aku, kamu, and sex

Dia baik-baik saja.



Dia baik-baik saja.

0"Kak Ronald!" Histeris Jelita ketika dia membuka matanya. Akhirnya setelah tiga jam tak sadarkan diri, Jelita membuka matanya.     
0

Danil yang ada di sampingnya langsung memegang tangannya erat, "Kamu sudah sadar, sayang?" Jelita menatap Danil seperti orang kebingungan, kemudian Danil kembali menenangkan Jelita;     

"Kamu dan Ronald sudah aman, jangan khawatir sayang, Ronald tidak apa-apa, lihat dia ada disebelah sana, dia hanya sedang pingsan, dia akan segera sadar sama seperti dirimu." Jelita masih menatap Danil seolah tak percaya jika sekarang dia sudah keluar dari ruangan yang pengab dan sempit itu.     

Jelita memeluk Danil erat, seolah takut kehilangan suami tercintanya. "Aku takut tidak bisa bertemu lagi denganmu, Mas." Air mata Jelita menetes deras mengingat peristiwa yang menakutkan yang baru beberapa saat lalu ia lalui bersama Ronald.     

"Jelita, sayang." Suara sang Mama mengema di telinganya, Jelita mengurai pelukannya pada Danil dan melihat wanita yang telah melahirkannya berdiri tak jauh dari Danil, kedua tangan Jelita terulur seperti anak kecil yang merengek minta dipeluk oleh ibunya.     

Dengan sigab mama memeluk tubuh mungil putrid kesayangannya dengan deraian air mata yang tak tertahan.     

"Kamu sudah baik-baik saja sayang." Jelita melepaskan pelukannya dan menoleh ke belakang sang papa sudah duduk di pinggir ranjangnya sambil membelai lembut pungung anak semata wayangnya. Kembali Jelita terhanyut dalam pelukan hangat sang papa.     

"Sudah, sudah, kamu sudah tidak apa-apa sekarang." Ucap Papa.     

"Kak Ronald gimana? Ya Allah wajahnya penuh lebam." Ucap Jelita sambil terisak kecil.     

"Apa yang terjadi, Jelita?"     

"Aku melihat Kak Ronald dibawa masuk ke sebuah mobil dengan paksa, lalu aku mengikutinya dengan taksi, tapi mereka mengetahuinya, akhirnya aku dibawa ke sebuah rumah dan dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang kecil dan pengab, lalu kurang lebih satu jam kemudian kak Ronald ikut dibawa masuk ke ruangan tempat aku disekap, dengan wajah dan tubuh yang sudah babak belur, kemudian ketika James akan menendang ku, Kak Ronald tiba-tiba bangun dan menarik kaki James, akhirnya James kalap dan menghajar kak Ronald habis-habisan."     

"Kenapa kamu diam saja, kamu bahkan ahli beladiri." Ucap Mama geregetan mendengar cerita Jelita.     

"Bagaimana aku bisa membantu kak Ronald jika tangan dan mulutku diikat."     

"Ya Allah." Sang mama kembali menangis karena tidak dapat membayangkan apa yang di alami anak perempuannya beberapa jam yang lalu.     

"Untung Rey lekas memberitahuku dimana lokasimu, jadi kami bisa segera dating menyelamatkanmu." Ucap Danil kemudian memeluk Jelita dengan erat.     

"Ya, aku mendengar bunyi tembakan, tapi setelah itu aku tak ingat lagi apa yang terjadi. Lalu dimana Rey sekarang, Mas?"     

"Dia ke kantor polisi member kesaksian bersama Arka."     

"Oh, sukurlah alat itu masih berfungsi." Ucap Jelita lirih.     

"Alat apa?" Tanya papa dan mamanya berbarengan.     

"Alat yang aku sebut mainan untuk petak umpet.��     

"Itu sudah lama sekali sayang." Ucap sang mama.     

"Untung saja masih berfungsi ya he . . ." Jawab Jelita sambil terkekeh karena teringat akan kemarahan mamanya dulu pada saat ia dan Rey ber eksperimen membuat alat itu, yang membuat rumah mereka hampir terbakar karena eksperimen mereka gagal.     

"Sepertinya papa harus memproduksinya secara masal." Ucap sang papa sambil mengangkat kedua tangannya seolah berpasrah.     

"Jadi papa menyerah?" Ucap Jelita sambil mencibir.     

"Karena papa sudah tua mungkin harus segera digantikan dengan yang lebih berjiwa muda."     

"Bilang saja papa mengaku kalah dari Rey." Goda Jelita karena papanya yang tidak mau secara berterus terang memuji mereka berdua dan berkata kalah.     

Papa menarik nafas panjang kemudian dengan menarik kedua alis nya menatap ke tiga manusia berbeda usia dan jenis kelamin di hadapannya bergantian.     

"Oke, papa akui bahwa papa sudah benar-benar tua." Ucap sang papa masih saja kekeh tidak mau mengakui kekalahan.     

Mama dan Jelita melongo, mereka mengira bahwa sang papa akan mengakui kekalahannya namun ternyata… oh ya Tuhan…     

"Papah!!!" teriak mama dan Jelita bersamaan. Sedang Danil hanya bersedekap sambil melihat aksi papa mertuanya yang tersudutkan oleh kedua perempuan terkasihnya.     

"Oke, oke, papa kalah. Papa akan segera menyuruh Rey untuk menggantikan posisi papa di kantor dan kalian bisa memproduksinya secara masal, Puas?" Ucap sang papa dengan tersenyum.     

Perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Sanjaya memang bergerak di bidang IT, jadi buka sesuatu yang mustahil ketika Jelita dan Rey mempunyai keahlian lebih dalam dunia tersebut, karena dari kecil mereka sudah terbiasa dengan teknologi yang canggih yang selalu mereka lihat di kantor papanya bahkan di rumah mereka.     

"Eugh…" Ronald mengerang kecil dan perlahan berusaha membuka matanya yang masih bengkak dan berwarna merah, sontak semua orang yang berada di sana langsung teralihkan seluruh perhatiannya pada ranjang di sebelah Jelita.     

Sang papa yang duduk di antara ranjang Ronald dan Jelita langsung mendekati Ronald dan menyentuh tangan Ronald dan mengengamnya, sang papa pun tak ketinggalan berlari ke ranjang Ronald dan membelai rambut Ronald lembut.     

"Apa yang kamu rasakan sayang? Katakan pada mama." Ucap sang mama yang lagi-lagi air matanya mengalir begitu saja. Tangan kiri Ronald terangkat ke atas dan mengelus pipi tirus sang mama dengan sayang, kemudian perlahan menghapus air mata sang mama yang semakin deras.     

"Ronald tidak apa-apa, Ma. Jangan khawatir, mama bisa lihat kan Ronald ada sama mama?" Sang mama mengangguk setuju atas ucapan Ronald, kemudian memeluk Ronald.     

"Syukurlah kalian tak mengalami luka berat, pukulan yang kalian terima tak sampai mengenai organ vital kalian, jadi kalian selamat." Ucap sang papa.     

"Iya Pa, Jelita?"     

Papa langsung menunjuk kea rah Jelita dengan jarinya, yang diikuti pandangan Ronald ke arah yang sama.     

"Jelita." Panggil Ronald lirih.     

"Kita selamat kak, kita baik-baik saja sekarang." Ucap Jelita pelan, kemudian Ronald menatap Danil yang berada disamping Jelita.     

"Maafkan aku Danil, aku telah membahayakan Jelita, aku tidak menjaga dia dengan baik." Ucap Ronald tulus pada Danil, walau ada rasa sesak di dadanya mengingat hubungan yang mereka jalani.     

"Kamu sudah menjaganya dengan baik, Ronald. Kamu tak perlu minta maaf, yang penting kalian berdua sekarang selamat." Ucap Danil.     

Dalam hati Danil, Kata syukur tak pernah henti terucap karena dua orang yang ada di dalam hidupnya selamat dan baik-baik saja. Entah apa yang akan Danil lakukan jika kedua orang itu meninggalkannya, tak pernah terbayangkan dia akan kehilangan jelita untuk kedua kalinya, tak pernah ia bayangkan akan kehilangan sosok Ronald yang selama ini menemaninya dalam suka dan duka walau terbalut hubungan yang salah.     

Ronald mengalihkan pandangannya tak kuat hatinya jika harus terus melihat dua orang yang ia sayangi. Ronald masih tak mengerti dengan rasa yang ada di hatinya? Apakah benar hanya untuk Danil? Atau sebenarnya sejak pertama kali melihat Jelita ia sudah mencintainya? Entahlah Ronald memejamkan matanya sejenak kemudian kembali membuka mata dan menatap kedua orang tua angkatnya yang berada di sisi kanan dan kirinya yang sedang menatapnya dengan rasa sayang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.