aku, kamu, and sex

Rahasia Danil



Rahasia Danil

0Semenjak aku dan kamu menjadi kita     
0

Tiada sedih yang kurasa     

Hanya Rona bahagia yang terpendar.     

Merangkai pias yang tercecar dan terobek dari halaman.     

Merajut cinta dengan benang yang penuh warna     

meninggalkan kesedihan dan luka     

Dan tak ada kata menyerah     

menyulam benang tenunhidup kita sendiri.     

Walau banyak terselip kisah kecil yang tak terlihat.     

Itulah rahasia, rahasia yang ku simpan.     

Rahasia hidup untuk membuatmu bahagia.     

Danil masuk ke dalam ruang kantornya, disana sudah ada Yogi sang asisten setia. Menundukkan wajahnya ketika melihat sang Tuan memasuki ruangan.     

"Sudah kau suruh dokter Rahma untuk datang hari ini."     

"Sudah, Tuan."     

"Seperti biasakan, jangan sampai ada yang tahu bahwa dia seorang dokter."     

"Ya Tuan."     

"Tuan." Yogi berdiri disamping meja Danil sambil menunduk.     

"Ada apa? apa ada masalah?"     

"Tidak Tuan, hanya. . ."     

"Hanya apa Yogi, tak biasanya kamu gugup seperti ini."     

"Sampai kapan Tuan akan merahasiakan ini dari nyonya Jelita, Maaf kalau saya lancang tuan."     

"Dari awal kamu tahu sebab aku merahasiakannya, kenapa sekarang kamu bertanya."     

"Apa tidak sebaiknya anda bilang pada nyonya, jika tuan . ."     

"Tidak, tidak Yogi, cukup kamu saja yang tahu tentang ini."     

"Baiklah Tuan."     

Tak berapa lama pintu ruangan diketuk dari luar, Yogi melangkah ke pintu dan membukanya perlahan.     

"Silahkan masuk dokter Rahma." Ucap Yogi sopan.     

Orang yang disebut sebagai dokter Rahma tersenyum hangat pada Yogi kemudian menuju ke sofa tempat dimana Danil menunggunya.     

"Apa kabar pasienku yang nakal." Sapa dokter Rahma pada Danil.     

Dokter Rahma, dokter paruh baya sahabat mendiang sang ibu, yang selama ini dipercaya untuk merawat Danil dan Ibunya.     

"Berbaringlah, Nak." Ucap dokter Rahma lembut.     

"Apa ada yang kamu keluhkan?"     

"Keluhan biasa, pusing, kepala berdenyut."     

Dokter Rahma mengangguk-angguk kan kepala. Kini Danil duduk bersandar di sofa, ditemani dokter Rahma yang sedang menuliskan beberapa resep untuk Danil. Tanpa sepengetahuan Danil, Yogi mengirimkan pesan pada Ronald, bukan niat hati ia ingin mengkhianati Bosnya tapi Yogi tak mau jika sang bos merasakan sendiri apa yang ia derita, jika ia sudah berjanji untuk tidak memberitahu Jelita maka ia memilih memberitahu Ronald yang ia ketahui sebagai sahabat baik sang bos.     

Dengan cepat Ronald merespon pesan dari Yogi dan menyuruh sopirnya untuk berbalik arah, yang tadinya ia hendak pergi ke kantornya kini berputar haluan ke kantor Danil.     

Tak butuh waktu lama, Ronald yang memang berada tak begitu jauh dari kantor Danil, langsung bisa sampai ke kantor Danil sebelum dokter Rahma pulang, karena seperti kebiasaannya dokter Rahma akan berbincang terlebih dulu dengan Danil.     

Dokter Rahma menganggap Danil tak hanya sebagai pasien namun sudah menganggapnya sebagai putranya sendiri terlepas dia adalah putra dari mendiang sahabat baiknya.     

"Danil, jika tidak segera ditangani dengan serius, penyakitmu akan semakin berbahaya. Bahkan bisa merengut nyawamu kapan saja."     

Ronald yang dudah berdiri tepat didepan pintu ruang kerja Danil langsung masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.     

Danil langsung pucat melihat sahabatnya telah berdiri dengan wajah merah padam.     

"Apa yang terjadi dengan sahabat saya dok?"     

Dokter Rahma kaget lalu menatap Danil sekilas, ekspresi Danilpun sama terkejutnya dengan dirinya. Danil tak menyangka Ronald akan datang ke kantornya sepagi ini.     

"Katakan dokter!!apa yang terjadi pada Danil!!" Suara Ronald meninggi.     

Tak ada cara lain, kecuali harus berkata jujur pada sahabat pasiennya ini, dokter Rahma menarik nafas panjang, melepas kaca matanya dan menaruhnya dimeja, kemudian menyandarkan tubuhnya pada sofa.     

"Danil mengidap Leokimia, dan kondisinya lebih buruk lagi karena ia juga mengidap Kardiomiopati, atau gangguan pada otot jantung, penyakit ini bisa jadi karena bwaan genetik dari orang tua Danil, karena ayah Danil dulu pun mengidap penyakit yang sama."     

Mendengar apa yang disampaikan dokter Rahma, Ronald mencengkeram rambutnya dan tubuhnya luruh ke lantai. Yogi dengan sigap memapah Ronald dan membawanya ke sofa.     

"Tapi masih bisa diobati kan dok?" Tanya Ronald dengan tatapan penuh harap.     

"Kardiomiopati yang diderita Danil masih bisa ditangani dengan obat-obatan yang harus diminum rutin, untuk mengurangi gejala yang timbul namun jika obat-obatan tak mampu meredakan gejala penyakit ini, maka dia harus menjalani operasi, namun karena dia juga mempunyai penyakit lain dia kami sebagai dokter harus mengobservasi lebih lanjut untuk tindakan medis."     

Ronlad menutup matanya dan bersandar pada sofa, tak menyangka bahwa penyakit mengerikan ini akan hinggap pada tubuh sahabatnya.     

"Danil, kau harus melakukan perawatan mulai dari sekarang, kau harus berobat kalau perlu ke luar negri atau kemanapun asal kau bisa sembuh." Ucap Ronald pada Danil yang juga sedang menatapnya.     

"Kalau begitu saya permisi dulu Danil, pikirkan ucapanku tadi. Kamu harus segera berobat rutin ke rumah sakit. Tidak mungkin hanya menggunakan obat-obatan saja." Ucap dokter Rahma.     

Danil mengangguk kemudian menjabat tangan dokter Rahma sebelum dokter itu keluar dari ruangan Danil.     

"Sejak kapan Danil? Sejak kapan kau sakit dan tak ada seorang pun yang tahu."     

Danil mendesah nafas berat, "Beberapa bulan yang lalu."     

"Astagfirullah, apa Jelita juga belum mengetahuinya?"     

Danil mengeleng, "Jangan beritahu dia."     

"Kamu gila Danil."     

"Yogi tolong tinggal kami, untuk sementar kau handle dulu pekerjaanku, ada yang ingin aku bahas dengan Ronald."     

"Baik, Tuan." Dan Yogi membawa berkas di meja Danil lali keluar menuju keruangannya.     

"Jelita akan sedih jika mengetahui ini." Ucap Danil lirih.     

"Dia akan lebih sedih jika kau hanya diam dan tak memberitahunya."     

"Ronald, aku tak tahu sampai kapan aku bisa bertahan, penyakit ini sudah terlalu dalam mengerogoti ku, aku minta padamu satu hal."     

"Aku tak mau."     

"Kamu harus mau."     

"Kalau aku menolak?"     

"Kamu harus mau, lagi pula kenapa kau sudah menolak kalau aku belum bilang padamu, apa yang aku minta."     

"Baiklah apa yang kamu minta?"     

"Jika aku tak mampu bertahan, tolong jaga Jelita untuk ku."     

"Sudah pasti aku akan menjaganya tanpa kau minta, dia adikku kalau kau lupa."     

"Adik angkat, tapi bukan itu maksud ku."     

"Lalu apa?"     

"Menikahlah dengan Jelita jika aku sudah tiada."     

"Kamu benar-benar gila Danil."     

"Aku tak bisa melakukan itu, kamu tahu aku gay. aku tak kan bisa menikah dengannya!" Teriak Ronald emosi.     

"Aku yakin kamu akan kembali menjadi laki-laki normal, Ronald. Seperti yang aku pernah bilang padamu, kau hanya perlu orang yang tepat untuk membantumu berubah kembali normal."     

"Seperti dirimu?"     

"Tidak. Karena aku bukan gay, tapi aku biseksual."     

Ronald melotot hingga bola matanya hampir keluar, terkejut dengan kenyataan yang baru saja dia dengar.     

"APAA!"     

"Aku biseksual. Hanya saja aku hanya mempunyai pacar gay cuma satu yaitu kamu. dan aku mencintai satu wanita juga satu yaitu Jelita. Dan kini aku hanya ingin hidup normal tanpa mencintaimu, dan hanya mencintai Jelita hingga nanti nafasku berhenti."     

Serasa terhempas kejurang yang terjal dan terdalam, mendengar sebuah kejujuran yang terlontar dari bibir Danil. Wajah Ronald merah padam, antara terkejut, marah dan sedih. Kemudian melangkah dengan lunglai keluar dari ruangan Danil.     

"Ronald!!" Panggil Danil,     

"Aku tak ingin mendengar apapun dari mu lagi, Danil." Setelahnya Ronald langsung pergi meninggalkan ruangan Danil dengan perasaan yang tak menentu.     

Danil mengusap wajahnya kasar, Danil tahu bagaimana Ronald, SEorang laki-laki yang nampak kuat tapi rapuh didalamnya, maka Jelitalah yang paling cocok untuk Ronald, itulah yang dipikirkan Danil saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.