aku, kamu, and sex

Cahaya dihati Arlita



Cahaya dihati Arlita

Berjalan tanpa arah dan buta akan tuntunan.     

Siapakah aku, bagaimana aku, untuk siapa aku?.     

Tak pernah kutemukan jawab dari seribu tanya yang bergelayut dalam hati.     

Mencari damai dan ketentraman jiwa yang tak pernah jua aku temui.     

Dimanakah Ia? dimanakah Ia? yang mengaku sebagai Tuhan sang pemilik damai?.     

Hatiku tercabik dan kakipun lelah penuh luka untuk melangkah.     

Namun dimanakah Engkau wahai Tuhan? dimanakah Engkau? adakah Engkau?     

Hingga langkahku terhenti.     

Suara lantang mengema dilangit nan sunyi..     

Telingga ini menuntun hati membawa langkah yang terseok menuju ke suara.     

Hayya 'alashsalaah, Hayya 'alalfalaah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallah.     

Kini ku temukan yang aku cari,     

Allah Maha besar Tiada Tuhan selain Allah, Allah lah Tuhanku.     

Asyhadu an laa ilaaha illallahu, wa asyhaduanna muhammadar rasulullah.     

"Aku ingin masuk Islam." Ucap Arlita mantab.     

Arka melongo seperti patung, terkejut dengan apa yang keluar dari mulut seorang Arlita, sahabatnya yang tak percaya dengan Tuhan, kini ingin masuk Islam?     

"Arka, kok malah diam kayak patung, apa terlalu hina diriku hingga tak bolehkah aku mengikuti ajaran Tuhanmu? tak pantaskah aku menjadi bagian umat Nabi Muhammad?"     

"Bukan begitu Arlita, aku senang mendengarnya, Aku hanya terlalu kaget saja." Arka tersenyum namun matanya berkaca-kaca, dia sungguh terharu.     

"Apa kau benar-benar serius? dan sudahkah kau mantabkan hatimu, ini sesuatu yang besar."     

"Aku bersumpah demi apapun, aku benar-benar serius dan mantap, Ka. Begitu banyak yang terjadi dalam hidupku, yang membuat aku kehilangan rasa percaya pada diri dan ajaran Tuhan, dan selama ini aku belajar memahami diriku dan menerima apa yang terjadi dalam hidupku, mencari tahu dimana Tuhanku. Dan aku mendapatkan satu jawab yaitu Allah, aku memantabkan untuk menjadi muslim."     

Arka tersenyum lebar, kemudian berkata pada Arlita, " Subhanallah, Arlita. Sejujurnya aku ingin katakan bahwa sebenarnya hidayah allah telah menghampirimu sejak kau selalu bertanya tentang agama Islam padaku dan pada Humaira. Bahkan kau menitipkan Ramond di panti asuhan muslim, hatimu telah dipenuhi cahaya cinta dari Allah, tanpa kau sadari."     

"Jadi bagaimana aku bisa menjadi seorang muslim?" Tanya Arlita.     

"Aku berganti baju sebentar nanti aku ajak kamu untuk menemui seseorang."     

Arka kembali masuk ke dalam kamar dan keluar lagi setelah menganti celananya dengan celana panjang dan jaket.     

"Pak Lukman, kami pergi dulu, jaga rumah baik-baik."     

"Ya, mas. hati-hati dijalan."     

"Assalamualaikum."     

"waalaikumsalam."     

Arka melesatkan mobil Arlita ke jalanan yang mulai kosong, sebelum berangkat ia sudah mengirim pesan pada seseorang dan setelah beberapa berkendara, mereka telah sampai di rumah mewah dan besar, dan Arlita tahu siapa pemilik rumah itu.     

"Kenapa kita kesini?"     

"Katanya mau jadi muslim?"     

"Keluarga ini keluarga yang taat agama, dan seseorang didalam sana yang akan membimbingmu menjadi mualaf. Ayo turun."     

Arlita mengikuti langkah Arka memasuki rumah mewah itu, dan sesampinya di ruang tamu, mereka telah disambut oleh mama Jelita dan Ramond.     

"Ayo masuk nak Arka, Ayo Arlita, semua sudah menunggu di dalam."     

Arka dan Arlita msuk ke ruang keluarga, dan duduk bersama anggota keluarga Sanjaya yang lain.     

"Mommy, Ramond kangen." Ramond memeluk tubuh Arlita erat begitu juga dengan Arlita.     

"Jadi begini Om, Tante, seperti yang tadi saya sampaikan pada Humaira, Arlita ingin masuk Islam, tapi saya ingin orang yang benar tahu agamalah yang membaiat nya sebagai muslim, dan Rey adalah orang yang tepat."     

Arlita menatap Arka yang sedang tersenyum padanya, Arlita tak percaya jika Rey yang Arka maksud untuk membimbingnya jadi muslimah.     

"Aku sangat kaget saat diberi tahu Humaira tadi, tapi aku bahagia akhirnya hidayah Allah bersamamu, Arlita." Ucap Rey.     

"Kamu benar-benar sudah mantab kan Arlita?" Tanya Rey pada Arlita     

Arlita mengangguk mantab. "Ya."     

"Ikuti ucapanku."     

Arlita melakukan apa yang disuruh oleh Rey, suasana rumah mendadak menjadi hening, hati seluruh orang menjadi bergetar merasakan aura sakral yang terasa seketika.     

Terdengar suara Rey yang sedikit bergetar memecah suasana hening dengan ucapan dua kalimat syahadat, yang diikuti oleh Arlita dan Ramond dengan mata berkaca-kaca.     

"Alhamdulilah . . . " Rey mengusap wajahnya yang berlinang air mata haru, bukan cuma Rey, semua yang ada di ruangan itu menangis haru melihat Arlita dan Ramond yang mengucapkan kalimat syahadat.     

"Sekarang kamu seorang muslimah Arlita, dan kau muslim sejati Ramond." Ucap Rey pada keduanya.     

Humaira mengeluarkan jilbab panjang yang selalu ia bawa sebagai cadangan, dan memasangkannya di kepala Arlita.     

" Selamat saudariku, cahaya Islam telah bersemayam dihatimu. Kuharap ini mengubah penampilanmu Arlita, karena seluruh tubuh kaum perempuan muslimah itu aurat, kecuali wajah dan telapak tangan."     

Arlita mengusap matanya yang basah, lalu menatap Humaira sembari mengangguk kan kepala. "Bismillah, aku berniat mengubah penampilanku, tolong bimbing aku, Ra."     

Humaira memeluk tubuh Arlita erat sambil menganggukkan kepalanya. "Pasti, kita sama-sama belajar dan saling mengingatkan satu sama lain."     

Humaira melepas pelukannya, dan berganti sang mama yang memeluk Arlita dan mencium kedua pipi perempuan muda itu.     

"Selamat sayang, semoga kau menjadi muslimah sejati dan selalu istiqomah walau cobaan mendera mu."     

"Amiin, Ma."     

"Ramond cucu Oma, besok harus sering rajin sholat tak boleh alasan ngantuk kalau harus bangun pagi untuk sholat subuh." Ucap mama Jelita pada Ramond yang duduk di samping Arlita.     

"Ini untuk Ramond." Papa melepas peci yang sedari tadi ia kenakan, dan menaruhnya di kepala Ramond.     

"Terimakasih Opa."     

"Sama-sama Sayang."     

"Selamat Arlita, akhirnya kau menemuka apa yang selama ini kamu cari." Ucap Ronald.     

"Terimakasih karena kau selalu mendukungku selama ini." Ronald tersenyum kemudian mengangguk.     

"Sehabis ini kamu mandi dan ikut sholat sama Humaira dan Rey, karena kebetulan hanya mereka yang belum sholat Isya." Ucap mamanya.     

Rey melongo, apa dia harus menjadi imam kedua perempuan itu? matanya beralih pada Arka, dan mereka saling bertemu pandang.     

"Saya juga belum sholat, kita bisa sholat bersama." Ucap Arka yang membawa kelegaan pada Rey.     

"Ya sudah, kamu boleh mandi kamar Jelita, Itu kamarnya yang ada foto Jelita di pintu kamarnya, ayo mama temani saja sekalian aku ambilkan baju ganti untuk mu."     

"Iya, ma." Arlita melangkah menaiki tangga beriringan dengan mama Jelita yang anggun meski usianya tak muda lagi.     

Sedangkan diruang keluarga pembicaraan berlanjut, sang papa langsung menyampaikan apa yang diniatkan keluarganya untuk mengkhitbah Humaira pada akhir minggu ini.     

"Dengan senang hati saya akan menunggu kedatangan om sekeluarga di rumah saya, untuk mengkhirbah adik saya." Ucap Arka mantap di sertai senyuman lebarnya.     

"Baiklah, om akan mempersiapkan segalanya, kalau bisa Om ingin mereka segera menikah."     

"Tapi Humaira belum selesai kuliah spesialisnya,Om. Arka takut Humaira tak bisa membagi waktunya."     

"Tak perlu dirisaukan untuk itu, semua pasti ada caranya, Om ga mau Rey dan Humaira terlibat hubungan yang belum halal terlalu lama, Om justru takut akan menganggu akidah mereka, ya kan Rey?"     

Rey mengangguk, dalam hatinya dia bahagia akan segera memiliki Humaira sang pujaan hati. 'Papa ter the best' batin Rey.     

"Niat baik tak boleh ditunda-tunda." Tandas Ronald.     

"Jadi kakak ga apa-apa jika Rey nikah duluan?"     

"Ga apa-apa, asal kamu tahu diri, karena sepertinya kakak masih perlu kepemilikan saham dua puluh persen lagi, untuk menguatkan posisi diperusahaan."     

"Astaghfirullah." Ucap Rey sambil ngelus dada, sedangkan Ronald dan papanya tertawa terbahak.     

Ketika Tuhan dianggap tiada.     

Ketika nikmat dunia menyesatkan raga.     

Saat logika merajai segalanya.     

Saat jiwa terlonjak merasa menang.     

Karena segenap jiwa dan raga terayu bisikan syetan.     

Tanpa kau ketahui bahwa kau menang diatas rasa yang bergejolak kalah.     

Sujudlah sujudlah... sebelum segala yang kau punya terengut oleh gelap.     

Sebelum nayawa terlepas raga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.