aku, kamu, and sex

cepat sembuh



cepat sembuh

0"Mungkin, tapi anak saya kemudian bercerai karena tidak mereka tidak saling mencintai."     
0

Ronald menaikan alisnya, kemudian berucap, "Sungguh sangat disayangkan."     

"Ya, tapi mau bagaimana lagi sejatinya pernikahan itu untuk sebuah kebahagian menuju ke jannah bersama, namun jika salah satunya ada yang tidak bahagia, lalu untuk apa dipertahankan?" Ucap Pak syarif tanpa menatap Ronald.     

"Sudahlah Pak, semoga kedepannya anak anda mendapat laki-laki yang baik dan membuatnya bahagia."     

"Iya pak Ronald, apa anda tidak sakit hati karena saya pernah menolak adik anda?"     

Ronald tersenyum mendengar pertanyaan dari pak Syarif. " Untuk apa saya sakit hati, sedangkan adik saya yang langsung anda tolak saja tidak punya kebencian sedikitpun kepada anda, dia menganggap itu sudah takdir, dan merelakan putrid anda yang bukan jodohnya."     

"Hati anda sangat baik, jika dia tidak marah dan tidak membenci saya, Kenapa dia tidak menemui saya?"     

"Karena adik saya sedang sibuk mengurus dua prusahaan sekaligus, kebetulan suami adik saya sedang sakit, jadi apa mau dikata, dia harus menggantikan posisinya sementara waktu dan mengurus perusahaan yang selama ini ia kelola bersama adik perempuan saya, mohon anda jangan salah paham."     

"Saya mengerti Pak Ronald, mohon maafkan saya dan keluarga saya atas apa yang pernah saya lakukan pada adik anda."     

"Ya pak,tidak usah dipermasalahkan, kita tetap bisa menyambung tali silaturahmi walau tidak ada ikatan apapun diantara keluarga kita bukan?"     

"Anda sungguh baik,"     

"Terimakasih, Tapi karena saya masih ada keperluan lain, saya mohon diri dulu Pak Syarif, lain waktu inshaallah saya akan menjenguk anda kembali, semoga operasi anda berjalan dengan lancar, dan anda jangankhawatir, dokter Shen adalah dokter terbaik yang kami miliki, anda akan baik-baik saja dengan penangannannya."     

"Sekali lagi terimakasih pak Ronald, anda telah bersedia menemui saya."     

Ronald mengangguk kemudian keluar dari ruangan itu beserta Humaira dan dokter Shen.     

"Bapak, ga pernah menyangka jika Rey adalah seorang anak konglomerat, penampilannya begitu sederhana, dan tidak sombong, Farida tidak salah memilih, Bu."     

"Tapi semua sepertinya sudah terlambat jika Farida berharap Pada Rey," Ucap Fakhrul.     

"Kenapa? Rey sudah menikah?" Tanya Pak Syaiful.     

"Dokter Humaira adalah calon istrinya Rey." Wajah Pak Syarif tertunduk lesu.     

"Sudah lah pak, ini sudah takdir dan nasibnya Farida." Ucap Bu Asma menenagkan suaminya.     

"Iya bu, dokter Humaira cantik, sopan dan sholih cocok untuk Rey, apa Farida telah mengetahui hal ini Fakhrul?"     

"Belum om,"     

"Dia pasti akan semakin sedih mendengar pria yang dia cintai kini telah menikah dengan orang lain."     

"Sudahlah om, yang penting sekarang kesehatannya om, soal Farida kita pikirkan nanti saja."     

"Iya pak, apa yang dikatakan Fakhrul itu benar, sekarang yang penting kesehatan bapak dulu."     

"Iya buk, doakan bapak ya."     

Tak berapa lama datang lagi dua orang suster yang akan membantu Pak Syarif menuju ruang operasi.     

****     

Di ruangan lain, tampak Jelita dengan telaten menyuapi Danil, sesekali jari lentiknya menyeka makanan yang singgah dibibir Danil.     

"Kamu juga harus makan sayang," Ucap Danil namun Jelita masih saja diam.     

Ya, Jelita marah pada Danil yang merahasiakan perihak penyakit yang ia derita selama ini.     

"kamu masih marah?" Tanya Danil sambil mengangkat dagu sang istri supaya menghadapnya.     

Jelita tak menjawab, justru isakan yang keluar dari bibir Jelita, Danil menarik tubuh istrinya kemudian memeluknya erat.     

"Maafkan aku Jelita, maafkan aku, aku tak bermaksud menyembunyikan ini padamu, hanya saja, aku takut kamu shok dan aku ga mau kamu sedih."     

"Aku lebih sedih jika Mas Danil ga bilang sama aku."     

"Maaf sayang, aku janji tak akan menyembunyikan apapun lagi padamu."     

"Pokoknya mas Danil harus nurut sama Jelita, demi kesembuhan mas Danil."     

"Oke, aku ikuti semua yang kamu katakana, aku akan menurut, asal kamu tidak bersedih dan tidak marah lagi sama aku." Danil mengecup puncak kepala Jelita dengan sayang, kemudian mengurai pelukannya.     

"Mas Danil harus sembuh, harus."     

"Akan sembuh, kamu doakan aku ya."     

Jelita mengangguk tegas.     

"Kalau Mas danil sudah baikan kita ke luar negeri, kita berobat disana. Ya?" Ujar Jelita sambil mngusap air mata nya yang kembali menetes.     

"Ya, kemanapun asal bersamamu."     

"Aku akan selalu menjaga Mas Danil, merawat Mas Danil, ga akan ninggalin Mas Danil."     

"Terimakasih sayang." Ucap Danil sambil mengusap kedua pipi istrinya yang sudah berurai air mata.     

"Kamu jangan menangis, aku sedih lihat kamu nangis." Lanjut Danil.     

"Hm, Jelita ga akan nangis, Mas Danil makan lagi ya..." Ucap Jelita mengambil makanan yang tadi ia taruh di atas nakas.     

"Iya, tapi habis ini kamu harus makan juga ya."     

"Iya, tadi kak Ronald sudah beliin aku sarapan sebelum berangkat ke kantor."     

"Dia sudah berubah?"     

"maksud Mas Danil?"     

"Ronald sudah berubah?"     

"Ya, aku rasa begitu, sepertinya dia sudah lebih santai dalam menghadapi masalah, dan sudah lebih bisa menerima dirinya."     

"Apa kamu masih menaruh kamera pengintai dikamar Ronald?" Tanya Danil menyelidik.     

"Bagaimana Mas Danil bisa tahu?" Jawab Jelita tak menyadari jika Danil hanya mengujinya.     

"Jadi benar kamu menaruh kamera pengintai di kamar Ronald?" Tanya Danil sambil melotot ke arah Jelita.     

"HAH! Jadi mas danil . . ." Jelita baru menyadari pertanyaan yang menjebak dari suaminya.     

"Jadi apa saja yang udah kamu lihat di kamar Ronald? Jangan-jangan kamu melihat dia yang lagi . . ."     

"Yang lagi apa?"     

"Yang lagi ga pake baju."     

"Ah...e... Engg gak.." Jawab Jelita gelagapan.     

"Tapi aku ga sengaja lihat, lagipula kak Ronald selalu sudah memakai baju setiap keluar dari kamar mandi."     

"HAH!!!!!" Danil mendesah kasar.     

"Aku kan tutup mata, kalau kak Ronald lagi ga pake baju."     

"Tetap aja kamu udah pernah lihat."     

"Mas Danil cemburu? tenang aja, ga ada yang menandingi ke hot-an suami akuhhh..." Rayu Jelita.     

"Masa?"     

"Gedean siapa?" Goda Danil.     

"Apanya?" Jelita bukannya tidak tahu maksud Danil, namun sungguh rasanya dia ingin masuk ke lubang semut saat ini juga saking malunya ketahuan ngintip kakaknya sendiri, walau itu demi alasan tertentu.     

"Ya itunya.." Danil masih saja senang menggoda istrinya.     

Jelita tak menjawab tapi wajahnya sudah merah semerah cabe keriting yang baru dipetik dari pohonya. Danil pun tak mampu menahan tawa melihat wajah Jelita yang nampak kesal sekaligus malu.     

Disaat yang sama pintu kamar terbuka dan wajah Ronald seketika berubah menjadi penasaran melihat dua ekspresi manusia di depannya yang bertolak belakang.     

"Ada apa, Danil, kenapa muka Jelita jadi jelek seperti itu?" Tanya Ronald yang langsung mendapat pelototan dari Jelita. Danil tambah terbahak mendengar ucapan Ronald.     

"Kak Ronald kenapa ngomong gitu? lagian kenapa kak Ronald balik lagi katanya mau ke kantor?" Ucap Jelita dengan nada sewot.     

"Aku udah ke kantor barusan, kantor rumah sakit. Ini juga salah satu kantor saya, JEL."     

"Lama-lama kak Ronald ketularan mama sama Rey, suka banget ngledekin orang."     

"Jadi serba salah, aku baik salah, aku jahat salah juga, rewel salah, diam salah juga, harus gimana aku baiknya coba?"     

"Paling ga tuh ya kak, ga usah ikut-ikutan ngejahilin aku."     

"Makanya kamu cepet gede biar ga dijahilin terus."     

"Ya Allah aku kan udah gede, udah nikah juga pemimpin perusahaan juga."     

"Maksudnya gede perutnya."     

"Tuh kaaannnn."     

Danil dan Ronald tertawa terbahak sepertinya hobi kedua laki-laki ini memang berubah sejak mengenal Jelita, bahkan kepribadian mereka pun berubah tanpa mereka sadari, begitu besar pengaruh orang-orang yang berada di dekat kita, jika mereka baik maka kita akan terbawa baik, jika mereka jahat maka mereka akan terbawa jahat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.