aku, kamu, and sex

Dua hati



Dua hati

0Arlita melangkah pergi dari kamar Matt, tak pernah ia membayangkan jalan hidupnya akan seperti ini, harus bertemu dengan seseorang yang ia cintai dan kemudian harus meninggalkan ia pula.     
0

Selepas kepergian Arlita dari kamar Matt, Setelah dokter selesai memeriksa Matt, Arka masuk ke dalam kamar Matt untuk menginterogasi Matt terkait kasus yang menimpanya.     

"Tuan Mattius." Sapa Arka.     

Matt menoleh seketika Arka tercekat. Matt baru saja menangis. Matanya merah dan raut wajahnya yang sendu dan ketiadaan Arlita disisinya.     

Perlahan Arka duduk di samping ranjang Matt, menyandarkan pungungnya ke kursi kemudian bersedekap, tatapan matanya tak lepas mengamati pergerakan Matt yang berusaha duduk dan menyandarkan kepalanya pada dinding.     

"Anda mau menginterogasi saya? Saya sudah siap." Tanya Matt sambil melirik sekilas pada Arka.     

"Ya, anda benar, bagus kalau anda sudah siap."     

Matt mengangguk.     

"Apa hubungan anda dengan Arlita, kenapa waktu itu anda membawa anak Arlita ke apartemen anda yang berujung pada penyanderaan saudara Ronald?"     

"Arlita adalah kekasih saya."     

Jleb.     

Hati Arka seakan tertusuk sembilu mendengar jawaban dari Matt.     

"Kenapa saya menyandera Tuan Ronald, karena saya terdesak, saya harus bertemu dengan Ramond anak saya dan Arlita, maka saya harus keluar dari penyergapan itu."     

"Ramond putra anda?"     

"Ya."     

Arka mendesah nafas berat. Kemudian melanjutkan dengan pertanyaan lain yang berkaitan dengan hubungannya dengannya Mafia kelas kakap yang pernah tertangkap, dan Matt menjawab apa adanya, namun ada beberapa pertanyaan yang memang dia menutupi kebenarannya, bagaimanapun keselamatan Scoot dan Regan tak ingin ia pertaruhkan di sini.     

Diluar rumah sakit, Ronald yang mengendong Ramond dan tangannya mengandeng Rena mendapat perhatian luar biasa dari para awak media, namun begitu mereka tak berani meliput, karena sudah tahu tabiat Ronald yang tak suka kehidupan pribadinya terusik, Ronald bisa menghancurkan siapa saja yang mengusik hidupnya, bahkan menghancurkan kantor media yang meliput hanya dengan satu tindakan. Mengakuisisi kantor tersebut menjadi miliknya.     

Rey melihat sang kakak dari jauh menuju kea rah mereka yang sedang duduk di sebuah rumah makan yang tak jauh dari rumah sakit menunggu mereka.     

"Kakak Ronald sama siapa, Rey?" Tanya Humaira pada Rey yang duduk di sampingnya.     

"Aku juga ga tahu, tapi aku serasa pernah lihat anak itu." Ujar Rey pada Humaira.     

Humaira dan Rey masih menatap Ronald yang masuk ke dalam rumah makan dan akhirnya duduk di depan mereka.     

"Hallo Ramond, kamu baik-baik saja?" Tanya Rey pada Ramond.     

"Hallo om Rey, Ramond baik-baik aja."     

"Kak, mana Arlita?" Tanya Humaira.     

"Sebentar lagi juga kesini." Jawab Ronald sambil memposisikan duduk di dekat Rena dan Ramond berada disamping Rey.     

"Maaf om, Rena mau pulang, boleh?" Tanya Rena pada Ronald.     

"Ga."Jawab Ronald singkat     

"Tapi Rena harus sekolah."     

"Oke, aku antar."     

"Ga perlu, om. Rena bawa sepeda kok."     

"Bye om, Bye Ramond."     

"Bye Kak Rena." Ucap Ramond sambil melambaikan tangan. Sedangkan Ronald hanya melongo melihat Rena yang sudah lari keluar restoran.     

"Rena?" Tanya Rey menatap Ronald.     

Rey mengaruk pelipisnya, kemudian mengangguk.     

"Dia masih sekolah?"     

"Kelas dua SMU." Jawab Ronald sambil meminum jus jeruk yang dipesankan Humaira untuknya.     

"Dua SMU, jangan bilang karena kelamaan jomblo kakak jadi berubah jadi pedofil." Ucap Rey sambil mencondongkan tubuhnya ke Ronald supaya suaranya tidak terdengar oleh Ramond.     

"Yang penting dia perempuankan?" Jawab Ronald sambil mengangkat kedua alisnya berkali-kali sambil tersenyum licik.     

"Astaghfirullah."     

"Apa-apaan sih kalian berdua ini." Tegur Humaira yang baru saja datang selepas memesankan makanan untuk Ramond.     

Keduanya hanya nyengir kuda mendengar teguran Humaira.     

****     

Rena melajukan sepedanya sedikit kencang karena malam mulai larut, dan akhirnya ia tiba di rumahnya yang masih dalam keadaan sepi. Rena menyimpan sepedanya di dalam toko bunga miliknya, menaruh tasnya secara asal di sana dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.     

Menyangka dia hanya sendirian saja di rumah dengan santai ia masuk ke dalam kamarnya hanya dengan berbalut handuk yang melilit tubuh mungilnya. Namun ketika ia menyalakan lampu kamar, alangkah terkejutnya ketika melihat Ronald yang sudah tidur tengkurap di atas ranjangnya.     

"Dasar om-om gila, ngapain juga dia malem-malem kesini, duh gimana aku mau ngambil baju?" Rena bermonolog.     

Melihat postur tubuh Ronald yang tinggi besar bahkan kakinya melebihi panjang ranjang yang ia punya, parahnya kakinya Ronald menutup akses untuk dia dapat membuka lemari baju miliknya yang tepat berada di samping ranjang.     

Rena duduk di meja belajar melihat sekeliling kamarnya, siapa tahu ada yang bisa ia gunakan untuk ia pakai, namun sayang ia tak terbiasa menyimpan baju kotor di kamar, bahkan baju yang baru saja ia pakai sudah ia masukkan ke dalam mesin cuci.     

"HUH." Rena mendesah, kemudian menelungkupkan kepalanya pada bibir meja belajarnya. Akibat dari rasa lelah karena seharian ia harus berjualan bunga sekaligus mengantarkannya seorang diri, di tambah kegiatannya di sekolah membuat kantuk Rena tak tertahankan, akhirnya dia tertidur dalam posisi yang sama hanya dengan berbalut handuk yang melilit tubuhnya.     

Tengah Malam Ronald terbangun, mengerjapkan matanya, kemudian dia baru mengingat bahwa ia berada di rumah Rena, segera ia bangun dari tidurnya, namun matanya menangkap sesuatu, Rena tertidur pulas dengan menelungkupkan kepalanya di bibir meja, dan membuat Ronald terkekeh geli karena Rena hanya memakai handuk tanpa memakai baju untuk menutupi tubuhnya.     

"Dasar gadis bodoh, bagaimana kalau ada orang jahat melihat mu tak memakai baju seperti ini, habis kau diperkosa." Ucapnya pada Rena yang bahkan masih tertidur pulas.     

Ronald duduk di pinggir ranjang mengamati wajah Rena yang mungil dan imut.     

"Cantik, manis. Aku tak percaya kalau kau asli orang sini, kulitmu tak seperti warga Negara asli disini, bahkan seingatku bola matamu berwarna coklat, walau rambutmu hitam legam dan sangat indah, hidungmu sedikit mancung, sayangnya tubuhmu sangat kurus." Ronald terkekeh sendiri, kemudian perlahan mengangkat tubuh Rena untuk di baringkan di ranjang.     

Dengan cueknya, Ronald mengambilkan baju tidur berupa kaos panjang selutut milik Rena di lemari dan memakaikannya pada Rena yang sedang tertidur, kemudian melepaskan handuk yang melilit tubuh mungil Rena.     

Kemudian Ronald menutup tubuh mungil itu menggunakan selimut tebal yang tersedia di ujung ranjang.     

CUP     

Ronald mengecup kening Rena sekilas, "Selamat tidur, Renaku."     

Ronald keluar dari kamar dan duduk di ruang makan sambil menegak air putih yang baru saja ia ambil, kemudian membuka ponselnya yang sedari tadi ia silent.     

Satu pesan yang membuatnya tertegun adalah pesan dari Matt.     

[Titip Ramond dan Arlita, mereka sangat berharga untukku, maaf karena aku salah paham akan dirimu. Arlita telah menjelaskan segalanya, terimakasih kau menjadi ayah yang baik untuk Ramond, aku pergi]     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.