aku, kamu, and sex

Antara kewajiban dan Cinta



Antara kewajiban dan Cinta

0"Gimana Rey, kamu berhasil melacak keberadaan Matt?" Tanya Arlita yang sudah berdiri disamping pria yang sedang mengotak-atik laptopnya.     
0

Rey diam namun tangannya tak berhenti bekerja. Ronald memperhatikan kecepatan tangan Rey yang sedang mengoperasikan laptopnya dengan begitu lincah, sungguh tak dapat dipercaya jika sang adik mempunyai otak yang begitu jenius.     

"Matt berada di titik ini." Ucap Rey tiba-tiba, Arlita menajamkan penglihatannya pada laptop yang berada di depan Rey, begitu juga dengan Ronald yang langsung mendekati adiknya.     

Namun tiba-tiba mereka bertiga saling pandang ketika melihat seksama titik keberadaan Matt. Ternyata jarak mereka hanya beberapa blok saja.     

"Sial... apa jangan-jangan Matt selama ini sudah mengintai pergerakan kalian berdua?" Kata Ronald menatap Arlita yang dahinya mengernyit karena memikirkan hal yang sama dengan yang Ronald katakan.     

"Jika benar seperti itu, berarti saat ini kita semua dalam bahaya." Ucap Rey yang meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sambil menyandarkan pungungnya dikursi.     

"Jadi apa yang harus kita lakukan?" Tanya Ronald pada Rey dan Arlita.     

"Tapi jika ini sebuah kebetulan, bagaimana?" ucap Arlita sambil memandang Rey dan Ronald secara bergantian.     

"Telpon Arka sekarang, suruh dia kemari." Ucap Ronald pada Arlita.     

Arlita segera menekan kontak bertuliskan nama Arka, dan tak berapa lama telpon itu tersambung.     

"Arka bisa kau kerumah Rey, sekarang?" Tanya Arlita setelah telponnya tersambung dengan Arka.     

[Kamu yang kemari Arlita, aku akan mengirimkan lokasinya sekarang]     

"Ada apa? kami sedang mengintai pergerakan Matt yang tak jauh dari rumah Tuan Sanjaya. Cepatlah kau kemari, kau harus memancing Matt keluar."     

DEG     

Hati Arlita berdetak kencang, apa yang harus dia lakukan sekarang, tak dapat dipungkiri jika jauh dilubuk hatinya masih ada cinta tersisa untuk Matt. Jika kata orang cinta pertama itu sulit dilupakan mungkin itu benar adanya.     

Arlita menekan dadanya yang tiba-tiba saja terasa sesak, mengigit bibirnya sebagai pelampiasan rasa sesak di dada. Menangkap penjahat terlebih dia adalah seorang mafia kelas kakap adalah tugasnya sebagai seorang polisi, namun sebagai perempuan dan seorang ibu mampukah ia menangkap ayah dari anak kandungnya, sekaligus pria yang menjadi cinta pertamanya.     

Arlita menutup panggilan telponnya dengan Arka, Ronald dan Rey menyadari perubahan yang terjadi pada Arlita. Sungguh Ronald tak kan tahan jika melihat seorang perempuan yang sudah ia anggap sebagai adiknya ini hilang arah, dan berada dalam kebimbangan.     

Ronald menarik tubuh Arlita dan memeluknya erat, tak perduli akan pikiran keluarganya terhadap dirinya, yang jelas dia hanya ingin memberikan ketenangan dan mengatakan pada perempuan dalam dekapannya bahwa ia tak sendiri.     

"Semua akan baik-baik saja Arlita, percayalah, jika kau memang berjodoh dengan Matt, Allah akan memberi kalian jalan, percayalah padaku, sekarang jalankan saja tugasmu, Ramond akan tetap bersamaku, apapun yang terjadi."     

Arlita memeluk tubuh Ronald erat dan menangis tanpa menumpahkan segala kesedihan dan kebimbangan di hatinya, Arlita selalu nyaman dengan Ronald, seorang lelaki yang tak pernah ia kenal sebelumnya kemudian hadir sebagai penyelamat, sekaligus kakak tempat ia mengadukan segala kesedihan.     

"Kami selalu ada untukmu." Ucap Rey lalu pergi untuk menemui Humaira yang sedang berada di kamar Ramond bersama sang mama.     

Namun Rey menghentikan langkahnya ketika melihat sang papa yang berada di balkon rumahnya sambil memegang teropong jarak jauh, seperti sedang mengamati sesuatu. Kemudian Rey mendekati papanya, menepuk pundaknya pelan untuk menghentikan aksi sang papa yang sedang meneropong.     

"Apa yang papa lakukan?" Tanya Rey sambil mengamati jauh kedepan dimana teropong itu terarah.     

"Lihatlah." Ucap sang papa.     

Kemudian papa dan Rey berganti posisi, Rey melakukan seperti tadi papanya lakukan, setelah beberapa saat tubuh Rey menegak dan menatap sang papa.     

"Dari mana papa tahu?" Tanya Rey pada sang papa.     

"Dari laptopmu yang tersambung ke notebook papa, jadi papa langsung tahu lokasi mereka, yang papa lihat itu benar Matt?"     

"Rey juga tidak tahu wajah Matt seperti apa, tapi sepertinya iya jika dilihat dari kemiripannya dengan Ramond."     

Tuan Sanjaya mendesah, kemudian berujar. "Kasian Arlita, pasti sekarang dia sedang galau."     

"Ya, dia sedang menangis di dalam ditemani kak Ronald."     

"Seandainya kakakmu ada rasa dengan Arlita, papa pasti akan merestuinya, tapi setelah papa tanya pada Ronald ternyata Ronald hanya mengangapnya sebagai adik." Tuan Sanjaya mendesah berat, kemudian menatap Rey yang juga sedang menatapnya.     

Tiba-tiba pandangan Rey mengarah ke halaman rumah dibawahnya, ia melihat Arlita sudah berlari menuju keluar halaman, diluar sudah ada seorang petugas kepolisian yang menjemputnya dengan sepeda motor, terlihat pula Ronald yang berlari mengejar Arlita sampai di halaman, dan berdiri mematung setelah melihat Arlita berlalu dari hadapannya. Rey berlari ke lantai paling atas rumahnya sambil membawa teropong untuk memantau Arlita. Di ikuti sang papa dibelakangnya.     

Arlita berdiri di depan rumah mewah kemudian menekan bel rumah, tak berapa lama Regan keluar dan membukakan pagar untuknya.     

"Duduklah, akan ku panggilkan Matt, kau mencarinya bukan?" Ucap Regan dengan nada datar.     

Arlita hanya mengangguk dan duduk dikursi yang ada di ruang tamu.     

Matt telah mengetahui kedatangan Arlita ke rumahnya bahkan ia juga sudah menduga pasti ada polisi yang lain sedang mengintai rumahnya.     

"Kamu dan Regan pergilah lewat pintu belakang, bair aku yang menyelesaikan urusanku disini tanpa melibatkan kalian, kamu pulanglah ke negara kita, dan urus semua usaha kita bersama Regan." Ucap Matt kepada Scoot sahabatnya dan juga Regan anak buah yang selalu setia padanya.     

"Tapi Matt__" Ucapan Scoot terhenti dengan satu isarat dari Matt.     

"Pergilah aku akan mengulur waktu." Ucap Matt tanpa menoleh pada Scoot dan Regan.     

Scoot memeluk sahabatnya erat, kemudian menepuk pungungnya, dengan berat hati Scoot pergi dari rumah mewah itu bersama Regan sebagai penunjuk arah, langsung menuju bandara untuk kembali ke negaranya.     

Setelah sepuluh menit berlalu Matt kemudian turun dari lantai dua untuk menemui Arlita yang sudah menunggunya dengan hati gelisah.     

"Arlita." Panggil Matt dengan senyum menawan yang selalu membuat Arlita teringat dengannya.     

Arlita menunduk, perlahan air matanya menetes, dengan menguatkan hatinya Arlita mencoba untuk berbicara, "Ramond, Ramond adalah anakmu."     

Arka yang mendengar suara Arlita dan menyebut Ramond adalah anak Matt, langsung menunduk, ia tahu Arlita sedang menangis saat ini,dan Arka merasakan hatinya seperti tertusuk ketika mendengar pengakuan dari gadis yang ia cintai tentang kenyataan siapa lelaki pertama yang mendapatkan hatinya.     

Tak jauh berbeda dengan Arka, Matt yang mendengar kejujuran itu dari Arlita, tersenyum walau tak dapat ia tutupi kesedihan juga tengah menyelimutinya, entah setelah mengetahui kebenaran ini apakah dia masih ada kesempatan untuk bertemu dengan anaknya, memeluknya dan mendengarkan ia dipanggil papa oleh anaknya.     

"Walau kau tak mengatakannya, aku tahu Ramond adalah anakku, wajahnya begitu mirip denganku bukan? apa ketika kau hamil Ramond kau sangat membenciku?Hm...? hingga Ramond sangat mirip denganku." Ucap Matt dengan tersenyum kecil sambil menahan air matanya untuk jatuh.     

Dia berlari ke arah Arlita dan memeluk perempuan itu erat, tak ada pelukan atau balasan dari Arlita kecuali tangis yang pecah dari keduanya.     

Setelah beberapa saat Matt melepaskan tubuh Arlita, polisi menerobos masuk ke ruang tamu dengan mengacungkan senjata ke arah Matt dari segala penjuru. Arlita masih diam, namun perlahan ia menghapus air matanya.     

Matt sengaja mengeluarkan senjatanya dari balik baju dan menodongkan pistol ke arah Arlita, sontak polisi dan Arka yang juga sedang mengarahkan pistol ke arah Matt menjadi terkejut. Kemudian...     

DORRR!!!!!!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.