aku, kamu, and sex

Kasih sayang seorang kakak



Kasih sayang seorang kakak

0Rey melompat dari ranjang milik Ronald, sedari sore Ronald memilih duduk di sofa sambil mengerjakan pekerjaan kantornya yang dibawakan oleh Rey dan asistennya, Sedangkan Rey menggunakan ranjang rumah sakit Ronald untuk merebahkan diri, namun dia terkejut melihat isi pesan yang dikirimkan oleh Jelita.     
0

"Ada apa Rey? aku belum mengusirmu dari ranjangku, kenapa kau sudah bangun?"     

"Ada sesuatu yang terjadi pada Jelita dan Danil kak?"     

"APA?!!" apa yang terjadi dengan mereka?"     

"Ada orang yang menyerang rumah mereka, dan melemparkan bom molotov, aku rasa itu sebuah peringatan untuk Danil dan Jelita, tapi siapa yang melakukannya?"     

Ronald tidak menjawab pertanyaan adiknya, pikirannya tertuju pada kelompok yang mengincar danil dan dirinya pasti itu akan juga menyeret Jelita, ini tidak bisa dibiarkan, Ronald buru-buru mengambil ponselnya yang ia letakkan diatas meja. Namun setelah telpon itu tersambung, dia justru mendengar suara dering ponsel di depan pintu masuk ruang rawatnya. Ronald dan Rey melihat ke arah pintu masuk, disana berdiri Arlita yang sudah membuka pintu ruangan itu.     

"ARLITA." Kata Rey dan Ronald bersamaan.     

Hal itu membuat Rey terkejut begitu juga dengan Arlita, Rey mengira jika Arlita mencarinya, sedangkan Arlita terkejut karena tidak menyangka akan bertemu Rey disini. Walau sekarang dia tahu bahwa Rey ternyata adik dari Ronald,     

"Arlita, kenapa kamu kesini?" Tanya rey sedikit kesal dengan Arlita, image Arlita yang seorang pemabuk masih saja melekat pada ingatan Rey, dan dia selalu menjauh terhadap perempuan seperti itu, dan dia pikir masalah tentang kejadian beberapa hari lalu sudah selesai, jadi untuk apa lagi dia mencarinya.     

"Maaf Rey, aku tidak mencarimu, tapi aku mencari Ronald." jawab Arlita sambil melirik ke arah Ronald yang sedang menatap ke arahnya dan Rey bergantian.     

"Ronald? Kakak ku?" Tanya Rey meyakinkan diri, sekarang Rey yang menjadi penasaran, apa hubungan dia dengan kakaknya.     

"Rey, kamu jangan salah paham, Arlita adalah temanku sekaligus rekan kerjaku, justru aku barusan yang menelponnya, ternyata dia sudah ada di depan pintu, ada yang ingin aku tanyakan padanya, dan kamu berhak tahu, ini menyangkut Jelita."     

"Jelita? Apa hubungannya dia dan Jelita?" Tanya Rey sambil melangkah menuju sofa dekat kakaknya, di ikuti Arlita yang juga duduk di sofa single diseberang mereka.     

"jadi Rey, arlita ini adalah seorang polisi." Ucap Ronald, dan Rey melotot tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar.     

"Jadi saat Arlita pertama kali bertemu denganmu, dia baru saja selesai melakukan penyamaran dan sekaligus penggerebekan di sebuah club malam."     

Lagi-lagi Rey dibuat tercengang oleh kenyataan yang baru saja di sampaikan oleh kakaknya. Dia salah paham. Ya, dia salah menilai tentang Arlita.     

"Aku bekerja sama dengan dia untuk mengusut kasus penculikan yang dulu pernah aku alami, dan ternyata itu melibatkan mafia besar, dan untuk kaitannya dengan Jelita, saat ini aku dan Danil sedang di incar oleh dua kelompok besar yang satu adalah Mafia tentang perdagangan manusia dan obat-obatan terlarang yang disinyalir paman Danil adalah ketua dari kelompok itu, kelompok kedua adalah perkumpulan gay mungkin sudah tahu identitas Danil dan juga aku, mereka merasa kehilangan kami, karena..... karena kami donatur untuk setiap adanya pesta seks antar gay." sambung Ronald.     

"Astaghfirullahhaladzim, kakak serius?" Tanya Rey seakan tak percaya.     

"Aku serius dan kami terpaksa menjadi donatur karena perkumpulan itu masih ada hubungannya dengannya kelompok pertama yang dipimpin oleh pamannya Danil."     

"Dan sekarang keselamatan jelita ikut terancam, karena ambisiku untuk menemukan pelaku penculikan itu."     

"Kamu gila kak, kenapa kakak baru bilang sekarang, aku tidak mau terjadi apa-apa dengan Jelita." Ujar Rey emosi sambil berdiri dari duduknya dan berjalan mondar-mandir karena khawatir dengan keselamatan Jelita.     

"Aku sudah menyuruh pengawalku, untuk menjaga dan mengawasi Jelita dimanapun dia berada." Kata Ronald untuk menenangkan adiknya.     

"Kak, Mereka di rumah aja masih diserang, apa lagi mereka diluar rumah." Kata Rey sambil kembali duduk di samping Ronald.     

"Menurut pengamatanku, ini sebuah peringatan untuk danil, agar tidak ikut campur dengan masalah mereka, atau bisa dikatakan ini sebuah ancaman, karena menurut para pelaku mereka hanya disuruh untuk melemparkan bom itu disisis pagar rumah Danil, tapi ternyata aksi mereka sudah dipergoki oleh security maka dari itu mereka tidak bisa menghindari aksi pukul memukul tadi." Ucap arlita mengatakan apa yang ia ketahui.     

"Lalu siapa pelakunya? siapa yang menyuruh mereka untuk melemparkan bom itu?" Tanya Rey pada Arlita, Arlita mengelengkan kepalanya lalu menjawab;     

"Para pelaku hanya disuruh oleh orang tidak dikenal, mereka hanya preman jalanan yang di bayar untuk melakukan pengeboman itu." Jawab Arlita.     

"Mereka benar-benar pintar, menggunakan pihak ketiga untuk mengancam kita, supaya jejak mereka tidak terdeteksi." Ujar Ronald.     

"Lalu, kenapa Danil tidak mau menyebutkan nama pamannya saat aku bertanya padanya?" tanya Arlita pada Ronald.     

"Danil bukan tipe orang yang suka menuduh orang lain terhadap sesutu hal, apalagi hal itu belum ada bukti, terlebih ini menyangkut pamannya sendiri, anggota keluarga yang tersisa yang dia miliki dari mendiang ayahnya."     

Arlita mengangguk-anggukkan kepalanya, kini ia tahu mengapa Danil tak memberi penjelasan yang berarti saat diinterogasi dirumahnya tadi.     

"Lalu bagaimana kita akan menghadapi mereka? aku tidak mau terjadi apa-apa pada Jelita." Ujar Rey sambil menyandarkan pungungnya pada sandaran sofa.     

"Jadi hubungan kalian sama Jelita itu apa?" Tanya Arlita.     

"Jelita adalah adik kami." Jawab Ronald, dan sekarang Mata Arlita yang melotot tak percaya, kenapa semua menjadi tambah rumit, Kasus ini tak seperti yang ia bayangkan akan cepat selesai, karena sepertinya akan semakin melebar.     

"Tapi menurut penuturan para penjaga rumah Danil, Jelita mempunyai ilmu beladiri yang bagus, aku rasa kalian terlalu berlebihan mengkhawatirkannya." Ucap Arlita enteng, dan menuai pelototan tajam dari Rey.     

"Sebagus apapun bela dirinya, dia tetap saja seorang perempuan, dan satu hal yang kamu harus tahu dan kamu ingat, kami sangat menyayanginya, dia adik perempuan satu-satunya yang kami miliki." Ujar Rey dan beranjak dari duduknya kemudian keluar dari ruangan meninggalkan Ronald dan Arlita yang terdiam dan menatap kepergian Rey.     

"Maafkan sikap adikku, dia memang sangat menyayangi Jelita, dia lebih dekat dengan Jelita dari pada aku." Ucap Ronald tak enak dengan Arlita karena sikap Rey.     

"Aku yang keterlaluan, mungkin aku yang merasa Jelita sangat beruntung dikasihi oleh tiga pria sekaligus, dua kakak dan satu lagi suaminya, tidak seperti diriku yang terbuang."     

"Tak usah sedih, aku sudah bilang kau bisa menganggap aku lebih dari sahabatmu, kau bisa menganggap aku sebagai kakak kamu juga." Ucap Ronald sambil tersenyum ke arah Arlita.     

"Trimakasih Ronald, kau memang selalu ada untuk ku, bahkan kalau tidak ada kau dulu yang menyelamatkan ku, aku pasti sudah mati, dan tidak akan ada Arlita yang seperti sekarang." Kata Arlita sambil tersenyum menatap Ronald.     

"Sudahlah, itu sudah berlalu tak perlu kau ingat-ingat lagi, sebaiknya kamu pulang sudah malam, kamu harus istirahat."     

"Baiklah, aku akan mengabarimu lagi kalau sudah ada perkembangan, aku pulang dulu, sampaikan salam maaf ku pada Rey." Ucap Arlita sambil meraih tas pungungnya dan berlalu dari hadapan Ronald.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.