Menikah dengan Mantan

Bab 52



Bab 52

0Double up...yey yey yey..     
0

Monggo di lanjut bacanya. xixixixi...     

Happy Reading.....     

Di dalam lift Qia menggerutu kesal dengan kakinya yang menendang-nendang asal ke udara. "Dasar kebon rumput! Mentang-mentang punya jabatan tapi gak punya akhlak. Untuk apa muka cantik jabatan bagus kalau jadi orang ngeselin begitu. Ini kenapa sih, sedari awal mukanya dia pengen banget di cakar. Memangnya gua itu ada salah apa sama dia?" tanya Qia kesal masih menendang-nendang udara.     

Ia benar-benar kesal karena perkara urusan minum saja sampai sekarang belum selesai juga. Keluar dari lift ia pun segera melangkahkan kakinya dengan cepat menuju pantry. "Loh, itu minuman kenapa di bawa Qi?" tanya Bu Ari heran.     

"Bu Flora minta teh hangat bu."     

"Loh, bukannya tadi udah di buatin tapi, malah minta es kopi ya?" tanya Sisilia mengernyitkan dahinya bingung. Karena seingatnya tadi Qia sudah membuatkan teh tetapi ia kembali lagi dengan nampan yang di atasnya terdapat teh hangat karena Flora ingin minum es kopi.     

"Enggak tahu, dek. Mbak cuma mengikuti apa yang bu Flora minta."     

"Hum," jawab Sisilia yang hanya bergumam.     

"Oh, iya. Tadi bu Flora menyuruhku untuk meminumnya. Bu Ari, Sisilia atau Mawar mungkin kalau kalian mau. Aku sedang tidak minum kopi," ucap Qia seraya tersenyum.     

"Gua bisa beli sendiri!" ketus Mawar kemudian ia pun keluar dari pantry.     

"Kenapa deh, itu bu?" tanya Qia seraya menatap Bu Ari.     

"Enggak tahu," jawab bu Ari seraya mengangkat kedua bahunya.     

"Lagi dapet mungkin, jadi singanya keluar," ucap Sisilia dengan malas.     

"Hahaha, ada-ada saja kamu Sil," ucap Qia seraya tertawa.     

Qia kemudian membuatkan teh hangat pesanan Flora, selesai membuatnya ia pun kembali mengantarkannya ke ruangan Flora. Ketika ia sampai di depan ruangan Flora, seperti tadi ia kembali mengetuk pintu ruangan Flora tetapi lagi dan lagi tidak ada balasan sama sekali dari dalam ruangan.     

"Permisi bu Flora, ini teh pesanan ibu," ucap Qia seraya mengetuk pintu ruangan Flora.     

"Masuk!" ucap Flora dengan suara ketus.     

Qia pun masuk kemudian melangkahkan kakinya kedalam ruangan. Ia kemudian meletakkan tehnya di atas meja kerja Flora. "Apa ada yang lain lagi mungkin ibu butuhkan?" tanya Qia.     

"Bereskan tumpukan dokument-dokument di sana berdarakan urutannya. Itu, listnya ada di map berwarna hijau," ucap Flora tanpa menatap Qia hanya telunjuknya yang mengarahkan pada tumpukkan dokument.     

"Baik, bu," jawab Qia kemudian ia melangkahkan kakinya ke arah dokument-dokument yang cukup berantakan. Nampan yang ia bawa ia letakkan di atas kursi yang ada di depan meja kerja Flora.     

"Apa dia sedang mengerjaiku?" tanya Qia dalam hati karena seingatnya terakhir tadi ia masuk keruangan ini, tidak ada sama sekali dokument yang berantakan seperti habis terkenan angin putting beliung.     

Qia pun merapihkan dokument-dokument itu sesuai list yang ada di map berwana hijau. Itu ternyata dokument-dokument klient yang bekerjasama dengan perusahaan ini. Qia tidak begitu paham, tetapi di dalam dokument itu ada tanda tangan di atas materai.     

Satu persatu Qia pun merapihkan dokument-dokument itu. Ia juga harus merapihkan isinya yang tidak sesuai dengan nama perusahaan. Qia cukup terkejut karena beberapa dokument atau mungkin semuanya tidak di tempat yang semestinya. Seharusnya lembar ini ada di dalam dokument ini, ini malah ada di dokument yang lain.     

Qia menghirup napasnya dalam-dalam untuk menetralkan rasa kesalnya. Ada dendam apa sebenarnya Flora dengan dirinya hingga Flora mengerjainya seperti ini. Hari sudah semakin sore, Flora sudah bersiap-siap akan pulang. "Kamu bereskan dokument-dokument itu sampai rapih. Setelah rapih kamu letakkan di atas meja!" perintah Flora sebelum ia membuka pintu ruangannya dan keluar dari ruangannya.     

"Baik, bu," jawab Qia hanya bisa menurut.     

Flora tersenyum miring ketika ia menutup pintu ruangannya. Ia berencana mengerjai Qia dengan mengunci pintu ruangannya. "Biar tahu rasa kamu Qia!" ucapnya seraya tersenyum senang.     

Ia pun melangkahkan kakinya pergi dari ruangannya, senyuman bahagia itu tercetak jelas di bibirnya. Ia tadi sudah meninggalkan salah satu handphonennya di atas meja untuk mengerjai Qia. Ia nanti akan menelpon handphonennya yang nada panggilanya sudah ia ganti dengan suara cekikikan mbak kunti.     

Sampai di lobi ia pun menghampiri satpam, " Pak Somat, pintu ruangan saya jangan lupa di kunci seperti kemarin, ya?"     

"Baik, bu. Saya nanti tidak akan lupa menguncinya."     

"Bagus. Kalau begitu saya pulang duluan ya, pak. Selamat sore," pamit Flora seraya tersenyum manis. Flora pun berjalan ke mobilnya dengan langkah bahagia. Ah, ia tidak sabar melihat Qia besok pagi. Ia harap Qia besok akan langsung resign.     

"Pak Somat, bu Flora cantik ya. Dia juga baik, hati," ucap seroang pria yang memilki tubuh kurus dan tingg sekitar 172 centimenter kulitany sawo matang dan bola matanya berwarna cokal. Rambutnya ikal dan berwana sedikit kemerahan.     

"Hahaha, kamu itu ya, Janu. Bu Flora kan memang baik. Walau dia memiliki jabatan bagus dan dia anak orang berada, ia bukan orang yang sombong. Ia begitu ramah pada orang-orang yang jabatannya berada di bawahnya."     

"Iya, ya pak," ucap Janu yang saat ini sedang berdiri di samping pak Somat. January Putra yang tidak lain adalah kakak kandung Flora itu memang sering mampir terlebih dahulu ke kantor. Ia bilang pada pak Somat cuci mata melihat wanita-wanita cantik yang berpakaian rapih keluar dari kantor.     

Di bagian produksi ia hanya melihat batang saja sama seperti dirinya, tumpukan kayu serta serutan-serutan kayu. Jadi, ia melepaskan rasa lelahnya dengan melihat wanita-wanita cantik yang bekerja di kantor.     

Andai ia dulu kuliah mungkin ia bisa saja bekerja di kantor, sayangnya ia memilih hanya mengejar pendidikan sampai SMA. Ia ingin membantu ibu panti mengurus panti, sehingga bukan waktunya ia untuk terus mengejar ilmu. Yang harus ia kejar adalah uang, karena uang itu segalanya dalam kehidupan. Sekarang hidup itu butuh uang, apa yang tidak membutuhkan uang selain bernapas.     

Kita mengisi tenaga dengan makanan itu membutuhkan uang. Untuk menjaga tubuh agar tidak dehidrasi pun ia membutuhkan uang untuk membeli air. Jadi, jika ia kuliah bagaimana ia bisa membantu ibu panti, sedangkan donator panti asuhan yang dia tinggali itu tidak banyak sehingga mereka membutuhkan uang tambahan.     

Kuliah bisa saja sambil bekerja, tetapi jika ia kuliah di swasta. Jika ia kuliah di negri apalagi mendapatkan beasiswa, dia tidak bisa sambil bekerja. Kuliah di negri yang ia dengar itu jamnya terkadang tidak tepat. Dosen terkadang mengganti jamnya di jam lain yang kosong.     

Itulah sebabnya Janu memilih mencari pekerjaan untuk membantu biaya di panti. Sebelum ia bekerja di perusahaan IKI Furniture ini, ia bekerja serabutan. Ia pernah menjadi kenek bus, kenek angkot bahkan supir angkot. Ia juga pernah menjadi kuli pasar, salesman, pramuniaga di salah satu swalayan.     

Ia mulai bergabung di perusahaan kurang lebih dua belas tahun lamanya. Ia betah di perusahaan ini karena gajihnya yang cukup untuk membantu biaya panti. Baginya anak-anak panti dan ibu panti adalah keluarga besarnya itu sebabnya ia berkerja untuk membantu keluarga besarnya.     

TBC     

Yuhu.... Janu udah keluar. Ada apa ini, apakah akan ada tokoh baru. Kemarin ada kisahnya Flora dan keluarganya sekarang ada Janu si kakaknya.     

Hayuk lah ramaikan Koment, Love dan Power Stonenya ya guys....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.