aku, kamu, and sex

Kenyataan



Kenyataan

0Melodi cinta mengalun indah dalam bahtera.     
0

Diringi seribu ketulusan yang menguak asa.     

Beriringan irama yang penuh kesyahduan     

Tumpuan dan harapan bermunajat pada sang pemilik Alam.     

Mengukir manis kisah kita dalam buai asmara     

Wahai penjaga hati.     

Inilah aku sang peneduhmu.     

Wahai penjaga hati.     

Inilah aku sang pencinta yang menggengam asaku bersamamu.     

Maka percayalah aku     

*****     

Usai acara lamaran di rumah Humaira, Danil dan Jelita memilih untuk menginap di rumah sang mama, Karena besok sang papa harus berangkat ke luar negeri untuk kunjungan bisnisnya.     

Jelita tampak bersandar di bahu sang suami kala mobil yang membawa mereka memasuki halaman rumah besar nan mewah milik keluarga Sanjaya. Dengan sigap sang sopir lalu membukakan pintu untuk Danil dan Jelita, tampak lelah Jelita tetap bergelayut meski pintu mobil telah terbuka untuk mereka.     

"Sayang, ayo turun." Ajak Danil dengan membelai pipi chabi sang istri.     

"Apa perlu aku gendong?" tawar Danil, yang langsung mendapat cubitan dari Jelita. Tak menunggu lama Jelita sudah meraih tangan suaminya yang terulur membawanya keluar dari dalam mobil.     

"Capek ya sayang?" Tanya Danil.     

Dibalas anggukan dan mereka langsung berjalan kearah kamar mereka di lantai dua, Jelita merebahkan tubuhnya di atas kasur dan tak lama sudah terdengar deru nafas teratut darinya, menandakan ia tertidur dengan pulas.     

Danil yang sedang menaruh tas Jelita di atas rak hanya tersenyum melihat sang istri yang terlihat pulas dalam tidurnya. Dengan telaten Danil melepaskan kaos kaki, jilbab dan menggantikan baju sang istri setelah menyeka kaki dan tangan sang istri menggunakan air hangat.     

Danil membetulkan posisi tidur Jelita yang tadi hanya terlentang asal diatas kasur, kembali Danil tersenyum melihat wajah sang istri, tangannya membelai pelan wajah istri yang sangat ia cintai. Kemudian member kecupan lembut di dahinya seraya berucap, "Selamat tidur, sayang."     

Danil melangkah menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar itu, namun tiba-tiba nyeri dikepalanya menyerang. Dia berpegang pada pintu kamar mandi, dan melangkah menuju sofa di dekat ranjang yang ditempati Jelita dengan terhuyung. Danil lupa untuk meminum obat dari dokter Rahma. Dia segera mencari tas Jelita yang tadi dia letakkan di atas rak namun rasa pusing dikepalanya sudah tak tertahankan. Akhirnya dia terjatuh dengan menyenggol vas yang berada di samping rak. Sontak hal itu mengagetkan Jelita yang sedang tertidur.     

Namun alangkah kagetnya Jelita tatkala membuka mata, ia melihat tubuh Danil telah tersungkur, segera saja Jelita berlari kearah Danil dan ia tambah terkejut ketika membalikkan tubuh Danil, melihat darah mengalir melalui lubang hidung suaminya itu. Jelita menatap nanar wajah pucat Danil, tak terasa air mata sudah menetes dari mata indahnya.     

"Mas Danil! Mas Danil!" Jelita menguncang pelan tubuh Danil dalam pangkuannya, dan segera ia berteriak sekencang-kencangnya memanggil Rey, karena yang berada di lantai hanya kamar dia dan Rey, sedangkan kamar kedua orang tuanya dan Ronald berada di lantai bawah.     

"Rey!!!"     

"Rey!!"     

Rey yang baru saja ingin masuk ke dalam kamarnya terlonjak mendengar suara teriakan menyebut namanya dan itu dari kamar Jelita. Rey melangkah cepat ke kamar Jelita dan membuka pintu yang tak terkunci.     

"Apa yang terjadi Jelita?"     

"Aku ga tahu, waktu aku bangun Mas Danil udah pingsan disini."     

"Ya Allah, bantu aku bawa Danil ke ranjang." Ucap Rey pada jelita yang langsung mengambil tubuh Danil, dan memapahnya bersama Jelita ke atas ranjang.     

"Aku panggil dokter dan mama dulu." Ucap Rey yang langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi dokter keluarga Danil, sambil berlari menuruni tangga mencari sosok kedua orang tuanya.     

Tok     

Tok     

Tok     

"Ma, Pa!!" Teriak Rey.     

"Ada apa sih Rey, teriak-teriak deh kayak di tengah hutan aja."     

"Danil pingsan, Ma."     

Ronald yang barus saja mengambil minum dari dapur kaget mendengar Danil pingsan, dia meletakkan gelas yang ia bawa di atas meja depan tv dan langsung berlari menaiki anak tangga ke kamar Jelita.     

Tak beda reaksi dengan Ronald, sang papa langsung berlari di ikuti sang mama di belakangnya. Rey mengambil air hangat dan membawanya ke kamar Jelita.     

Terlihat disana sudah ada Ronald di bibir ranjang menenagkan Jelita yang terisak.     

"Rey, sudah panggil dokter apa belum? Kenapa lama sekali?" Ucap Ronald yang begitu mengkhawatirkan keadaan Danil.     

Sang mama menghampiri Jelita dan memeluknya erat. "Danil taka pa-apa sayang, kamu tenang ya." Bisik sang mama dengan nada lembut." Jelita mengangguk dalam pelukan mamanya walau air matanya tak henti menetes.     

Tak berapa lama deru mobil terdengar dari halaman rumah, Rey segera berlari untuk menjemput sang dokter di bawah.     

"Selamat malam, Mas Rey."     

"Malam dokter, silahkan ikut saya." Rey menunjukkan jalan kea rah kamar Jelita seketika ruangan menjadi hening, semua mata tertuju pada sosok kini yang sedang terbaring lemah ditempat tidur dan seorang dokter yang sedang memeriksa keadaan Danil.     

"Jadi gimana keadaan Danil dokter?" Ronald dengan tak sabar menghampiri dokter Rahma yang telah lama ia kenal dan sempat juga bertemu dengannya di kantor Danil waktu itu.     

"Anda sudah tahu Pak Ronald ,Danil harus segera mendapat penanganan yang lebih serius, tolong bujuk Danil agar mau segera berobat dengan lebih intensif."     

"Tapi sekarang keadaannya gimana dok?"     

"Ini efek dari kelelahan dan mungkin dia belum meminum obatnya, tidak apa-apa sebentar lagi dia akan siuman, dan seperti yang saya katakana bujuk Danil untuk segera melakukan pengobatan."     

"Baik, dok" Ucap Ronald pelan.     

"Sebenarnya suami saya sakit apa, dok?"     

Dokter Rahma menoleh menatap Jelita yang berdiri di dekat sang mama, kemudian kembali menatap Ronald, sedangkan Ronald hanya menunduk sambilnya menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar. Mungkin ini saatnya keluarga Danil mengetahui apa yang diderita Danil selama ini, piker dokter Rahma, dan kemudian kembali menatap Jelita.     

"Danil mengidap Leukimia dan ada masalah pada jantungnya." Sang mama membekap mulutnya dengan telapak tangan, Tubuh Jelita hamper luruh ke lantai jika tidak segera di topang oleh tubuh Rey. Jelita menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Rey, Tuan Sanjaya memeluk tubuh istrinya yang juga menangis mendengar ucapan dokter Rahma.     

"Kalau begitu saya permisi dulu, dan tolong secepatnya Danil harus mau berobat demi kesembuhannya, Permisi." Ucap dokter Rahma yang dibals anggukan dari Tuan Sanjaya dan Ronald.     

"Saya antar ke depan dokter." Ucap Ronald, Ronald menggunakan kesempatan untuk mengantar dokter Rahma hingga di teras, sejujurnya dia tak sanggup melihat tubuh sahabatnya sekaligus laki-laki yang pernah amat ia cintai terkapar tak berdaya, dan disisi lain dia juga tak sanggup melihat kesedihan Jelita.     

Melihat jelita yang shok dan nyaris pingsan, hati Ronald seakan teriris, dadanya sesak. Sungguh dia tak sanggup jika harus melihat Jelita menderita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.