aku, kamu, and sex

Kembali ke rumah



Kembali ke rumah

0"Jadi bener, lo lagi mikirin cowok itu?" Arka mendesak Arlita agar mau berkata jujur.     
0

"Sok tahu, lo. Oya gimana rencana nanti malam? apa udah dapat ijin dari atasan?"Ucap Arlita mengalihkan pembicaraan.     

"Ya, komandan sudah memberi ijin untuk penggerebekan."     

"Oke lah." Jawab Arlita sambil menganguk-anggukkan kepalanya.     

"Jadi, siapa nama cowok yang itu?"     

"Apaan sih lo, udah ayok makan, aku udah laper nih." Arlita langsung menarik tangan Arka untuk ia ajak makan siang bersama.     

Arka hanya menurut saja ketika tangannya ditarik paksa oleh sahabatnya, jujur hatinya sakit mengingat ucapan Arlita, selama ini cintanya pada Arlita memang bertepuk sebelah tangan, namun Arka tetap berusaha yang terbaik untuk Arlita, dia hanya ingin Arlita bahagia.     

---------------     

"Makan yang banyak sayang, biar kamu sehat, aku ga suka kalau kamu kurus." Ucap Danil sambil menaruh satu potong ayam goreng di atas piring Jelita.     

"Berarti Mas danil ga suka sama aku dong, kan aku kurus." Ucap Jelita.     

"Iya kurus dibagian tertentu, gemuk dibagian tertentu juga, dan aku suka." Katanya tadi ga suka.     

"Aku ga ingin aja kalau kamu diet, aku lebih suka kamu yang apa adanya tanpa harus diet dan menjaga berat badan." Jawab Danil sambil menyuapkan sesendok nasi kemulut istrinya.     

"Mas, aku boleh tanya sesuatu?"     

"Boleh, tanya aja sayang."     

"Mas, kenapa paman Richard bisa bersangkutan dengan bisnis gelap? dan kenapa dia berambisi sekali ingin mengambil perusahaanmu."     

Dan menarik nafas panjang, dan tersenyum kecut sambil menatap Jelita.     

"Aku sebenarnya juga tidak tahu, tapi dari cerita almarhum papa, paman richard iri terhadap pembagian harta yang dilakukan kakek, paman berpikir bahwa bagian papa lebih besar dari pada bagian yang ia dapatkan, dari situ muncul kecemburuan paman terhadap papa, apa lagi papa berhasil mengembangkan perusahaan hingga menjadi perusahaan yang bertaraf internasional seperti sekarang."     

"Oh..."     

"Sayang, ternyata Arlita yang menangani kasus kita itu sama dengan Arlita yang diceritakan oleh Rey."     

"Iya, ternyata mereka orang yang sama, dan ternyata Arlita juga kerja sama dengan kak Ronald untuk mengusut kasus penculikannya."     

"Ronald sering cerita tentang kerja sama nya dengan beberapa anggota kepolisisn, tapi aku ga nyangka kalo Arlita salah satunya."     

"Mas Danil cemburu?"     

Danil melotot mendengar perkataan istrinya. lalu dia tertawa.     

"Aku cemburu kalau kamu dekat dengan Ronald, Aku takut Ronald akan jatuh cinta padamu dan merebutmu dariku."     

"Kenapa?"     

"karena sosok seperti kamu yang selama ini dicari Ronald tanpa Ronald sadari."     

"Oya?"     

"Kamu bisa lihatkan, bagaimana dia manjanya pada mama, karena selama ini kasih sayang dan perhatian itu yang hilang dari hidupnya."     

"Kasian kak Ronald ya Mas."     

"Ya, aku tahu betul bagaimana dia berjuang melawan trauma sekaligus rasa bersalahnya pada Rey, tapi syukurlah ternyata Rey masih hidup."     

"Semoga saja kak Ronald segera sembuh dari sakitnya dan bisa menjalani terapi psikologisnya."     

Danil mengecup jari-jemari jelita dengan sayang, rasanya beribu kalimat syukur yang ia panjantkan tak sebanding dengan nikmat yang Allah beri untuknya. Jelita, harapan dan cinta hanya tertuju pada nama itu.     

Sementara di rumah sakit, Ronald sedang merajuk pada mama angkatnya, meminta agar ia diijinkan pulang, karena sudah hampir sebulan Ronald di rawat dirumah sakit.     

"Mah, tolong lah, ijinkan aku pulang, Ronald akan menurut sama apa yang mama bilang, asal Ronald boleh pulang." Rajuk Ronald pada sang mama.     

Mama Jelita berpikir sejenak, mondar-mandir berjalan di depan Ronald, membuat Ronald kadang merasa geli dengan tingkah absurd mama angkatnya ini.     

"Oke, mama sudah berpikir, dan mama sudah mengambil keputusan. . . ." Ujar sang mama sambil berdiri didepan Ronald, kemudian menyilangkan tangannya di dada.     

"kamu boleh pulang, asalkan kamu tinggal di rumah mama, bagaimana?"     

"Dirumah mama?"     

Mamanya mengangguk tegas.     

Ronald berpikir sejenak, dan akhirnya mengiyakan syarat dari mamanya.     

"Oke, Ronald setuju, asal Ronald diijinkan pulang."     

"Sip, mama akan ke administrasi untuk mengurus kepulangan kamu."     

Matahari tengelam, berganti bulan yang bertugas menerangi gelapnya malam, setelah hampir satu bulan Ronald berada di rumah sakit, akhirnya kini ia dapat merasakan nyamannya tidur di kasur empuk nan mewah rumah mama dan papa angkatnya. Selama ini memang melarang Ronald untuk pulang agar dapat perawatan intensif di rumah sakit, dan selama itu pula mama Jelita bolak-balik dari rumah ke rumah sakit untuk menemani Ronald.     

Setelah makan malam bersama papa dan mama angkatnya, Ronald mendorong kursi roda elektriknya ke halaman belakang rumah, disinilah pertama kali dia bertemu dengan Jelita, tepatnya setelah acara ijab qabul selesai. Ronald tersenyum, dia merasa konyol, perempuan yang ia benci dan nyaris ia bunuh, kini berbalik menjadi sosok yang ingin ia lindungi, bahkan sekarang dia sangat menyayangi adik angkatnya itu, sama seperti halnya dia menyayangi Rey adik kandungnya.     

Lamunan Ronald terhenti saat mendengar dering telpon ponsel pintarnya.     

"Hallo Arlita."     

"Hallo Ronald, kamu dimana? aku mencari mu dirumah sakit tapi ternyata kamu sudah pulang, aku cari di apartemen tapi apartemenmu kosong." Kata Arlita di seberang telpon.     

"Aku pulang ke rumah mama angkatku, orang tuanya Rey." Jawab Ronald santai.     

"Oh begitu." Jawab Arlita sendu.     

"Ada apa? ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Ronald penasaran karena tidak biasanya Arlita jadi bicara kalem dengannya.     

"Ehm, begini. . . Nanti malam aku ada penggerebekan besar-besaran, ini menyangkut pamannya Danil," Kata Arlita tak langsung melanjutkan perkataannya karena tak enak hati dengan Ronald.     

"Jadi, aku harus melakukan apa?" Tanya Ronald.     

"Jika terjadi apa-apa denganku, aku minta tolong, jaga Ramond untukku." Ujar Arlita.     

"Kamu ini bicara apa? kamu sudah sering melakukan penggerebekan, dan semua kelas kakap, dan selama ini kamu baik-baik saja, kali ini pun aku yakin kamu akan baik-baik saja."     

"Pokoknya kamu harus jaga dia, kamu tahu sendirikan, Ramon tidak punya siapa-siapa selain aku, satu-satunya orang yang dekat dengannya kecuali aku adalah kamu."     

"Baiklah, kamu jangan khawatir aku akan menjaganya, sebenarnya tanpa kamu minta pun aku akan menjaganya, kamu tenang saja, lalu dimana sekarang Ramod berada?"     

"Ramond aku titipkan di panti asuhan Amanah Bunda, sepulang kerja aku akan menjemputnya."     

"baiklah kalau begitu, kamu hati-hati, dan kamu harus kembali demi Ramond."     

"Ya, aku akan kembali, terimakasih Ronald."     

"Ya."     

"Siapa yang di panti Amanah Bunda?" Ronald terkejut karena tiba-tiba mamanya sudah berdiri dibelakang nya sambil membawa segelas susu hangat, dan tak lama papanya ikut bergabung duduk dikursi santai pinggir kolam renang.     

"Siapa yang dipanti? Itu panti asuhan yang kamu kelola kan sayang?" Ujar papa.     

"Mama yang mengelola panti itu?" Tanya Ronald sedikit terkejut dengan kenyataan itu.     

Mamanya mengangguk kemudian menatap Ronald.     

"Jadi siapa yang di Panti asuhan?"     

"Namanya Ramond, dia putra temanku, apa mama tahu?"     

"Oh, Ramond yang mamanya seorang polisi?"     

"Ya, benar ma," Ramond sedikit heran kalau tahu mama Ramond seorang polisi bagaimana mungkin dia tak mengenal Arlita.     

"Lho, kenapa di titipkan dipanti, kalau ada orang tuanya?" tanya papa Jelita.     

"Mama juga tidak terlalu tahu sebenarnya pah, hanya saja menurut pengurus panti agar Ramond punya banyak teman, mama belum pernah bertemu dengan mamanya Ramond, karena selama ini kalau mama datang Ramond sudah diantar ke panti, dan kalau dia pulang, mama ga tahu karena pasti mama sudah pulang duluan." Ujar mama Jelita.     

'Pantas mama tidak mengenal Arlita' batin Ronald.     

"Jadi, kenapa orang tua Ramond menelpon mu?" Tanya mama.     

"nanti malam mamanya ada tugas, jadi dia ingin menitipkan Ramond padaku, apa mama dan papa keberatan? apa itu akan merepotkan mama sama papa?" Tanya Ronald pelan dan berhati-hati takut papa dan mamanya tersingung atau marah padanya.     

"Tentu saja tidak, papa justru senang, karena punya cucu, walau dia bukan cucu kandung." Kata papanya kemudian menyeruput kopi yang tersaji diatas meja.     

"Ya sudah mama akan telpon pengurus panti, biar malam ini Ramond menginap disini, biar dijemput sopir sekarang juga." Ucap Mamanya penuh semangat.     

"Ronald diminum susunya, mama mau ke dalam dulu, mau nyiapin kamar buat Ramond." Sambung mamanya lagi kemudian melangkah dengan cepat meninggalkan dua laki-laki yang saling pandang keheranan, dan akhirnya mereka sama-sama tersenyum melihat sikap sang mama, yang memang punya jiwa keibuan yang luar biasa.     

"Trimakasih pa." Ucap Ronald tulus.     

"Sama-sama, diminum dulu susunya nanti kalau sampai mama balik kesini susu kamu belum diminum, bisa habis kamu kena omel." Kata papa dengan tersenyum bahagia.     

"Ronald merasa jadi anak kecil, harus meminum susu sebelum tidur."     

"Hahahaha" Papa tertawa mendengar ucapan Ronald.     

"Itu sudah tradisi mamamu, setiap malam dia akan mengantarkan susu ke kamar Rey dan Jelita, bahkan menunggu sampai susu itu diminum hingga habis, baru mamamu akan pergi dari kamar mereka."     

Ronald mangut-mangut mendengar cerita dari papanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.