aku, kamu, and sex

Pagi Cinta



Pagi Cinta

0Malam panjang yang membuat manusia terlelap karena lelah yang mendera, kini mulai berganti dengan hangatnya sang mentari, burung berkicau di dahan ranting yang kokoh. memberi warna baru dipagi yang penuh semangat dan kehangatan.     
0

"Assalamualaikum, sayang . . ." Ucap Danil sambil mencium pungung Jelita.     

"Waalaikumsalam." Jawab Jelita masih dengan posisi yang sama, dengan mata masih terpejam.     

"Aku bahagia setiap kali bangun tidur, ada kamu disampingku." Danil menyingkirkan rambut yang tergerai di leher istrinya, kemudian mengecupnya sekilas.     

Jelita masih tetap diam pada posisinya, tapi ujung bibirnya melengkung keatas, senyum kecil tersunging dibibir indahnya.     

"Mas Danil pagi-pagi udah gombal,"     

Mendengar istrinya berseloroh, Danil langsung menindih istrinya yang sedang tidur tengkurap.     

"Mas Danil, berat, Ya Ampuunnn, berat badanku hanya separoh dari berat badan mas danil, Ayo minggir."     

"Anggap saja ini hukuman buat mu sayang, karena menuduhku sebagai pengombal."     

"Tapi jangan hukum aku seperti ini, aduh nafasku sesak." Ucap Jelita sambil membuka matanya lebar-lebar.     

Danil berguling kesamping namun dengan memeluk Jelita, kini posisi jadi terbalik, Jelita berada diatas tubuh Danil, tangan Danil memeluk perut istrinya, bahkan tangannya mulai merambat tak beraturan pada bagian sensitif Jelita.     

"Tuan Danil Mahendra, tolong kondisikan tangan anda, kita belum sholat subuh." Ucap Jelita sambil memegang tangan Danil agar berhenti bergerilya.     

"Sekarang masih jam empat pagi sayang, masih cukup waktu untuk melakukannya, bukan?" Goda Danil dan membalik tubuh Jelita hingga kini istrinya ada di samping tubuh Danil, Danil mengunci tubuh Jelita dengan meletakkan satu kakinya diantara selangkangan istri mungilnya,     

Tangannya membelai pipi mulus istrinya, Danil tersenyum melihat wajah istrinya yang seolah shock dengan tindakannya.     

"Satu ronde sebelum solat subuh." Ucap Danil tak terbantahkan, tak ada pilihan lain kecuali menuruti kemauan suaminya walau sebenarnya dia masih mengantuk karena semalam secara diam-diam dia menyusup keluar dari selimut dan masuk ke toilet untuk memberi tahu posisi Richard pada tim kepolisian saat penggerebekan.     

Jika dikamar Jelita hanya ada suara lenguhan dan desahan dari pasangan suami istri itu, maka lain hal dengan suara yang ada di dalam mobil Rey, Setelah mengantar Humaira ke rumahnya, Rey tak langsung pulang melainkan memarkir mobilnya di sebrang rumah Humaira dan Rey sendiri pergi ke masjid yang tak jauh dari tempatnya memarkirkan mobil.     

Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid komplek rumah Humaira, Rey masuk ke dalam mobil, meneguk air mineral yang selalu ia sediakan di dalam mobil. namun rasa kantuk yang menderanya tak mampu lagi ia tahan, akhirnya ia tertidur pulas di dalam Jok mobil yang sudah ia turunkan posisi joknya agar lebih menyamankan posisi tidurnya.     

Hingga waktu sudah menunjukkan waktu pukul setengah tujuh pagi, Rey masih terlelap di dalam mobilnya, hingga suara lembut memanggil namanya sambil mengetuk kaca mobil.     

Tok     

Tok     

Tok     

"Rey," Panggil Humaira.     

Rey mengerjapkan matanya, kemudian dia merengangkan otot-otot tubuhnya sambil menguap.     

Humaira menatap Rey dengan tersenyum, bisa-bisanya dia tidur di dalam mobil., apa begitu lelahnya dia sampai tidur di dalam mobil?     

"Rey," Lagi, Humaira menyapa Rey yang langsung tergagap menyadari ada seorang perempuan di samping mobilnya.     

"Oh, Hai... Ra, maaf aku ngantuk banget, jadi aku tidur disini."     

"Masuk yuk, kamu perlu menyegarkan wajahmu." HUmaira melihat kegugupan di wajah Rey, kemudian dia kembali berbicara,     

"Tenang aja, dirumah ada Bi Inah dan Pak Lukman kog, aku ga sendirian." Ucap Humaira menenagkan Rey.     

"Oh, Em, sebaiknya aku pulang saja, nanti malah ngrepotin kamu."     

"Enggak kok, paling ga cuci muka dan minum teh dulu, biar badanmu lebih segar."     

"Aku ga ngrepoti?"     

"Ya enggaklah, malah aku jadi yang ga enak, kamu jadi kecapean karena antar aku pulang, dan sekarang malah tidur di mobil."     

"Itu bukan karena kamu, semalam aku lembur, baru aja tidur udah di telpon kakakku untuk jengguk Arlita."     

"O gitu, ya udah yuk, masuk. . . . ga enak dilihat orang."     

"Oke." Rey lalu keluar dari mobil kemudian mengikuti Humaira masuk ke dalam teras rumahnya.     

"Kenapa berhenti? Ayo masuk." Ucap Humaira saat menyadari Rey tidak mengikutinya ke ruang tamu, melainkan hanya berdiri saja di teras rumahnya.     

"Aku disini aja, Ra. Ga usah masuk."     

"Kamu ga mau cuci muka, Tuh kamar mandinya disitu." Ucap Humaira sambil menunjuk ke arah kamar mandi di dekat dapur.     

"Ga perlu, itu ada kran di samping teras, aku bisa cuci muka disitu nanti."     

Humaira tersenyum, betapa laki-laki itu sangat menghormatinya.     

"Baiklah, aku akan membuatkan kamu teh, duduklah dulu." Setelah mengucapkan itu, Humaira menaruh bukunya yang tadi ia bawa di sofa ruang tamu, kemudian masuk ke dapur untuk membuatkan Rey teh.     

Sedangkan Rey membasuh wajahnya di kran samping teras, kemudian duduk di kursi teras yang menghadap ke jalanan komplek yang mulai ramai oleh anak-anak yang akan berangkat ke sekolah.     

Tak berapa lama muncul laki-laki paruh baya dari samping rumah, kemudian Rey berdiri untuk menyapa pria itu.     

"Selamat pagi pak," Sapa Rey     

"Selamat pagi, mas ini mencari mas Arka ya? mas Arkanya belum pulang." jawab Pak lukman.     

"Oh, bukan pak, saya menunggu Humaira, nama saya Rey." Ucap Rey sambil mengulurkan tangannya pada pak Lukman.     

"Saya Lukman, penjaga rumah ini, saya kira temannya Mas Arka, karena ga biasanya Mbak Humaira ada tamu laki-laki." Ucap Lukman sambil menyambut jabat tangan dari Rey.     

"Silahkan duduk Mas Rey, saya tinggal menyiram tanaman dulu." Lukman berpamitan pada Rey.     

"Silahkan, Pak." Ucap Rey sambil tersenyum, kemudian kembali duduk dan tak lama Humaira keluar dari dalam rumah sambil membawa segelas teh hangat dan Roti bakar.     

"Silahkan dinikmati, teh hangat dan Roti bakar, buat ganjel perut." Ucap Humaira.     

"Trimakasih, Ra. . . bener kan malah ngrepotin kamu."     

"Cuma teh sama Roti apanya yang repot, aku tak biasa sarapan berat jadi paling cuma sarapan Roti."     

"Ga apa-apa ini sudah sangat cukup, oya, gimana soal tawaran aku tempo hari?"     

Tanya Rey, kemudian mengigit roti bakarnya.     

"Inshaallah aku akan terima tawaranmu, tapi mungkin seminggu hanya tiga kali gimana? dan itu juga sore hari setelah aku lepas jaga di rumah sakit."     

Rey manggut-manggut, kemudian menyeruput tehnya pelan.     

"Oke, ga masalah kita bisa gantian, tapi itu artinya kita harus kerja sama agar saling tahu sampai mana kita mengajar mereka."     

"Baiklah, ehm. . . jadi dari dulu ksmu ngajar mereka sendiri?"     

"Enggak, dulu aku sama adikku, berhubung adikku sudah menikah jadi aku suruh dia berhenti, walau suaminya mengizinkan pastinya, tapi tetap saja saya ga suka kalau dia terlalu lelah dengan kesibukannya."     

"Berarti panti asuhan itu milik keluarga?"     

"Bukan, itu milik mama dan teman-temannya, aku dan adikku hanya sekedar membantu saja."     

"Oya, kamu mau ke rumah sakit? biar aku antar sekalian." Tawar Rey pada Humaira.     

"Ga kok, aku mau ke kampus, ada kelas hari ini."     

"Ya udah sakelian aku antar aja,"     

"Ga usah lah aku bisa naik taksi, atau bawa motor aja."     

"Ga ada penolakan, ayo berangkat aku antar."     

"Ya Allah, ternyata gini ya kamu, keras kepala, dan ga mau di tolak." Ujar Humaira sambil tersenyum, kemudian masuk ke dalam ruang tamu mengambil bukunya yang tadi ia taruh di sofa, kemudian kembali menghampiri Rey yang sudah berdiri di depan teras.     

"Ayo, berangkat." Ajak Humaira, Rey mengangguk.     

"Pak Lukman kami berangkat dulu, Assalamualaikum." Pamit Humaira pada pak Lukman yang sedang merapikan tanaman bunga.     

"Waalaikumsalam, hati-hati mbak, Mas."     

"Ya Pak." Ucap Humaira.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.