik pintu.     

"Ra." Panggil Ronald.     

Humaira sontak mendongak menatap siapa yang telah memanggilnya, Humaira memeperlihatkan senyum simpul ketika melihat siapa yang datang.     

"Masuk, kak."     

Ronald membuka pintu ruang kerja Humaira sedikit lebar kemudian ia masuk bersama sang mama yang membuat Humaira tersenyum lebar, karena ini hal mengejutkan untuknya, ia tak menyangka jika sang mama calon suaminya akan datang mengunjunginya.     

"Mama." Humaira langsung membereskan pekerjaannya diatas meja, kemudian berdiri dan menghampiri calon mama mertuanya yang masih berdiri di ambang pintu sambil tersenyum.     

"Assalamualaikum, sayang."     

"Waalaikumsalam, ma." Jawab Humaira sambil mencium tangan dan pipi calon mama mertuanya.     

Ronald duduk di sofa ruang kerja Humaira, sambil mengamati isi ruangan itu.     

"Masuk Ma, silahkan duduk ma."     

"Kamu lagi sibuk, Ra?" Tanya sang mama yang tadi sempat melihat tumpukan kertas dimeja Humaira.     

"Ah enggak, Ma. Itu sebenarnya tugas kampus, karena sudah tidak ada pekerjaan jadi Ira menyelesaikan tugas kampus."     

"Ya Allah, Ra.. kamu itu butuh istirahat, kamu itu manusia bukan robot, jangan suka memforsir tenaga kamu, nanti kamu sakit gimana?"     

"Iya, ma." Jawab Humaira sambil nunduk.     

"Sudah makan siang, Ra?" Tanya Ronald sambil menatap kea rah Humaira, yang sedang menunduk kemudian mengeleng pelan.     

Ronald dan mama saling tatap, dan mengeleng. "Tuh, kan… makan siang aja sampe kamu lewatin." Ucap mama, kemudian mengeluarkan tempat makan dari papper bag.     

"Makanlah dulu, mama ga mau kamu sakit." Ucap mama lembut, sambil menaruh tempat nasi ke atas meja.     

"Pasien jantung waktu itu gimana kondisinya, Ra?" Tanya Ronald sambil memainkan ponselnya di sebelah tangannya.     

"Pak Syaiful maksudnya?" Tanya Humaira memastikan.     

"He'eh itu."     

"Alhamdulilah baik, operasinya berjalan lancar, dokter Shen memang luar biasa, beliau sangat berhati-hati dan teliti sekali."     

"Syukurlah kalau begitu, Ra."     

"Siapa itu Ronald? Sampai mengingatnya." Tanya sang mama.     

"Oh itu, apa mama masih ingat? Cerita cinta Rey yang ia ceritakan waktu menemani Ronald di rumah sakit karena kaki ini." Ucap Ronald sambil menunjuk kakinya.     

"Ya, nah Pak Syaiful itu orang tua si gadis itu."     

"Oh, iya. Yang Rey di tolak itu kan?"     

"Ya, itu benar, orangnya baru saja operasi jantung kemarin, Rey merekomendasikan dokter Shen untuk menangani Pak Syaiful."     

"Oh gitu, kamu ga cemburu, Ra?" Humaira hampir tersedak mendengar pertanyaan spontan dari sang calon mertua.     

"Maaf Ra, mama ga bermaksud buat kamu kaget." Lanjut sang mama.     

"Ga kok ma, Humaira ga cemburu, justru Humaira senang karena ternyata Rey bukan tipe orang yang pendendam, dan Humaira percaya sama Rey, dia bisa jaga hatinya untuk Humaira."     

Mama membelai pundak calon menantunya dengan sayang, " Rey ga salah milih kamu, Humaira."     

Humaira tersenyum begitu juga dengan Ronald, calon adik iparnya ini sangat dewasa dan bijaksana.     

"Oya, habis ini kita ke mall ya, Ra. Mama ingin minta temani kamu belanja, gimana? Atau kamu mau lanjutin ngerjain tugas kamu?"     

"Humaira temani mama aja, nanti tugas kampus bisa Humaira lanjutkan besok saja."     

"Oke, kalau gitu, antar mama ke mall habis itu kamu boleh balik ke kantor, nanti mama sama Humaira biar di jemput sopir aja." Ucap Sang mama pada Ronald.     

"Ya udah kita berangkat sekarang aja ma, Humaira sudah selesai makan kok." Ucap Humaira sambil merapikan tempat makan dan ia masukkan kembali ke paper bag yang sang calon merta bawa.     

Humaira mengambil tas yang tergantung di dekat rak buku. Kemudian mereka berangkat menuju mall, Ronald mengikuti langkah dua perempuan di depannya dengan santai sambil memainkan ponselnya.     

"Sudah siap nyonya?" Ucap Ronald ketika mereka ada di dalam mobil, dan segera meluncur ke jalanan yang padat.     

"Kamu ini." Ucap mama setelah setelah memasang sabuk pengamannya.     

"Kak Ronald ga keganggu kerjaannya antar kita ke mall dulu?" Tanya Humaira yang duduk tepat di belakang Ronald.     

Ronald melihat wajah Humaira dari kaca. "Ini kegiatan yang baru Ra untuk kak Ronald, dan menyenangkan bisa antar mama kemanapun, jangankan ke mall bahkan ke ujung duniapun akan kaka kantar."     

"Kakak benar-benar berbakti."     

"Ya, belakangan justru Rey yang cemburu sama kakak, karena mama lebih sering sama kak Ronald dari pada sama Rey."     

"Oya??"     

"Beneran, Ra. Ya kan ma?"     

"Iya, Rey sering sewot kalau mama sering sama kakaknya." Ujar sang mama sambil membelai lengan kekar Ronald.     

"Pasti lucu lihat Rey sewot."     

"Memang Humaira belum pernah lihat Rey sewot, terus morang maring ga jelas?"     

"Belum kak. Humaira sama Rey kan baru beberapa bulan kenal, jadi belum terlalu dekat sebenarnya."     

"lalu kenapa kamu menerima Rey?"     

"Karena Humaira yakin sama Rey."     

"Alhamdulilah, semoga kebahagiaan selalu bersama kalian ya." Ucap sang mama.     

"Amiin, ma."     

Tak berapa lama mobil yang membawa merekapun sampai di mall tujuan sang mama. Ronald menurunkan sang mama dan Humaira di lobi kemudian melanjutkan perjalanannya ke kantor untuk bertemu dengan Arya yang sudah menunggunya.     

Namun diperjalanan Ronald melihat mobil Arlita keluar dari sebuah gedung perkantoran dan melaju kencang, Ronald kemudian menghubungi Arlita untuk mencari tahu.     

"Assalamualaikum, lita."     

"Waalaikumsalam Ronald, bicaranya nanti saja aku sedang terburu-buru."     

"Ada apa Arlita?"     

"Ramond dibawa oleh Matt." Jawab Arlita dengan sedikit terisak.     

Ronald mematikan telponnya sepihak dan memilih mengikuti kemana arah mobil Arlita melaju, hingga mobil Arlita berhenti di sebuah gedung apartemen yang ia kenal, apartemennya dan Arlita. Ronald segera memberikan kunci mobil pada petugas parkir, dan berlari mengikut langkah Arlita yang terburu-buru.     

"Arlita!" teriak Ronald dari arah belakang Arlita.     

"Kenapa kamu kesini Ronald?"     

"Kalau menyangkut Ramond, berarti juga bersangkutan dengan diriku, Lita, kamu harus ingat bahwa aku Daddynya."     

"Aku takut Ronald, aku takut Matt akan membawa Ramond pergi."     

"Kamu tenang saja, aku tak kan membiarkan itu terjadi, Ramond tak kan kemana-mana, dia akan disini bersama kita." Ucap Ronald sambil membelai kepala yang tertutup jilbab warna hitam itu.     

"Matt marah, saat aku menolak untuk kembali padanya."     

"Apa? Matt mengajakmu kembali padanya?" Tanya Ronald sambil menatap Arlita dengan wajah penuh ke khawatiran.     

"Iya, dan aku ga mau kembali sama dia lagi, itu ga mungkin, jalan hidup kami berbeda."     

TING     

Lift yang membawa mereka ke sebuah apartemen akhirnya sampai di lantai yang mereka tuju. Arlita dan Ronald melangkah dengan pelan mendekati sebuah apartemen yang Arlita yakini itu adalah apartemen yang di tempati Matt.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.