aku, kamu, and sex

The Power of love



The Power of love

0"Jelita, mama tunggu di rumah sakit."     
0

"Iya ma, nanti selepas selesai urusan mas Danil di kantor polisi, Jelita langsung ke rumah sakit sama Mas Danil." Ucap Jelita dari seberang telepon.     

"Baiklah, kamu dan Danil hati-hati."     

"Iya Ma, Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam."     

Mama Jelita mendesah berat, kemudian menatap suaminya yang membalas tatapannya dengan lembut.     

"Kenapa Sayang?" Tanya Papa Jelita menghampiri istrinya yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.     

"Kasian Danil, selama ini hanya paman nya yang tersisa, tapi kenapa justru pamannya berbuat jahat pada Danil, apa lagi ternyata pamannya terlibat dalam produksi obat-obat terlarang."     

"Ya, mungkin ini ujiannya Danil, kita doakan saja semoga Danil bisa melewati ini, dan Danil dijaga selalu oleh Allah begitu juga dengan Jelita."     

"Iya, Pa semoga saja ya pa."     

"Semoga anak-anak kita selalu diberikan perlindungan oleh Allah."     

"Amiin" Ucap Papa Jelita sambil mencium pucuk kepala istrinya.     

"Ehemm!!"     

Kedua orang tua yang sedang berpelukan terlonjak kaget mendengar seseorang berdehem. sontak mereka langsung mencari sumber suara.     

"Sepertinya setelah Ronald bisa berjalan, Ronald akan terkena penyakit baru." Ucap Ronald sambil menyeringai.     

"Penyakit apa maksudmu? mama selalu menjaga kamu dan pola makan kamu dengan baik, jadi mana mungkin kamu terkena penyakit." Ucap Mama sambil menatap Ronald yang duduk diatas kursi roda elektriknya.     

"Penyakit diabetes, karena selalu melihat yang manis-manis kayak gitu." Ronald tertawa melihat kedua orang tuanya langsung mengurai pelukan mereka.     

"Kamu ini, nakal" Ucap mamanya kemudian menarik hidung mancung Ronald sambil berjalan menuju tangga.     

"Auuhhh!!!" Pekik Ronald sambil memegang hidungnya yang memerah karena cubitan mamanya.     

"Jadi sekarang kita ke rumah sakit?" Tanya sang papa.     

"Iya pa, kasian Ramond ingin bertemu mamanya, sekalian nanti Ronald akan mampir ke kantor, kasian Rey selama ini harus menghendel pekerjaan ku dan ayah."     

"Oya, papa lusa akan berangkat ke Luar Negeri, akan bertemu dengan ayahmu juga disana, kamu mau nitip sesuatu untuk ayah?"     

"Tidak, katakan saja aku sudah punya keluarga baru yang menyayangiku, jadi walau ayah tidak pulang tidak masalah untukku."     

"Dasar kamu ini."     

"Hahahaha....Aku becanda pah,"     

"Katakan kalau aku dan Rey sangat merindukannya."     

"Walau kalian sudah punya papa dan mama?"     

"Ayah tak kan terganti."     

"Hahahah.... Papa bangga pada kalian berdua, asal kamu tahu, ayahmu jarang pulang karena dia tak tega melihat penderitaanmu dan Rey, jangan pernah menyalahkan sikap ayahmu."     

"Iya, Pa, terimakasih papa dan mama selalu ada untuk kami."     

"Sepertinya mama dan Ramond sudah siap, ayo kita berangkat ke rumah sakit, nanti siang papa ada meeting penting, dan kamu juga mau ke kantor kan?"     

"Iya, Pa... papa tunggu di depan saja, Ronald mau ambil berkas sebentar di kamar."     

"Ya sudah, jangan lama-lama ya."     

"Oke pah."     

Ronald masuk kedalam kamarnya, mengambil berkas diatas nakas, tepat ketika dia berbalik dan akan keluar dari kamar ponsel pintarnya berbunyi.     

"Hallo"     

"Apa kabar Ronald?"     

"Baik, untuk apa kau menghubungiku?"     

"Kau tidak rindu padaku? lama kita tidak berjumpa."     

"Apa maumu James?"     

"Hahahah... aku kira kau sudah tak mengingatku Ronald,"     

"Apa maumu?"     

"Aku mau dirimu, aku rindu desahan mu sayang."     

"Aku tidak merindukanmu, aku juga tidak menginginkanmu."     

"Jangan katakan kamu sudah berubah, manusia seperti kita tak akan pernah berubah sampai kapan pun, walau berapa bayak terapi yang kau jalani, itu tak kan merubah apapun."     

"Aku berubah atau tidak itu bukan urusanmu, yang jelas aku tak lagi menginginkanmu."     

"Kau tak kan bisa lepas dariku."     

"Siapa dirimu seenaknya mengancam diriku."     

"Aku punya banyak bukti untuk membongkar identitasmu sayang."     

"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, satu hal yang kamu tahu, aku lebih banyak punya bukti kejahatanmu James Delvis."     

Ronald menutup telponnya, menarik nafas panjang, mengusap wajahnya kasar, kemudian keluar dari kamar setelah merubah ekspresinya kembali datar.     

------------------------     

"Tuan Danil, Tuan Richard saat ini berstatus buronan, selain beliau adalah pemilik pabrik obat-obatan terlarang, paman anda juga terbukti dalang dari kerusuhan di kediaman anda, jadi kami harap anda lebih berhati-hati dan jika ada kabar mengenai keberadaan Tuan Richard, tolong kerjasamanya untuk memberitahukan pada kami."     

"Baik pak Arka, saya akan membantu pihak kepolisian untuk mengusut kasus ini."     

"Terimakasih Tuan Danil."     

"Sama-sama kalau begitu kami permisi dulu."     

"Silahkan."     

Danil keluar dari ruangan Arka, dan menemui Jelita yang menunggunya di ruang tunggu,     

"Gimana Mas?"     

"Paman Richard melarikan diri, dan hingga kini belum terdeteksi dimana keberadaannya."     

"Mas Danil harus hati-hati, paman Richard pasti akan mencari Mas Danil."     

Danil menatap Jelita dengan lembut.     

"Kamu yang harus jaga diri baik-baik, paman pasti mengincar mu."     

Jelita menarik nafas berat.     

'Dan aku lebih dulu yang akan menemukan dia Mas Danil' Jelita berkata dalam hati sambil menatap keluar ruangan.     

"Kita kerumah sekarang?"     

"Ya, Mas Danil nanti ada meeting dengan kantor ayah kan? mungkin kak Ronlad yang akan datang."     

Mereka berjalan beriringan diikuti empat bodyguard dibelakang mereka menuju ke parkiran.     

"Memangnya Ronald sudah sembuh?"     

"Walau pakai kursi roda, tapi kak Ronald sudah bisa beraktivifas kok."     

"Baguslah kalau begitu, banyak yang harus aku bicarakan dengan Ronald, apa kamu tidak keberatan aku bertemu Ronald?"     

Mendengar pertanyaan suaminya, Jelita tersenyum kemudian berkata:     

"Aku ga akan cemburu, aku yakin kak Ronald sudah berubah, begitu juga dengan Mas Danil."     

"Kata siapa? tidak semudah itu, penyimpangan seksual itu sulit untuk di rubah, mereka sulit untuk keluar dari godaan seksual."     

"Berarti Mas Danil?"     

"Permasalahannya beda sayang, aku tak sepenuhnya seperti Ronald, aku hanya melampiaskan kekecewaanku pada diriku sendiri."     

"Dan akhirnya menikmati?"     

"ya begitulah, itupun hanya dengan Ronald, tapi semua berubah ketika kamu datang."     

"Dengan kamu baik-baik saja dan memaafkan semua kesalahanku padamu, itu yang membuat tekadku untuk berubah, aku ingin membina keluarga yang bahagia dengan mu, walau pada awalnya tak seindah sekarang."     

"Maafkan aku ya. . ." Ucap Danil sambil meraih tangan Jelita kemudian dikecup singkat.     

"Rumah sakit Polri ya Pak Atmo." Ucap Jelita pada sang sopir ketika mereka sudah berada di dalam mobil, ke empat pengawal berada di mobil yang berbeda dengan mobil yang dikendarai Danil dan Jelita.     

"Mas Danil ga perlu minta maaf, kita kan sudah sepakat, memulai segalanya dari awal."     

"Makasih sayang." Ucap Danil kemudian mengecup hidung Jelita gemas.     

"Jadi, Mas Danil tahu kalo Ronald juga mengenal Arlita?"     

"Enggak, aku menghormati privasinya, jadi aku tak kan bertanya apapun yang bukan urusanku, kecuali dia sendiri yang menceritakannya padaku."     

Jelita mengangguk - anggukkan kepalanya pelan, dan otaknya terus bekerja menyambungkan kepingan-kepingan pazel yang mulai terkumpul.     

'Apa Mas Danil kenal sama James ya?' jelita membatin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.