aku, kamu, and sex

Aku, Kamu, dan Dia



Aku, Kamu, dan Dia

0Matahari mulai memuncak terang, panas menyengat terasa diubun-ubun kepala setiap orang yang melintas di jalanan. Mengejar harapan dikala panas terik dan menyongsong kembali dikala sang mentari turun ke peraduan dan bersembunyi.     
0

Jelita bersandar di bahu suaminya yang sedang sibuk mengulir jarinya pada papan smartphone yang ia pegang, sesekali jari lentik Jelita bergerak manja menelusuri paha sang suami dan terkadang membuat bulatan-bulatan di sekitar paha yang tertutup oleh celana panjang kain yang dikenakan suaminya.     

Danil masih terdiam namun wajah tampannya menyungingkan sebuah senyuman. Ini memang kebiasaan Istrinya jika merasa bosan di dalam perjalanan makan dia akan menjadikan suaminya sasaran penghilang kebosanan, Kali ini Danil berusaha mati-matian untuk tidak terpengaruh dengan apa yang di lakukan istrinya, celana yang ia gunakan pun terasa sesak akibat kelakuan jari istrinya.     

"Semakin hari kenapa tingkat kenakalan jarimu semakin tidak terkendali, hm?" Tanya Danil sambil menekan tubuh Jelita untuk bersandar di kursi.     

Jelita menyeringai, kemudian menyandarkan tubuhnya dengan nyaman pada sandaran kursi.     

Pak Atmo yang menyadari akan aksi yang tengah dilakukan bosnya segera menurunkan sekat diantara ruang kemudia dan penumpang. Walau sudah terlampau biasa dia melihat adegan kemesraan Tuan dan Nyonyanya ini namun tetap saja ini bukan lah adegan yang seharusnya dia tonton bukan?     

"Suruh siapa aku dicuekin." Jelita mencibirkan bibirnya. Danil tersenyum, kemudian menarik hidung mungil istrinya gemas.     

"Jadi cemburu?"     

Jelita tak menjawab, Jelita memalingkan wajahnya menatap jajaran bangunan di sisi jalan.     

"Cemburu sama handphone?" Kembali, Danil bertanya pada sang istri yang sedang merajuk.     

"Aku ga mau dianggurin."     

"Oke, masih ada separuh perjalanan lagi, akan aku buat kamu tidak menganggur." Danil tersenyum nakal, sepertinya Jelita sudah menebak apa yang akan dilakukan suaminya dan benar saja, Danil langsung melumat bibir merah Jelita dengan rakus.     

Sesaat Jelita diam dan melihat suaminya yang memejamkan mata merasakan lembut dan kenyalnya bibir mungil miliknya. Detik selanjutnya Jelita ikut memejamkan mata merasakan agresi yang Danil lakukan pada bagian tubuhnya yang membuat Jelita tak kuasa untuk tak mengeluarkan desahannya.     

"Dengar sayang, apapun yang aku lakukan itu semua demi kamu, seluruh hatiku sudah kau miliki dari sejak awal, dan tak tersisa bahkan untuk diriku sendiri." Ucap Danil tepat didepan wajah cantik Jelita.     

Jelita tersenyum kemudian mengecup bibir suami sekilas.     

"Aku percaya, aku hanya ingin egois ketika bersamamu, aku tak inigin diduakan dengan apapun itu."     

Danil tersenyum.     

"Sepertinya kamu lebih manja sekarang, dan aku suka, aku ingin menjadi tempatmu bermanja, aku ingin menjadi tempatmu berkeluh, aku ingin menjadi teman disaat kau membutuhkan teman, aku ingin menjadi suami yang bisa berubah menjadi apapun yang istriku mau."     

"Kata-katamu seakan kau ingin mengalahkan ironman, sayang. tapi aku suka, You are my man."     

"I love you so much. . .'     

"I love you more . . ."     

kembali mereka menyatukan luapan kasih sayang, menyatukan bibir kenyal mereka, menikmati moment romantis mereka.     

Mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki loby rumah sakit, Danil membantu merapikan jilbab yang dikenakan istrinya, Pak Atmo sudah berada di samping pintu mobil menunggu instruksi Danil membuka pintu penumpang.     

Danil keluar dari mobil disusul Jelita, terlihat mereka begitu mesra kedua tangan mereka saling bertaut dan senyuman tak pernah luntur dari keduanya. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang menatap mereka dengan tatapan nanar.     

Kursi roda yang di duduki Ronald mendadak berhenti di pintu masuk rumah sakit, dadanya seolah tiba-tiba menyempit dan tak ada ruang untuk ia bernafas.     

"Itu Jelita dan Danil." ucap papa Jelita yang berdiri di samping kursi roda. Ronald menyungingkan senyum terpaksa. Bagaimanapun Jelita sekarang adalah adiknya, dia tak ingin ada yang terluka, cukup dia yang merasakan kegetiran ini. Ronald menarik nafas berat ketika Danil dan Jelita sudah mulai mendekat ke arah mereka.     

"Assalamuaikum, papah, kak Ronald." Ucap Jelita kemudian mencium tangan dan pipi papanya, bergantian dengan Danil mencium tangan mertuanya.     

"Apa kabarmu sayang? sudah ada kabar dari cucu papa? sudah sampai di dalam sini apa belum?" Tanya papa Jelita sambil menunjuk perut putrinya.     

Danil dan Jelita saling pandang, kemudian Jelita dengan pelan berucap:     

"Sepertinya jalannya sedang macet, jadi agak lama nyampeknya, papa doakan saja selamat sampai tujuan calon cucu papa."     

"Tentu saja, papa selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua dan juga untuk kedua kakakmu yang jomblo ini." senyum papa tak pudar saat mengatakan itu, ketulusan terpancar jelas dari matanya. Ronald merasakan itu.     

Danil tersenyum kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Ronald.     

"Apa kau mau ke kantor sekarang, sepertinya kita akan menghadiri rapat yang sama."     

"Iya, kamu benar, kalian berangkat bersama saja, nanti papa akan menyuruh sopir untuk menjemput Ronald kalau dia sudah selesai meeting."     

"Ronald bisa pulang bersamaku, sekalian aku akan menjemput Jelita di rumah papa, bukankah Ronald sekarang tinggal di rumah papa?"     

"Lagi-lagi kamu benar Danil, baiklah kalau begitu." Ucap Papa Jelita.     

"Ya udah kalau gitu Jelita langsung ke kamar Arlita saja ya, kasian mama nungguinnya lama."     

"Oke, kamu hati-hati pulangnya ya sayang." Ucap Danil kemudian mengecup kening Jelita.     

Ronald tetap diam, berusaha mengabaikan apa yang sedang di lakukan oleh Danil, namun sayangnya posisinya benar-benar tidak mendukung, keduanya tepat berada di hadapannya sekarang.     

Kemudian Jelita meninggalkan mereka, berjalan menyusuri lobby untuk sampai di kamar Arlita.     

Papa Jelita pun segera undur diri karena sopirnya sudah menunggu di halaman rumah sakit dan segera meluncur ke kantornya.     

Walau cangung Danil berjalan di samping kursi roda Ronald, kemudian masuk ke dalam mobil setelah membantu Ronald masuk ke mobil terlebih dahulu.     

Selama perjalanan tak banyak yang mereka bicarakan hanya masalah pekerjaan dan meeting yang akan mereka laksanakan di kantor Danil. Ingin sekali Danil berkata panjang lebar pada Ronald, tapi situasi sungguh tidak mendukungnya, ada Pak Atmo dan Yogi yang duduk di kursi depan, dan tak mungkin dia menurunkan sekat karena akan menimbulkan banyak pertanyaan dari sopir dan asisten mereka.     

Akhirnyan Danil menunggu untuk mereka sampai di kantor terlebih dahulu, Hening. lagi-lagi itu yang mereka rasakan kini, hingga tak berapa lama merekapun sampai di tempat tujuan, semua karyawan yang berpapasan dengan Danil dan Ronald menundukkan wajahnya tanda hormat, Danil dan Ronald terkenal sebagai bos yang ramah dan tidak kaku, jadi sangat pantas jika mereka menjadi idola bukan hanya untuk para wanita tapi para pria pun banyak yang kagum dengan pribadi keduanya sebagai seorang bos.     

Sebagian besar karyawan Danil sudah sangat familiar dengan wajah Ronald, walau kini Ronald menggunakan kursi roda namun tak sedikitpun mengurangi kadar ketampanannya. Danil sengaja mendorong kursi roda Ronald karena tidak mau menampakkan rasa grogi yang muncul karena lama tak pernah bersua dengan Ronald.     

Begitu juga dengan Ronald yang lebih banyak terdiam sedari rumah sakit hingga kini berada di kantor mantan kekasih gay nya ini.     

"Kopi?" tawar Danil pada Ronald ketika mereka sampai di ruangan Danil.     

"Air putih saja."     

Danil mengerutkan dahi mendengar jawaban Ronald, sejak kapan sahabat sekaligus mantan pacarnya ini gemar minum air putih? namun dia menuruti saja kemauan Ronald, membuka kulkas kecil di pojok ruangan dan menutupnya kembali setelah mengambil sebotol air mineral kemudian ia sodorkan pada Ronald.     

"Sejak kapan kau suka air putih?" Tak tahan juga rasanya Danil untuk tidak menanyakan itu pada Ronald.     

"Sejak tinggal di rumah mertuamu."     

Danil duduk di sofa single yang bersebrangan dengan posisi Ronald duduk, kemudian meneguk minuman kaleng yang dia pegang.     

"Mama selalu menjejali aku dengan makanan dan minuman sehat, aku sampai lupa jika umurku sudah segini, aku kira aku masih anak TK yang harus rajin minum susu dan sayur untuk pertumbuhan."     

Danil tertawa terbahak, kata-kata Ronald benar-benar berhasil mencairkan suasana.     

"Jadi setiap hari kamu harus minum susu?" Tanya Danil sambil menutup mulutnya karena tak mampu menahan tawa dia sangat tahu bagaimana sahabatnya ini sangat alergi dengan yang namanya sayur, apa lagi susu, Danil benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana Ronald setiap hari harus makan dan minum makanan yang paling ia benci.     

"Ya begitulah, pagi dan malam sebelum tidur, bahkan mama akan duduk di kamar ku menunggu sampai aku benar-benar menghabiskan susuku." Ronald bercerita dengan ekspresi yang sangat lucu, membuat Danil lagi-lagi tak bisa menahan tawanya.     

Karena jengkel ditertawakan oleh sahabatnya itu, Ronald melemparkan majalah yang ada di depannya ke muka Danil.     

"AUUUHHH!" Danil mangaduh karena lemparan Ronald tepat mengenai hidungnya.     

"Rupanya kau sudah banyak berubah, Ronald. Dan aku senang akan hal itu."     

"Kasih sayang merubah segalanya, kau pun demikian."     

"Ya, kamu benar, semoga kamu juga berubah dalam hal memilih kekasih."     

Ronald menarik nafas panjang, merasa apa yang di katakan Danil memang sesuatu yang benar, namun apakah dia mampu? Ronald kembali menarik nafas berat.     

"Semoga saja, paling tidak aku tidak mau melakukan hubungan terlarang lagi."     

"Kita lupakan saja, yang sudah terjadi biarlah terjadi, itu menjadi pelajaran berharga untuk kita."     

Ronald menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan apa yang Danil sampaikan.     

"Kau hanya belum menemukan sosok perempuan yang tepat saja, jika kau sudah menemukannya, aku yakin kau akan cepat berubah, sekali lagi, Cinta merubah segalanya." Ucap Danil dengan tatapan lembut pada Ronald yang membuat Ronald memalingkan wajahnya karena tak ingin melihat wajah yang dulu amat ia cintai, ia tak ingin menghancurkan kebahagiaan adik angkatnya.     

"Kamu benar Danil, aku hanya belum menemukan seseorang yang tepat,"     

"Suatu saat kau pasti menemukannya."     

"Ya, semoga saja."     

"Danil, apa aku boleh menyampaikan sesuatu?"     

"Tentu."     

"Kau beruntung mendapatkan Jelita."     

"Tentu saja, dia perempuan yang baik, cerdas, dan sholihah itu yang terpenting."     

'Istrimu lebih dari yang kau pikirkan Danil,' Ronald berkata dalam hati.     

"Kau harus menjaganya dengan baik, karena kalau tidak aku yang akan menggantikan posisimu menjaga dia." Ancam Ronald dengan sedikit senyuman.     

"Kau berhak menjaganya, karena sekarang kau kakaknya, benar begitu kakak ipar." Ucap Danil dengan menaik turunkan kedua alisnya.     

'Suatu saat kau harus menjaga Jelita untukku Ronald, hanya kau yang bisa aku andalkan.' Kini giliran Danil yang membatin.     

"Huh!! Benar aku kakak iparmu, jadi kau harus menghormatiku mulai dari sekarang,"     

"Apa aku harus mencium tanganmu juga mulai dari sekarang? Oh... ini konyol, aku tak suka melakukan itu padamu."     

"Dasar adik ipar kurang ajar." Ronald mengerutu, Sedangkan Danil benar-benar tak mampu lagi menahan tawanya melihat bagaimana ekspresi Ronald saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.