aku, kamu, and sex

Ayah



Ayah

0Setelah dua hari berturut-turut turun salju yang cukup lebat, akhirnya kini Danil dan Jelita bisa memerikasakan kesehatan Danil ke rumah sakit yang cukup terkenal, namun mereka tidak hanya berdua karena Tuan Handoko yang tak lain adalah ayah kandung dari Ronald dan Rey menyertai mereka ke rumah sakit, ini adalah bentuk rasa cinta dari sebuah keluarga, dukungan dan semangat dari mereka yang benar-benar Jelita dan Danil butuhkan saat ini.     
0

"Bagaimana dok?" Tanya Tuan Handoko kepada dokter yang tadi memeriksa Danil.     

"Leukimia dalam stadium ini kemungkinan untuk disembuhkan masih bisa yaitu dengan pencangkokan sum-sum tulang belakang, namun harus melalui tes hingga benar-benar menemukan sum-sum tulang yang cocok, dan inipun harus sesegera mungkin."     

"Baiklah kami akan berusaha secepatnya mendapatkan donor untuk Danil." Ucap Tuan Handoko.     

"Kami akan menunggu, Ini resepnya silahkan nanti mengambil obatnya di bagian farmasi." Ucap dokter yang memeriksa Danil.     

"Kami permisi dulu dokter."     

"Silahkan."     

Danil, Jelita dan Tuan Handoko keluar dari ruangan dokter, menuju lahan parkir dan segera kembali ke rumah mereka.     

"Apa sudah ada kabar dari Rey mengenai pamanmu, Danil?" Tanya Tuan Handoko sambil memasang sabuk pengaman pada tubuhnya saat mereka sudah berada di dalam mobil.     

"Belum, Yah. Biar nanti aku tanyakan sama Rey." Ucap Danil sambil mengengam erat tangan Jelita yang duduk di sampingnya.     

"Ya, sampaikan salam ayah untuk Rey dan Ronald, kalau kau menelpon mereka."     

"Kenapa ayah tak telpon sendiri pada mereka?" Tanya Jelita, seketika raut wajah tuan Handoko berubah sendu. Jelita melihat raut tua yang begitu terluka, perlahan Jelita melepas gengaman tangannya dengan Danil dan memeluk Tuan Handoko yang duduk di dekat sopir.     

Tuan Handoko membelai tangan Jelita yang melingkari lehernya sedangkan kepalanya berada di ceruk leher sang ayah.     

"Ayah harus bisa melepaskan kesedihan ayah, sudah saatnya ayah berkumpul dengan Rey serta kak Ronald dalam keluarga yang bahagia." Ucap Jelita sambil terus memeluk sang ayah penuh sayang.     

Tuan Handoko tersenyum walau disertai air mata yang menetes dipipi tuanya.     

"Ayah jadi terlihat sangat tua, karena ayah terbelenggu kesedihan, padahal umur ayah dan papa tak selisih jauh." Goda Jelita, yang mendapat kekehan dari Tuan Handoko.     

"Cepatlah beri ayah cucu, supaya ayah bisa bermain dengan cucu ayah." Ucap Tuan Handoko sambil menepuk pelan pipi chubi Jelita.     

"Iya, doakan ya ayah." Ucap Jelita mencium pipi sang ayah sekilas, kemudian menghapus air mata di pipi tua sang ayah.     

"Danil, Jelita sejak kalian berada di sini bersama ayah, hidup ayah menjadi lebih berseri, ayah bahagia karena ayah tak tinggal sendiri di Negara asing ini."     

"Kenapa ayah tak tinggal bersama kami saja?" Ucap Danil yang duduk di belakang sopir.     

"Ayah tak ingin menganggu kalian, biar ayah cepet dapat cucu."     

"Siapa bilang ayah ganggu, justru kami senang jika ayah tinggal bersama kami, ayah tinggal bersama kami saja ya," Rajuk Jelita, Tuan Handoko tersenyum.     

"Ayah tidak bisa, tapi ayah janji ayah akan sering datang ke rumah kalian, atau kalian saja yang ke rumah ayah."     

"Maaf ayah, Jelita ga nerima saran dari ayah, pokoknya ayah harus tinggal bersama kami. Titik ga ada lagi penolakan."     

"Oke baiklah_"     

"Pak, tolong ke rumah ayah dulu baru nanti kita pulang." Ucap Jelita pada sang sopir yang langsung mengangguk, Jelita tak memberi kesempatan pada sang ayah untuk berbicara lagi. Tuan Handoko terkekeh dan sekali lagi menepuk pelan pipi Jelita yang bersandar di bahunya.     

"Kalian harus bersiap-siap terganggu oleh kehadiran si tua Bangka ini kalau begitu." Ucap Tuan Handoko sambil tersenyum.     

"Kau persis Ronald, suka memaksa. Benarkan Danil?"     

"Benar ayah, mereka berdua memang juara untuk urusan pemaksaan, ditambah mama klop sudah, ga ada yang berani bantah." Ucap Danil dengan tersenyum, dan mendapat cubitan di pahanya oleh sang istri yang baru saja mengurai tangannya dari tubuh Tuan Handoko.     

"Ayah kira, di masa tua ayah__ayah tak kan mendapatkan kebahagiaan seperti ini."     

"Pokoknya sekarang ayah harus berusaha membuang jauh-jauh kesedihan ayah, karena Rey dan Ronald kini mereka bahagia, jadi ga ada alasan untuk ayah terus bersedih dan merasa terhadap mereka, kasian bunda yah, bunda akan sedih jika ayah sedih, Jelita yakin bunda disana sudah bahagia karena melihat Rey dan Kak Ronald sudah hidup lebih baik dan rukun."     

"Itu karena mereka berada di tangan orang yang tepat, ayah bersyukur mempunyai orang yang bisa dipercaya seperti ayahmu, dia tak hanya sahabat tapi juga saudara satu-satunya yang ayah punya, yang menerima ayah apa adanya."     

"Ya, karena ayah memberikan Rey sama papa, Jelita tak merasa kesepian, Jelita jadi punya teman, segalanya sudah ditetapkan oleh Allah, yah."     

"Ow ya Jelita, kemarin Rey sempat kirim pesan pada ayah, katanya Ronald punya anak angkat? Apa itu benar?"     

"Apa ayah baru tahu?" Tanya Jelita.     

"Ya, selama ini ayah dan Ronald kurang akrab untuk mengobrol secara pribadi, justru dengan Rey yang baru beberapa tahun bertemu dia justru banyak cerita, ayah selalu rindu email yang berisi curhatan dan cerita dari Rey."     

"Kenapa ayah tak mengangkat telpon dari Rey setiap kali dia telpon."     

"Ayah ga sanggup mendengar suaranya, ayah selalu terbebani dengan rasa bersalah karena memberikan dia pada orang lain."     

"Tapi Rey tak sedikitpun marah terhadap ayah akan hal itu, karena hal itulah ayah menjadi merasa seorang ayah yang tak berguna, ayah yang egois."     

"Ayah hanya berbuat yang terbaik untuk Rey dan kak Ronald, mereka tau itu."     

Tuan Handoko mengangguk-angguk, tak terasa mereka telah sampai di rumah tuan Handoko yang luas.     

"Ayo turun, kita sudah sampai." Ajak Tuan Handoko pada Jelita dan Danil.     

Jelita menatap keluar jendela, terlihat rumah bergaya klasik dengan taman yang tertutup oleh salju. Danil memegang bahu Jelita untuk mengajaknya turun, Jelita segera mengikuti Danil yang telah turun dari mobil dan menunggunya sambil menatap hamparan salju yang turun walau tak terlalu lebat.     

"Ayo masuk sebelum tubuh kalian jadi beku." Ucap Tuan Handoko di pintu masuk rumahnya.     

Danil dan Jelita bergegas mengekori Tuan Handoko yang sudah masuk ke dalam rumah, sang asisten rumah tangga Tuan Handoko dengan sigap menyiapkan air hangat untuk mereka.     

"Minumlah, jahe panas ini agar menjaga tubuh kalian supaya tetap hangat."     

"Ayah punya jahe?" Tanya Danil heran karena yang ayahnya sediakan adalah jahe has dari Negara mereka.     

"Ayah selalu dikirimi oleh mama mu Jelita, karena mama dan papamu disini sering terjadi cuaca ekstrem, untuk orang tua seperti ayah minum jahe ini sangat membantu ayah."     

"Oh, pantesan mama sering borong jahe, ternyata di kirim ke ayah."     

Tuan Handoko tersenyum, ayah, bunda, mama dan papamu adalah kawan dekat sejak kami masih duduk di bangku SMU dulu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.