aku, kamu, and sex

Aku, kamu, end



Aku, kamu, end

0Pintu ruang rawat yang di tempati oleh Ronald terbuka perlahan, kemudian muncul sosok tinggi besar, dengan wajah yang rupawan. Ronald kaget melihat siapa yang datang, dia mengira itu adalah Rey adik nya tetapi ternyata dia salah.     
0

"Apa kabar Ronald?"     

"Aku baik." Jawab Ronald canggung.     

Lelaki yang baru masuk ke ruangan itu kemudian menarik kursi di samping ranjang Ronald.     

"Maaf aku baru sempat menjengukmu, bagaimana keadaanmu?"     

"Tidak apa-apa aku tahu kamu sibuk, aku juga sudah baik-baik saja, hanya harus menunggu waktu untuk terapi, agar kakiku bisa berjalan lagi."     

"Baguslah kalau begitu, Ronald..."     

Ronald menatap pria yang duduk disampingnya.     

"Sebaiknya hubungan kita berhenti sampai disini saja, aku ingin hidup bahagia dengan istriku, aku harap kamu juga bisa hidup bahagia dengan seseorang suatu saat nanti."     

Mendengar kalimat yang terlontar dari orang yang selama ini dia kasihi, rasa sakit menghujam tepat di hatinya, walau dia sadari hubungan mereka memang harus berakhir, namun Ronald benar-benar tak menyangka akan sesakit ini, dia sudah begitu dalam mencintai Danil, yah... pria yang datang berkunjung adalah Danil.     

"Aku rasa juga begitu, semoga kau bahagia bersama Jelita, jagalah dia baik-baik, karena sekarang dia juga adikku, anggaplah tidak pernah terjadi apa-apa diantara kita, Danil."     

"Tapi aku berharap kita tetap bersahabat."     

"Tentu, kamu dan ayah adalah orang yang selalu mendukungku selama ini, aku tidak akan lupakan itu."     

"Kalau begitu aku pamit, dan saranku, datang ke psikiater dan ikut terapi supaya kamu bisa kembali menjadi seorang laki-laki sejati."     

"Maaf Danil, sebelum kau memberi saran itu, aku sudah tiga kali ikut terapi, makanya aku bisa menghadapi mu hari ini, kalau tidak aku pasti sudah mencium mu dari tadi."     

"Hahahahah.." Danil terbahak mendengar kata-kata itu dari mulut Ronald, sungguh dia tak mengira ternyata Ronald bisa secepat itu berubah, namun dalam lubuk hatinya bersyukur sahabatnya ini benar-benar akan berubah seperti dirinya.     

"Baiklah, semoga Allah selalu melindungi kita, Ronald."     

"Amiin."     

"Aku pamit, Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam."     

Sepeninggal Danil, Air mata Ronald menetes tak mampu ia bendung, dia kehilangan cintanya, benar-benar hilang, walau dia harus ikhlas melepas Danil, tapi menghilangkan cinta yang sudah bertahun-tahun berada diantara mereka itu tidak lah mudah,     

Ronald mengambil smartphonenya, kemudian mendial nomor orang kepercayaannya.     

"Hallo, Tuan." Suara Tyo     

"Suruh anak buahmu untuk melindungi Danil dan istrinya, aku yakin ketidak hadiran kami berdua akan berimbas buruk pada perkumpulan gay, dan pasti mereka akan menyelidiki dengan detail, aku takut Danil akan menjadi sasaran mereka, karena pasti Danil tidak akan lagi mau menyumbangkan uangnya untuk para gay itu."     

"Baik, Tuan akan kami laksanakan."     

"Bagus, ingat jangan lengah sedikitpun, aku tidak mau mereka dalam bahaya."     

"Baik, Tuan."     

"Bagus."     

Ronald mengakhiri panggilan telponnya, matanya memandang langit-langit kamar rawat inap yang dia tempati, sedangkan pikirannya berkelana jauh memikirkan keselamatan orang-orang yang dia sayangi.     

Tidak pernah ada yang tahu, bahwa selama ini Ronald mempunyai anak buah yang begitu banyak, karena dia juga mempunyai usaha di dunia hitam, jual beli senjata ilegal. Semua dia lakukan untuk mengetahui sipa pelaku dibalik penculikan dirinya yang menyebabkan kekacauan dalam keluarganya, walau kata sang ayah pelakunya sudah tertangkap namun inting Ronald menyatakan bahwa orang di balik penculikan itu masih ada hingga kini dan belum tertangkap.     

Ronald yakin dengan kemunculan Rey yang notabene adalah adik Ronald maka akan memicu kemunculan dari penculik itu untuk menghancurkan keliuarganya lagi. Belum lagi Ronald dan danil harus berurusan dengan para anggota perkumpulan gay, walau selama ini mereka selalu menyamar jika datang ke acara-acara yang diadakan oleh perkumpulan gay.     

Ronald kembali menekan tombol di telpon pintarnya, dan berhenti kala ia menemukan nama Rey disana.     

"Assalamualaikum, Kak... ada apa, kakak memerlukan sesuatu?"     

Ronald menghela napas panjang.     

"Kamu ada dimana adik kecil?"     

"Aduh, kakak kenapa masih panggil aku adik kecil sih? bagaimana kalau ada yang dengar, aku malu kak."     

"Dasar anak kecil, ini di telpon, mana mungkin ada yang dengar, sekarang katakan kau ada dimana?"     

"Aku dikantor, hari ini Jelita tidak datang jadi aku harus ke Chandra Corp sebentar, sebelum kembali ke kantor kakak."     

"Ow, apakah Jelita sakit? kenapa dia tidak ke kantor?"     

"Sepertinya dia tidak sakit, hanya saja katanya dia sedang menjalani hukuman dari Danil, karena menyembunyikan jati dirinya."     

"Hukuman? ada-ada saja."     

"Apa kakak cemburu?"     

"Cemburu?? kau lebih mengada-ada, sudahlah lupakan, kakak hanya ingin kamu berhati-hati banyak orang yang akan mengincarmu, setelah mereka tahu kalau kau adalah adikku, kamu mengerti?"     

"Aku mengerti kak, aku akan berhati-hati, kakak juga harus pandai menjaga hati."     

"Apa sih kamu Rey?"     

"Hahahahaha... ya sudah kak aku harus bekerja lagi, Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam."     

"Dasar adik sialan, bisa-bisanya dia menggoda kakaknya." Gumam Ronald sambil menatap layar ponselnya.     

"Siapa yang kau sebut adik sialan, hm?"     

Ronald kaget setengah mati, dia menoleh ke sofa yang ada di sudut ruangan.     

"Mama sejak kapan ada disitu?"     

"Sejak kamu ngomel ga jelas sama adik sialan kamu."     

"Maaf, Mah..."     

"Ga apa-apa, semua bik-baik saja kan?"     

"Iya mah,"     

"Kata Rey, hari ini kamu mulai fisioterapi?"     

"Iya mah,"     

"Berarti kamu harus makan yang banyak, supaya kamu kuat., mama akan temani kamu terapi hari ini."     

"Terimakasih ma..."     

"Tidak perlu terimakasih, mama juga mama kamu, kamu juga anak mama sama seperti jelita, dan Rey.'     

"Rey sangat beruntung dibesarkan oleh orang sebaik mama dan papa."     

"Rey dan Jelita juga beruntung mempunyai kakak seperti kamu."     

"Sekarang kamu duduk, terus mama suapin ya."     

Ronald menarik tubuhnya untuk bersandar di kepala ranjang, dan dengan telaten mama Jelita menyuapi Ronald dengan penuh kasih, diselingi canda tawa akhirnya makanan di dalam piring tandas tak tersisa.     

Beberapa menit kemudian Ronald dan mama Jelita sudah berada diruang terapi, Ronald mulai di tuntun oleh perawat untuk mulai terapinya, dengan penuh semangat Ronald menuruti semua apa yang dikatakan perawat dalam proses terapinya, sesekali dia melirik ke arah mama Jelita yang selalu tersenyum ke arahnya memberi semangat agar Ronald tetap menjalankan terapinya walau terasa sakit di sekujur tubuhnya, namun demi mama angkatnya dan demi keluarganya yang lain dia tetap semangat dan bertekad harus sembuh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.