aku, kamu, and sex

Mulai Ganas



Mulai Ganas

0"Jelita.." Panggil Danil yang sedang duduk di tepi ranjang sambil menunggu Jelita berganti baju.     
0

"Ya Mas." Jelita mendekati Danil.     

"Kemarilah." Ucap Danil sambil mengulurkan tangannya pada Jelita.     

Jelita meraih uluran tangan Danil dan duduk di pangkuan Danil.     

"Jadi, siapa yang mengajarimu bela diri? dan terun dari balkon seperti ninja, Hm?" Tanya Danil sambil memeluk tubuh Jelita dan meletakkan kepalanya di ceruk leher Jelita.     

"Di Pesantren dulu aku ikut ekstrakurikuler bela diri." Jawab Jelita agak gugup.     

"Termasuk terjun dari balkon?" Tanya Danil lagi.     

"Itu, itu bukan, tapi... aku terbiasa melakukan itu sama Rey." Jawab Jelita.     

"Jadi Rey yang mengajarimu?" Tanya Danil memastikan.     

"Bukan, Bukan begitu..."     

"terus bagaimana, Hem.." Tanya Danil sembari tangannya menelusup kedalam piyama dan mencari sesuatu yang bisa ia pegang, dan remas.     

"Aghhhh, Mas Danil." bukan jawaban namun desahan yang keluar dari bibir Jelita.     

"Terus bagaimana, sayang?" Danil terus mengoda Jelita dengan remasan-remasan yang makin menggoda Jelita.     

"Mas Danil jangan begini, aku... aku... aaaggghhh." Jelita tak mampu melanjutkan kalimatnya ketika Danil meremas kedua gundukan didadanya secara bersamaan.     

"Lalu, apa harus begini?" Danil langsung membalikkan posisi, kini ia berada di atas tubuh Jelita.     

"Begini Mas Danil..." Kata Jelita yang langsung melumat bibir Danil dengan lembut, Danil tersenyum senang disela-sela ciumannya.     

"Kamu mulai ganas ya." Kata Danil kemudian menanamkan ciuman pada bibir istri mungilnya.     

Dan malam itu mereka menghabiskan dengan desahan dan lenguhan yang menguras tenaga, Danil selalu ingin lagi dan lagi memasuki tubuh istrinya, sedangkan Jelita berusaha memberikan kepuasan untuk suaminya, bukan hanya untuk suaminya tapi juga untuk dirinya, Jelita selalu menikmati permainan Danil, begitu juga dengan Danil yang selalu on jika didekat Jelita, padahal sebanyak apapun dulu perempuan seksi menggodanya tak satupun yang berhasil membuatnya on dan puas, hanya Ronald yang mampu memuaskannya, hingga Jelita hadir kembali di kehidupannya.     

Sementara di tempat lain, Rey sedang berjalan di koridor rumah sakit, niatnya dia hanya ingin duduk ditaman untuk menghirup udara segar, namun ketika melintasi mushola rumah sakit, langkahnya terhenti, telinganya mendengar suara merdu yang sedang melantunkan ayat suci al-qur'an. Tanpa sadar dia duduk dipelataran mushola dan terus mendengarkan suara merdu itu sambil melihat kedalam mushola dan hanya ada seorang perempuan menggunakan mukena putih yang duduk bersila membelakanginya.     

Tak berapa lama perempuan itu menghentikan kegiatannya membaca al-qur'an, dan Rey masih duduk sambil mengamati perempuan itu, namun ia memalingkan wajahnya ketika perempuan itu hendak melepaskan mukenanya, dan setelah beberapa menit perempuan itu keluar dari mushola, dan duduk tak jauh dari Rey sembari memakai sepatunya. Rey tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengenal perempuan itu, perempuan berhijab maroon dengan wajah putih bersih.     

"Assalamualaikum." sapa Rey     

"Waalaikumsalam," jawab perempuan berhijab itu tanpa menoleh ke arah Rey dan masih sibuk mengikat sepatunya.     

"Maaf apa tadi kamu yang mengaji di dalam?" Tanya Rey sesopan mungkin.     

"Iya, ada apa ya mas? apa saya menganggu? saya kira sudah tidak akan ada yang lewat karena sudah malam." Jawab perempuan itu.     

"Perkenalkan nama saya Reynald, panggil saja rey." sambil menangkupkan kedua tangannya didada.     

"Saya Humaira, panggil saja ira." Jawab Humaira dan melakukan hal yang sama dengan Rey, menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya.     

"Mbak Ira.." Kata Rey yang langsung di potong oleh ucapan Humaira.     

"Ira aja ga usah pakai mbak." Ujar Humaira.     

"Oh, Oke... bagaiman kalau kita ngobrol dikantin saja, sambil pesan kopi." Tawar Rey pada Humaira.     

Dan dijawab anggukan oleh Humaira.     

Malam yang begitu indah dihiasi bintang yang berkelip dan satu rembulan bulat dengan sinarnya yang meneduhkan, dua sejoli berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sudah mulai sepi.     

"Suara bagus ra." Puji Rey tulus.     

"Trimakasih, masih banyak yang lebih bagus dari pada saya." Ucap Humaira dengan tersenyum.     

"Kopi?" Tawar Rey setelah mereka sampai dikantin rumah sakit.     

"Boleh." Jawab Humaira yang sedang menarik salah satu kursi didepan stan kopi.     

"Kopi dua pak." Ucap Rey pada pelayan kantin,     

"Oya, ra, kamu disini ngapain? maksudnya keluargamu ada yang sakit?"     

Humaira mengeleng.     

"Saya dokter umum, tapi sedang melanjutkan spesialis anak, kebetulan saya sedang menggantikan temen saya untuk piket jaga malam ini."     

"Ow, ternyata kamu dokter. kebetulan kalau begitu." Ujar Rey     

"kebetulan?" Ucap Humaira sambil mengerutkan dahi.     

Rey tidak langsung menjawab karena ada pelayan kantin datang mengantar kopi pesanan mereka. Setelah meletakkan dua cangkir kopi dimeja, pelayan itu meninggalkan mereka berdua.     

"Sebenarnya aku sedang cari guru ngaji untuk anak-anak dipanti asuhan yang dikelola oleh mama dan teman-temannya, makanya tadi sengaja aku menunggu kamu selesai mengaji, siapa yahu kamu bersedia mengajar ngaji di panti, sekaligus memberikan pelayanan kesehatan gratis untuk mereka." Ucap Rey kemudian menyesap kopinya.     

"Wah, sepertinya menyenangkan, tapi aku lihat jadwal dulu, karena aku harus membagi waktu antara kuliah, dan praktik di rumah sakit."     

"Oke, tidak masalah aku akan menunggu kabar darimu, ayo diminum kopinya nanti keburu dingin."     

"Oh ya... trimakasih." kata Humaira kemudian ikut menyesap kopi dihadapannya.     

Rey memang terlalu asik bercakap dengan Humaira sang dokter cantik yang berhasil mengusik perhatiannya. di meja lain ada satu perempuan yang sedang mengamati keakraban mereka berdua, Arlita. Selepas dari kamar Ronald Arlita hendak menerima telpon dari anak buahnya sekaligus meminum kopi, namun tak disangka justru dia bertemu dengan Rey dan gadis cantik bersamanya.     

'Cantik juga ceweknya Rey, pantes dia ga tergoda sama penampilanku, ternyata wanita seperti itu seleranya.' Gumam Arlita.     

Setelah menghabiskan secangkir kopi Arlita segera meninggalkan kantin rumah sakit menuju ke Apartemennya.     

Selama diperjalanan pikiran Arlita tertuju pada sosok yang selama ini seakan menolaknya, Rey. Entah sejak kapan Rey selalu mengisi pikiran dan mungkin sekarang sudah sampai di hatinya. Namun Arlita sadar dia dan Rey berbeda dalam segala hal, terutama keyakinan. Arlita adalah seorang yang tidak terlalu mempercayai adanya Tuhan, walau dikartu Identitasnya tertera keyakinan yang ia anut.     

Pengalaman pahit hidupnya selama ini membuat dia sulit untuk mempercayai adanya Tuhan, ditambah selama ini tidak ada yang menunjukkan bahkan mengingatkan akan adanya Tuhan dalam hidupnya, membuat Arlita hidup dengan bebas walau dia tetap memegang teguh norma dan sopan santun.     

Namun setelah Ia bertemu dengan Rey, yang tak ingin menyentuhnya bahkan melihat tubuhnya yang terekspos saja Rey enggan, membuat Arlita berpikir bagaimana Rey bisa sebegitu percayanya dengan adanya Tuhan, apalagi mengingat wanita yang duduk didekat Rey, terlihat dengan jelas mereka mengobrol dengan sangat akrab membuat dadanya tiba-tiba merasa sesak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.