aku, kamu, and sex

Makan malam terintimidasi



Makan malam terintimidasi

0"Ronald, beberapa hari ini kamu jarang tidur di rumah mama perhatiin?" Kata sang mama saat mereka menikmati makan malam bersama.     
0

Sang papa melirik kearah Ronald, kemudian melanjutkan makan malamnya dengan santai, Tuan Sanjaya sangat mengerti tabiat sang istri yang memang selalu overprotektif pada anak-anak mereka. Dan sepertinya Ronald mulai memahami akan sifat mama angkatnya kini, namun ia justru bahagia itu tandanya bahwa sang mama memperhatikannya dan menyayanginya.     

"Ronald menginap di rumah teman, ma, Kadang menginap di rumah Danil kalau memang sedang membantu Yogi mengerjakan pekerjaan kantornya Danil."     

"Bagaimana kantor Danil, apa ada masalah?" Tanya sang papa.     

"Sejauh ini semua baik-baik saja, Yogi bisa menangani urusan kantor dengan baik, hanya sesekali memang Ronald yang harus membantu turun tangan."     

Tuan Sanjaya mangut-mangut mendengar ulasan dari Ronald. Kemudian Tuan Sanjaya bertanya pada anak laki-lakinya satu lagi yang tadi hanya sibuk mengunyah makanannya sambil menyimak percakapan antara papa dan sang kakak.     

"Gimana kantor kamu, Rey?"     

"Semua aman terkendali, Pah."     

"Baguslah, kalian harus membantu adik kalian, sekarang waktunya kita bersama-sama saling berpegang tangan untuk menguatkan satu sama lain." Ucap Tuan Sanjaya kepada kedua anak angkatnya.     

"Iya pah." Ucap Rey dan Ronald bersama-sama.     

"Ma, Rendangnya tambah dong." Ucap Rey yang menyodorkan piringnya pada sang mama.     

"Kamu udah nambah berapa kali, Rey?"     

Ronald terkekeh melihat adiknya yang cuek-cuek saja makan dengan porsi yang besar.     

"Kenapa sih, ma?"     

"Ya ampun Rey, mama ga mau kamu gendut pas acara nikahan kamu."     

"Masih lama, ma."     

"Masalahnya kamu ga kayak kakak kamu yang rajin olah raga, kamu mah sukanya olah raga jari doang, tuh sampe jari kamu keriting dari bayi yang buat mainan computer mulu, papa sih yang ngajarin?"     

Tuan Sanjaya menaikkan kedua alisnya, kemudian mulai protes,"Kok jadi papa yang disalahin?"     

"Ya ini semua gara-gara papa, yang selalu ajak Rey ke ruang kerja papa, tuh kan jadi ga tahu olah raga."     

"Ga, olah raga juga anak papa ganteng-ganteng." Ucap papa lirih namun masih bisa di dengar istrinya dengan benar.     

"PAPA!!!!"     

"ADAAAAAADAAA… Ampun, ma, ampun.." Cubitan sang mama mendarat tepat dipaha sang papa, membuat si empunya memekik kesakitan.     

Ronald dan Rey hanya tertawa kecil menyaksikan mama dan papa nya yang selalu saja manis di depan mereka, tak pernah mereka melihat mama dan papanya berantem apa lagi melontarkan kata-kata kasar dan nada tinggi. Yang ada hanyalah saling mengoda penuh cinta, membuat mata yang melihatnya jadi iri, itu juga menjadi penyebab utama kenapa Rey dan Jelita tak pernah bernuat kasar pada siapapun, kecuali penjahat itupun dengan sangat terpaksa.     

"Makin tua makin jadi aja." Celetuk Ronald.     

"Maksud kamu?"     

"Ih, mama denger aja orang ngomong."     

"Kamu piker mama udah tua kayak nenek peot yang udah ga bisa denger dengan yang kalian omongin?"     

Ronald terkekeh kemudian melanjutkan makan malamnya, tak ada gunanya juga ia membalas ucapan sang mama, sudah pasti Ronald akan kalah. Seorang emak-emak punya seribu kata dan seribu alasan untuk membuat dirinya menang.     

"Ronald besok mama ikut kamu ke rumah sakit ya, mama mau jemput Humaira, mau ajak dia belanja, Rey tinggalin ATM kamu besok, jangan dibawa, mau mama kasih sama Humaira." Ucap mama pada Ronald dan Rey.     

"Kenapa ga Rey aja sekalian yang antar mama ke rumah sakit? Kenapa mesti kak Ronald." Protes Rey.     

"Kamu belum nikah sama Humaira, jadi ga usah sering-sering ketemu, nanti nambah dosa."     

Ronald hampir menyemburkan makanan dimulutnya mendengar kata-kata telak dari sang mama, sedangkan wajah Rey berubah masam, sang papa hanya melirik Rey sekilas sambil terkekeh.     

"Kamu juga jangan ngetawain adik kamu, awas ya kalau kamu diam-diam punya pacar dan ga kasih tahu mama."     

Ronald mendadak berhenti mengunyah, bahkan untuk menelan makanan dimulutnya terasa sulit. Gantian Rey yang terkekeh melihat reaksi sang kakak. Rey percaya suatu saat kakaknya ini akan berubah menjadi laki-laki yang normal. Rey diam-diam seperti Jelita mengamati kegiatan sang kakak dan mengamati segala perubahan dari sang kakak walau itu hal terkecil sekalipun.     

Makan malam yang penuh intimidasi dari sang mama namun penuh kehangatan dan rasa cinta itupun akhirnya berakhir, mama dan papanya menikmati malam dengan duduk ditaman belakang ditemani cemilan dan the hangat. Rey memilih pergi ke kamarnya dan bertelpon dengan sang pujaan hati.     

Sedangkan Ronald menyibukkan diri dikamarnya dengan berkas-berkas yang ia bawa dari kantor. Belakangan ini ia benar-benar disibukkan dengan urusan kantor entah urusan kantor dia atau pun kantor Danil, walau Danil memegang kendali penuh perusahaannya lewat dunia maya, namun ada kalanya Ronald harus membantu Danil untuk turun langsung dalam menangani sebuah proyek.     

Danil dan Ronald memang sejak mereka sekolah sudah saling membantu sama lain, dalam hal apapun, namun mereka tidak pernah mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Itu yang membuat mereka bertahan dalam hubungan kerja sama., walau mereka pernah berada di posisi paling sulit dalam sebuah hubungan namun nyatanya tak mempengaruhi sedikitpun hubungan kerja sama bisnis mereka.     

"Kak, apa aku ganggu?" Ucap Rey yang membuka sedikit pintu kamar Ronald.     

"Masuk aja Rey," Jawab Ronald namun pandangannya tak lepas dari berkas-berkas dimejanya.     

Rey masuk ke kamar Ronald kemudian tiduran diatas kasur sang kakak yang sedang sibuk memeriksa berkas.     

"Kak, menurut kakak, apa lebih baik aku sendiri yang menemui Om Richard?"     

Ronald menoleh pada Rey, kemudian meletakkan pulpen yang ia pegang diatas berkas.     

"Mungkin lebih baik begitu, tapi kamu harus hati-hati mereka akan mengira kamu adalah mata-mata kepolisian, atau mata-mata Danil."     

"Iya sih, tapi kita juga ga bisa menunggu lebih lama lagi, aku takut kondidi Danil semakin parah, dia harus segera mendapatkan donor sum-sum tulang belakang."     

Ronald menarik nagas panjang kemudian perlahan menghembuskannya, seraya ia duduk bersandar pada kursi kerjanya di kamar.     

"Kamu benar, begini saja, kamu pergi ke tempat persembunyian om Richard, setelah kamu menyelesaikan membuat alat SOS seperti yang papa katakan, itu untuk jaga-jaga jika kau tak kembali dalam dua hari maka aku akan menyusulmu kesana, atau kau membuat alat yang lebih canggih, intinya persiapan kita harus benar-benar matang, bagaimanapun om Richard tak bisa kita anggap remeh, Rey., Dia punya anak buah yang sangat trampil dan rekan nya sangat luas jangkauannya."     

"Iya kak, kakak benar, Rey harus membuat persiapan yang matang."     

"Baiklah kalau begitu, Rey akan segera menyelesaikan peralatan keamanan itu."     

"Bagus, kakak mendukungmu, dan pasti akan membantumu, bagaimanapun caranya kita harus membawa om Richard pada Danil."     

"Iya, kak."     

"Ehm…,ngomong-ngomong, kemarin aku lihat kakak sama gadis kecil pake topi, itu siapa kak?"     

"Oh itu, dia anak kecil yang waktu itu aku serempet hingga kakinya terluka, tapi sekarang sudah selesai kok urusannya.     

Ronald agak gugup menjawab pertanyaan Rey karena takut Rey akan salah paham padanya. Untung saja Rey tak menambah panjang pertanyaannya mengenai Rena, kalau tidak dia juga bingung mau jawab apa pertanyaan dari Rey.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.