aku, kamu, and sex

Merajuk



Merajuk

0Dibalkon kamarnya Jelita menatap layar ponsel yang merekam kegiatan Ronald selama di kamarnya.     
0

'Siapa yang telpon kak Ronald? sepertinya kak Ronald sedang diancam seseorang?terus siapa targetnya?' Gumam Jelita. Dia terus berpikir keras siapa kira-kira orang yang mengancam Ronald, musuh yang mana? sesama gay kah? atau persaingan dalam bisnis hitamnya?     

"Ada apa sayang, sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu yang serius." Tanya Danil yang tiba-tiba saja sudah memeluk tubuhnya dari belakang.     

"Ga kok, Mas. ga ada apa-apa kok," Jawab Jelita sambil menyandarkan tubuhnya di dada bidang milik suaminya.     

"Aku mencintaimu Jelita."     

"Aku juga mencintai Mas Danil."     

"Bikin Baby Yuk."     

"EH!!" Jelita tak menyangka jika Danil yang selama ini dia kenal sebagai pribadi yang cool tiba-tiba bisa bicara sevulgar itu.     

Danil menggendong Jelita masuk kedalam kamar, kemudian merebahkannya perlahan di ranjang king size milik mereka. Perlahan Danil menindih tubuh mungil istrinya, dan mencium bibirnya sekilas.     

"Aku ingin kita segera punya anak." Ucap Danil di depan wajah istrinya yang menatapnya dengan seulas senyum.     

"Aku juga menginginkannya."     

"Benarkah?"     

"Hm."     

"Ayo kita buat, pertama apa dulu yang mesti disiapkan agar adonannya pas."     

"Emangnya bikin kue?"     

"Lebih enak dari sekedar kue, sayang." Setelah mengucapkan kalimat itu, Danil lalu mencium istri nya mulai dari kening, hidung dan berhenti di bibir, keduanya saling melumat, membelit lidah membuat sensasi yang membara diantara keduanya,     

Tangan nakal Danil bahkan kini telah bersemayam dengan nyaman didada kenyal sang istri, meremas dan memilin perlahan, gelenyar aneh yang muncul karena perbuatan sang suami membuat Jelita tak tahan untuk tidak mendesahkan nama sang suami.     

"Aku menyayangimu, dari dulu, kini dan selamanya, kamu harus ingat itu." Ucap Danil disela ciuman mereka.     

"Aku menyayangi mu Mas Danil, kini dan selamanya." Jelita menarik tengkuk Danil, dan kembali memberikan ciuman panas padanya.     

Malam ini mereka menghabiskan waktu hanya untuk bercinta, hingga ketika dini hari mereka baru terlelap karena kelelahan akibat percintaan yang mereka lakukan. Tak ada lagi suara desahan dan lenguhan dikamar besar Danil, hanya ada deru nafas teratur dari keduanya.     

Ketika pagi menjelang, Jelita sudah berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan,     

"Selamat pagi, sayang." Sapa Danil sambil melingkarkan tangan kokohnya pada pingang sang pujaan hati.     

"Selamat pagi, sayang. Mau kopi?" Tanya Jelita yang sedang memasukkan sayuran ke dalam panci.     

"Maunya susu." Kemudian Danil meremas dada sang istri yang tertutup piyama tidur dan jilbab yang senada.     

"Ahh . . . Jangan nakkkal."     

"Siapa yang nakal? Aku bicara benar kok." Ucap Danil sambil menyusupkan kepalanya di ceruk leher Jelita.     

"Tang . . .an kam . .uhhh." Efek remasan yang berbahaya, Jelita sampai terbata menjawab pertanyaan Danil. Rupanya Danil paham betul dimana letak titik yang membuat istrinya mengerang nikmat.     

Danil tersenyum senang berhasil membuat istrinya mengerang hanya dengan sentuhannya saja.     

"Nanti kita ke dokter kandungan ya, aku udah bikin janji."     

"Unt . . .tuk?"     

"Promil, aku ingin segera punya baby."     

"Okkkeh, tappiihh... Ahh." Nafas Jelita tersengal.     

"Kenapa sayang?" Goda Danil, tangannya terus saja menggoda gundukan kenyal dan padar istrinya.     

"Mbok . ." Ucap jelita terjeda.     

"Aku sudah menyuruhnya ke depan, tak ada yang akan melihat kita."     

Tanpa aba-aba Danil mengendong istrinya kembali ke kamar mereka, menuntas kan hasrat keduanya yang sudah minta untuk di puaskan.     

Lain Danil lain Ronald, Danil sibuk bergelut dengan peluh dan desahan yang membawanya pada kenikmatan dunia, lain hal nya dengan Ronald yang berpeluh karena berlatih jalan di bantu oleh sang mama. Ramond dengan senyum kecilnya memberi semangat pada sang Daddy dengan triakan-triakan kecilnya.     

"Jam berapa nanti ke rumah sakit, Kak?" Tanya Rey pada sang kakak yang sedang mengumpulkan tenaganya untuk kembali bangkit dari posisi duduknya.     

"Rey, kakakmu sedangmu berlatih, jangan ganggu dia." Tegur sang mama pada anak bujangnya yang dengan santai minum choklat hangat di kursi yang tak jauh dari tempat Ronald berlatih.     

"Rey cuma tanya, Ma."     

"nanti aja tanyanya, biarkan kakakmu berlatih dulu."     

"Kadang aku jadi menyesal kenapa aku setuju kak Ronald di bawa ke rumah ini."     

"Apa yang kamu bilang, HA!!!" Mama geram dengan perkataan Rey.     

"Becanda Ma, abisnya mama gitu sih."     

"Gitu gimana maksud kamuh?" Mama Jelita bertolak pingang menghadap Rey, jelas sang mama menyadari kalau selama ada Ronald perhatiannya selalu teralihkan pada Ronald, bukan karenatanpa alasan mama bersikap demikian, menurutnya Ronald sedang membutuhkan banyak perhatian dan kasih sayang, dan hanya dari sang mamalah hal itu bisa ia dapatkan, karena Ronald belum memiliki seseorang yang bisa menjaganya.     

"Mama lebih perhatian sama kak Ronald." Rey mencibir, walau sebenarnya ia paham dengan maksud sang mama, namun kali ini dia hanya ingin merajuk, merasakan pelukan dan belaian wanita yang sudah membesarkannya.     

"Kamu ga lihat kakak kamu lagi sakit, kamu sih enak bisa jalan, sedangkan Ronald."     

"Sudah Ma, maafkan kakak Rey . . ." Ronald mencoba melerai keduanya, sungguh Rey tak menyangka jika adiknya benar-benar posesif pada mamanya. Sebegitu besarnya rasa sayangnya pada sang mama hingga ia takut kehilangan kasih sayang itu, pantas Rey sama Jelita sering bertengkar, Jadi ini sebabnya, Rey tersenyum kecut mngingat pertengkaran Rey dan Jelita yang lucu menurutnya.     

"Ga perlu kak, Rey sayang kalian berdua, mama Rey juga mama kakak, Rey cuma ingin di peluk, Ma." Rey memeluk mamanya dari belakang dan menicum pipinya. Kemudian tak lama ia mengurai pelukannya dan beralih pada Ramond dan papa yang asik menonton kartun dan sesekali berteriak menyemangati Ronald yang sedang berlatih.     

Rey duduk di sofa samping kanan sang papa sedangkan Ramond di sebelah kiri.     

"Om, manja."     

"Biarin."     

"Malu Om, udah gede."     

"Ga tuh . . . Ga malu."     

Papa geleng-geleng kepala melihat pertengkaran kecil antara Om dan ponakan dikanan dan kirinya.     

"Hari ini ke kantor yang mana dulu, Rey?"     

"hari ini Rey di kantor kak Ronald seharian, Jelita kan ada pak wahyu dan andi."     

Papa manggut-manggut mendengar jawaban Rey, Papa sangat tahu bagaimana kemampuan Rey dalam memimpin perusahaan, bahkan papa jelita akan memberikan perusahaannya pada Rey jika ia sudah merasa tak sanggup lagi memimpin perusahaannya. Jelita pun tak akan keberatan akan hal itu.     

"Jangan terlalu memforsir tenaga dan pikiranmu, kau harus perhatikan kesehatanmu juga, papa ga mau kamu sakit."     

"Iya Pah, Rey mandi dulu ya Pa, nanti kesiangan berangkat ke kantor, Bye Ramond."     

"Bye Uncle."     

Rey berjalan menyusuri anak tangga menuju ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Jelita yang kini di biarkan kosong karena sang empunya tinggal bersama sang suami.     

Sampai di kamarnya Rey mengecek ponselnya dia terperanjat mendapatkan notifikasi dari Jelita.     

"Damn!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.