aku, kamu, and sex

Kepiluan



Kepiluan

0Tum Hi Ho     
0

By: Arjit Sing     

Aku tak bisa hidup tanpamu     

Apalah aku tanpamu     

Aapalah aku tanpamu     

Jika aku terpisah darimu     

Maka aku juga akan terpisah dari diriku     

*****     

Jelita menatap nanar wajah pucat sang suami, sejak semalam keluarga sepakat untuk membawa Danil ke rumah sakit, bahkan jika Danil sudah membaik Jelita akan membawa suaminya untuk berobat keluar negeri. Dia tak kan lagi mendengar penolakan apapaun dari Danil, Jelita hanya mau Danil sembuh dan dia akan melakukan apapun untuk kesembuhan sang suami.     

"Jelita, kamu istirahatlah, biar kakak yang menjaga Danil." Ucap Ronald lembut, sungguh Ronald tak tahan jika harus melihat Jelita terus duduk di samping ranjang Danil dengan wajah sendu dengan air mata yang terus mengalir, Mama dan papa terpaksa harus pulang karena dilarang oleh dokter jika terlalu banyak yang menunggu hanya akan menganggu ketenangan pasien.     

Namun Ronald bersikeras menemani Jelita, dan tak ada yang berani membantah Karena bagaimanapun Ronald adalah atasan mereka.     

"Jelita. ." Ronald menyentuh pundak Jelita karena Jelita tak mendengar apa yang dia katakana, bibirnya terus berzikir untuk menenangkan hatinya. Kepalanya telungkup diranjang yang ditempati Danil.     

Jelita menoleh dan sedikit mendongak untuk melihat wajah Ronald yang sudah lebih tenang dari pada tadi ketika mendengar Danil pingsan.     

"Sejak kapan Kak Ronald tahu tentang penyakit Danil?" Jelita justru balik bertanya pada Ronald dan tak menanggapi maksud Ronald memanggilnya.     

"Beberapa hari yang lalu." Jawabnya dengan raut wajah sendu.     

"Kenapa kakak ga ngasih tahu aku?"     

"Karena Danil bilang ingin memberitahumu sendiri."     

"Aku harus bagaimana sekarang, kak?"     

"Kamu harus istirahat, jangan sampai kamu sakit, Danil akan semakin sedih jika kamu sampai sakit."     

"Aku ingin disini kak, aku ingin di dekat Mas Danil, aku ga mau jauh darinya, aku takut kak, aku takut kehilangan dia." Ucap Jelita sambil sedikit terisak.     

Ronald menarik nafas panjang, duduk di bibir ranjang Danil sambil memainkan jarinya. Tak lama kemudian Ronald bangkit dan mendorong bad kecil yang memang di peruntukkan untuk istirahat penunggu pasien, dan mensejajarkan dengan ranjang Danil.     

"Sekarang tidur lah, kau bisa tetap berdekatan dengan Danil, Dan jangan pernah berpikir Danil akan meninggalkanmu, dia akan baik-baik saja, percaya padaku." Ronald menatap lembut wajah perempuan berjilbab di hadapannya. Jelita hanya diam dan masih sibuk mengamati wajah Danil dan membelai wajah suaminya dengan lembut.     

"Aku tak perlu memaksamu kan Jelita, istirahatlah." Ucap Ronald tegas, dan di akhiri dengan anggukan oleh Jelita. Beberapa detik kemudian Jelita melangkah ke ranjang yang disiapkan Ronald disamping Danil.     

Perlahan Jelita menaiki ranjang dan merebahkan tubuhnya miring menghadap suaminya, kedua tangan mereka bertaut, Jelita memegang erat telapak tangan Danil seolah takut jika ia terbangun Danil tak lagi disisinya.     

Ronald menatap pemandangan didepannya dengan hati sendu, sakit akibat Danil meninggalkannya dulu tak sebanding dengan sakit dihatinya saat ini yang melihat Jelita begitu sedih dengan keadaan Danil saat ini.     

Ronald duduk di sofa yang tak jauh dari ranjang Danil dan Jelita, kepalanya ia sandarkan pada sofa, tangannya memegang kening yang seraya berdenyut.     

Ronald meratap, kenapa cobaan mereka tak henti-hentinya bermunculan, apakah ini sebuah hukuman untuk mereka? Bahkan Ronald berulang kali berdoa pada Allah agar tidak membawa Jelita dalam hukumannya dan Danil.     

Ronald tak bisa membayangkan jika apa yang dikatakan Danil waktu itu menjadi kenyataan, bagaimana Jelita bisa menghadapi itu? Bagaimana Jelita bisa hidup tanpa Danil?     

'Ya Allah tolonglah Danil, berikan kesembuhan padanya ya Allah.' Disaat Ronald membatin, Dengan samar ia mendengar suara isakan, perlahan ia memutar kepalanya mencari ke sumber suara.     

Ronald bangkit dari duduknya dan mendekati Jelita yang memejamkan matanya sambil terisak. Disentuhnya pelan bahu Jelita, hingga kemudian Jelita membuka matanya dan menoleh pada Ronald yang berdiri disamping ranjangnya.     

"Kenapa menangis?"     

"Apa Danil akan meninggalkan aku, kak?"     

Ronald mendesah nafas berat lalu kemudian ia menjawab. "Sudah berapa kali kakak bilang padamu, Jelita. Danil tak akan meninggalkanmu."     

"Tapi barusan aku melihat Danil meninggalkan aku, kak?"     

"Itu hanya mimpi."     

"Aku tak bisa hidup tanpa Danil kak, pokoknya aku kan membawa Danil berobat kemanapun asal dia sembuh."     

"Oke, kakak akan membantumu, kakak akan mengurus segalanya jika Danil sudah lebih baik, tapi tolong jangan berpikir macam-macam lagi."     

"Aku takut, Kak."     

"Kamu harus kuat dan semangat, agar Danil punjuga kuat, mana Jelita yang aku kenal dulu, yang selalu berani menghadapi apapun, mana Jelita yang dulu rela berjuang demi mendapatkan cinta Danil, mana Jelita yang dulu ku kenal sangat kuat memisahkan orang yang akan mengambil darimu, Mana? Kakak ingin lihat. Kakak ingat Jelita yang kuat seperti dulu, ketika kakak mengenalmu."     

Jelita masih terisak sambil terus memegang tangan Danil. Kemudian mulai berucap dengan pelan.     

"Terimakasih kak, aku akan kuat, aku harus kuat untuk Danil."     

Ronald tersenyum, lalu membalas apa yang baru saja Jelita ucapkan, "Ini baru Jelita yang kakak kenal."     

"Demi cintamu pada Danil, kau harus selalu semangat. Ingat itu Jelita."     

"Memangnya kakak benar-benar sudah tidak mencintai Danil?" Ronald tersenyum kecut mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Jelita.     

"Aku lebih mencintai kamu dari pada Danil," Ucap Ronald ambigu.     

"Maksud kakak apa?"     

"Sudah lah, aku hanya bercanda. Sekarang kamu tidur lah. Kakak akan selalu disini menjaga kalian." Ucap Ronald lalu bangkit dan kembali ke sofa tempat semula ia duduk.     

"Aku mencintaimu, Jelita. Bahkan aku rela terluka untuk mu."Gumam DRonald lirih.     

Malam ini Ronald benar-benar tak mampu memejamkan matanya. Pikirannya melayang tak tentu arah. Begitu banyak permasalahan yang harus ia hadapi, dan begitu banyak pula rasa yang harus ia rasakan. Ronald membuka matanya yang terpejam saat terasa getaran pada ponselnya.     

"Selamat Bos." Sapa Arya di seberang telpon.     

"Maaf menganggu malam-malam, Bos, tapi apa yang akan saya sampaikan ini sangat penting."     

"Ada berita apa, Arya?"     

"Anak buah kita menemukan lokasi gangster Astro, ternyata selama ini mereka bersembunyi di pesisir pantai barat Negara U."     

"Bagus, amati terus pergerakan mereka."     

"Siap bos, dan yang kedua. Ketua geng dari Negara C yang memesan senjata pada kita, beliau ingin bertemu dengan anda secara langsung bos."     

"Kamu saja yang menemui mereka, kalau mereka menolak maka jangan kirim pesanan mereka."     

"Baik bos, saya akan melakukan perintah anda Bos."     

"Bagus, berhati-hatilah Arya."     

"Pasti bos. Selamat malam."     

"Selamat malam."     

Lagi, Ronald mendesah nafas berat, tak mungkin ia pergi meninggalkan Jelita dan Danil dalam kondisi seperti ini, namun jika ia tidak pergi maka ia tak kan pernah tahu gangster yang menculik dia dan menghancurkan keluarganya.     

Ronald memijit pelipisnya, apa yang seharusnya ia lakukan sekarang?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.