aku, kamu, and sex

Ramond anankku.



Ramond anankku.

0Arlita mengeluarkan pistol dari balik bajunya, dan sudah mengarahkan ke pintu apartemen, dia tak perduli meski ia akan dituntut untuk ganti rugi oleh pihak pengelola apartemen.     
0

DOR     

Arlita menembak pas di engsel pintu apartemen, Ronald segera membuka pintu itu dan masuk begitu saja bersama Arlita di belakangnya.     

"Mommy! Daddy!" Teriak Ramond yang berlari memeluk Arlita dan Ronald erat.     

"Tidak apa-apa sayang, semua akan baik-baik saja." Ucap Ronald menenangkan anak laki-lakinya.     

Wajah Matt menggelap apa lagi melihat Arlita tak datang sendirian, melainkan bersama lelaki yang beberapa hari ia kenal di lobi gedung apartemen.     

"Jadi benar kau laki-laki yang mengambil Arlita dariku?" Ucap Matt dingin.     

"Arlita, bawa pulang Ramond ke rumah papa." Ucap Ronald sambil berdiri menatap tajam ke arah Matt.     

Arlita langsung bangkit dan membawa Ramond dalam gendongannya kemudian keluar dari apartemen Matt.     

"Aku tidak mengambil Arlita darimu, tapi kau yang telah meninggalkan dia."     

"Aku menyuruhnya untuk menungguku, aku tak pernah meninggalkannya, tapi dia pergi tanpa memberiku pesan, itu semua karena laki-laki macam dirimu."     

Ronald tersenyum sinis, "Itu karena kesalahanmu, sekarang jangan ganggu Arlita lagi, dia sudah bahagia tanpa dirimu."     

"Arlita harus kembali bersamaku."     

"Atas dasar apa kau menginginkan Arlita untuk kembali padamu?"     

"Karena aku dan Arlita masih saling mencintai."     

"Cinta?Hah! Mudah sekali kau bilang cinta semudah itu kau juga melupakan."     

"Sedetik pun aku tak pernah melupakan Arlita."     

"Arlita seorang muslim, dan apa kau tahu jika Arlita seorang polisi? jadi tak mudah baginya untuk keluar dari negara ini, lagi pula kau tahu dia sudah punya anak."     

"Aku yakin dia adalah anakku."     

"Benarkah?" Ronald mencibir.     

"Ramond adalah anakku." UCap Ronald pelan namun tegas.     

DUAAKKK     

Satu pukulan hampir mengenai Ronald, namun dengan cepat Ronald menangkis pukulan dari Matt. Dan membalas pukulan Matt yang pas mengenai rahang Matt.     

Matt mundur beberapa langkah akibat pukulan keras yang dilayangkan oleh Ronald.     

"Arlita tak kan pernah menghianatiku."     

"Arlita tak pernah menghianatimu, tapi kau yang telah menghianatinya." Ucap Ronald dengan tatapan tajam, kemudian ia melanjutkan ucapannya. "Mattius Gordon, seorang ketua gangster terkenal di negara C dan R, pemilik beberapa club malam, dan rumah judi, tentunya kamu sangat kaya dengan penghasilanmu yang teramat besar Tuan Matt Gordon, tapi sayang uang itu haram untuk kau beri pada Arlita, atau bahkan Ramond jika memang dia anakmu, tapi sayangnya Ramond adalah anakku, jangan pernah bermimpi jadi ayah untuk Ramond."     

"Tuan Ronald, saya tahu anda seorang bisnisman yang handal dan sangat berpengaruh di negara ini, jangan sampai karena tindakan dan ucapan anda, akan berakibat buruk untuk usaha anda." Ucap Matt tak kalah sengit dengan Ronald.     

"Anda mengancam saya?" Tanya Ronald dengan nada mengejek.     

"Itu sebuah peringatan." Ucap Matt melangkah mendekat ke arah Ronald.     

"Harusnya aku yang memberimu peringatan, karena kedatanganmu ke negara ini salah besar, dan hari ini adalah hari kesialanmu." Ucap Ronald dengan senyum sinis.     

"Apa maksud mu?"     

"Bukti bahwa Arlita tak lagi mencintaimu, lihatlah keluar. gedung ini sudah dikepung oleh polisi dan interpol."     

Matt melihat keluar jendela sudah ada helikopter yang mengintai apartemennya, dan di depan pintu kamar telah berderet pasukan dari kepolisian bersenjata lengkap.     

"SIALL!!" Gerutu Matt.     

"Kau yang akan membawaku keluar dari sini." Matt langsung mengarahkan senjatanya pada Ronald.     

"Silahkan kau menyandraku, tapi kau tetap tak kan bisa lolos dari sini." Ucap Ronald santai.     

"Angkat tanganmu ke atas." Ronald mengikuti apapun yang dikatakan Matt.     

"Jalan!" Ucap Matt sambil menodongkan pistol dikepala Ronald.     

Ronald berjalan mengikuti perintah Matt, Tim dari kepolisian tak sedikitpun menurunkan senjata mereka, Ronald terus berjalan melewati barikade polisi, hingga sampai di depan lobi gedung apartemen. Tak ada yang menduga jika akan ada aksi heroik dari seorang gadis kecil menggunakan sepedanya.     

Rena sengaja memacu sepedanya dengan cukup kencang dan menghantam Ronald dan Matt yang sedang berjalan menuju ke sebuah mobil yang terparkir di depan lobi.     

Keduanya terpental, Mata Ronald menyelidik siapa gerangan yang menabraknya, dan ia melihat Rena berdiri diatas sepedanya, sedangkan Matt terdesak dia langsun g berlari ke arah mobil yang sudah menunggunya, desingan peluru membahana dari segala penjuru, membuat Rena mengigil ketakutan sambil berjongkok disamping sepeda, Ronald mengendap untuk menghindari salah sasaran dan segera berlari ke arah Rena berada.     

Ronald berlari ke arah Rena ketika melihat mobil yang membawa Matt menuju ke arah Rena yang tengah berjongkok ketakutan.     

BrUUKkk!!!     

Ronald berguling kesamping menghindari mobil Matt dengan Rena berada dalam dekapannya.     

"Kau tak apa-apa?" Tanya Ronald yang melihat Rena masih menutup kedua telingganya, sedang matanya terpejam.     

"Rena, Rena." Ronald memangil-manggil Reda yang tak jua mau membuka matanya.     

"Pak Ronald anda tidak apa-apa?" Tanya salah seorang petugas kepolisian.     

"Saya tidak apa-apa, Pak."     

"Apa anda mengenal gadis ini?"     

"Ya Pak, dia___dia anak sahabat saya."     

"Apa dia baik-baik saja?" Tanya sang petugas kepolisian sambil menatap ke arah Rena.     

"Saya rasa dia hanya shok biar saya membawanya pulang."     

"Baik lah kalau begitu pak Ronald, tim kami sedang melakukan pengejaran terhadap tersangka, kami akan segera memberi kabar pada anda jika ada kemajuan, dan kami membutuhkan keterangan dari anda terkait peristiwa pengerebekan ini."     

"Baik saya akan memberi keterangan, silahkan hubungi saya nanti."     

"Baik lah Pak Ronald kami permisi dulu."     

"Silahkan pak."     

Rena menatap Ronald penuh rasa penasaran. Kemudian tiba-tiba Ronald menoleh dan menatapnya, Rena segera mengalihkan tatapannya,karena tak mau bertemu tatap dengan Ronald.     

"Ayo bangun, apa kau bisa berjalan?" Ronald melihat seluruh tubuh Rena takut ada yang terluka karena benturan.     

Rena mengeleng cepat, "Aku ga apa-apa om, cuma sedikit lecet disini." Rena memperlihatkan sikunya yang memar dan mengeluarkan sedikit darah.     

"Ayo ikut aku, kita obati lukamu." Ronald menarik pergelangan tangan Rena dan mengajaknya masuk ke gedung aprtemen, langsung menuju lift yang membawa mereka ke apartemen pribadi Ronald.     

Ronald membuka pintu apartemen menggunakan sidik jarinya, kemudian mengajak Rena masuk ke dalamnya.     

"Bersihkan tubuhmu, kamar mandi ada di sebelah sana." Ronald menunjukkan letak kamar mandi pada Rena, dan perlahan Rena masuk kamar mandi yang tadi di tunjukkan oleh Ronald.     

Ronald masuk ke dalam kamarnya, membersihkan tubuhnya di kamar mandi pribadi di dalam kamarnya, dan menganti pakaiannya.     

Ronald keluar dari kamar dengan menggunakan setelan kaos oblong warna hitam dan di padukan dengan celana levis selutut sambil membawa kotak obat untuk mengobati luka di tangan Rena.     

"Dasar gadis bodoh, besok lagi jangan berbuat nekat seperti itu, itu sangat berbahaya. kau tahu itu?" Ucap Ronald sambil mengoleskan obat luka pada siku Rena.     

"Kamu ngapain ada di gedung apartemen, hm?"     

"Rena habis mengantarkan bunga di gedung apartemen ini, terus lihat om lagi di todong pakai pistol, ya udah Rena tabrak aja, kirain ga ada pak polisi yang akan menolong om, tahunya di belakang om banyak banget pak polisinya."     

"Dasar bodoh, apa kamu ga lihat kamera wartawan, ada helicopter diatasmu?"     

"Rena kira ada syuting film disini makanya banyak kamera, mana rena tahu itu kamera wartawan yang sedang meliput berita."     

DRTTTTT DRTTTTT     

Ponsel Ronald bergetar, ada nama papa tertulis disana.     

[Assalamualaikum, Ronald], Sapa sang papa dari seberang telpon.     

"Waalaikumsalam, pah."     

[Ronald, apa yang terjadi? kenapa kau ditodong pistol? kamu dimana sekarang? bagaimana keadaanmu?] Tanya sang papa dengan penuh ke khawatiran.     

"Ronald tidak apa-apa pah, Ronald diapartemen, nanti kalau sudah di rumah Ronald akan menceritakan semua pada papa."     

[Baiklah papa akan segera pulang, pasti mamamu sangat mengkhawatirkanmu saat ini.]     

"Ronald akan mengirimkan pesan pada mama, papa tak usah khawatir."     

[Baiklah, kamu hati-hati. Assalamualaikum]     

"Waalaikumsalam, pa."     

Kemudian Ronald dan papa menutup telpon mereka, tatapan Ronald beralih pada manik mata Rena yang sayu.     

"kenapa kau menatapku seperti itu." Tanya Ronald pada Rena sambil kembali mengobati luka Rena.     

"Ga apa-apa, Om. Pasti tadi yang telpon itu orang tua Om ya?"     

"Hm."     

"Om masih punya orang tua, Rena sudah tidak punya siapa-siapa." Ucap Rena sendu, dan langsung mendapat tatapan tajam dari Ronald.     

"Kamu punya aku sekarang." Ucap Ronald kemudian bangkit untuk menaruh kembali kotak obatnya, karena ia telah selesai mengobati tangan Rena.     

Sedangkan Rena hanya menatap Ronald yang berjalan ke kamarnya tanpa menoleh sedikitpun padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.