Menikah dengan Mantan

Bab 27



Bab 27

0Hai... hula, hula... Apa kabar semuanya... Hayo nagcung siapa yang Kangen sama Kenan, Qia dan Raka? Atau kangen sama aku gitu? wkwkkw....     
0

Ya wes lah, cuz langsung dibaca.     

Happy Reading...     

Qia pun mulai menyiapkan bahan untuk membuat nasi goreng nanas. "Bang Raka, alergi seefood tidak?" tanyanya sambil menatap Raka.     

"Tidak Qi, hanya Raka yang Alergi udang."     

"Oke," jawab Qia singkat dan ia kembi fokus dengan apa yang ia kerjakan     

"Mau aku bantuin enggak, Qi?" tanya Raka menawarkan diri untuk membantu Qia.     

"Bang Raka bersih-bersih badan saja. Aku bisa mengerjakannya sendiri, kok," jawab Qia seraya tersenyum menatap sekilas Raka kemudian ia kembali melakukan pekerjaannya.     

Raka hanya mengangguk kemudian ia pergi ke ruang televisi sambil menunggu Kenan selesai membersihkan dirinya. Ia memejamkan matanya karena tubuhnya terasa begitu lelah, tetapi akhirnya ia pun terlelap.     

Kenan yang sudah selesai mebersihkan tubuhnya keluar dari kamar. Ia berjalan ke arah dapur ketika melihat Raka yang matanya terpejam. Walau seharian Raka ada di rumah sakit, tetapi ia tidak meninggalkan pekerjaannya yang saat itu harus segera di kerjakan. Ia memantau pekerjaannya melalui orang yang suda ia tugaskan.     

"Masih lama?" tanya Kenan membuat Qia terkejut hingga tangannya yang sedang mengupas timun harus terkena pisau. Qia segera meletakkan pisau dan timunnya kemudian ia mengambil tisu untuk menghentikan lukanya. Ia menekan lukanya dengan tisu hingga berhenti.     

Kenan mengambil kotak p3k yang letakknya berada di dekat televisi. Ia menghampiri Qia yang sedang mencuci tangannya bekas darah tadi. Kenan segera meraih tangan Qia yang terluka ketika Qia sudah berdiri di dekatnya. "Biar aku obati," ucap Kenan dengan wajah khawatrinya.     

Qia menarik tangannya dari tangan Kenan. "Enggak perlu kak, ini hanya luka kecil."     

"Luka, kecil apanya, sih? Tadi banyak darah yang keluar gitu!" kesal Kenan dan menarik tangan Qia lagi.     

"Udah, kak. Ini udah enggak keluar darahnya," ucap Qia mencoba menarik tangannya.     

"Nanti bisa infeksi kalau enggak di obati, biar aku obati," ucap Kenan dan ia mengambil kapas yang sudah bercampur alkohol.     

"Kak, pedih kalau pakai alkohol. Ini enggak akan infeksi karena pisaunya enggak berkarat," ucap Qia panik sambil memegangi tangan Kenan yang memegang kapas yang sudah beralkohol.     

"Nanti, infeksi!" kekeh Kenan dengan tangan yang memegang kapas yang ia arahkan ke luka Qia.     

"Enggak mau!" pekik Qia membuat Raka terlonjak kaget.     

"Qia ada apa?" tanya Raka seketika. Kenan dan Qia langsung menatap ke arah Raka yang masih duduk di sofa. Raka berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Qia segera mendorong tubuh Kenan agar menjauh membuat Kenan yang tadinya sedang melamun seketika tersadar.     

"Qi, ada apa?" tanya Raka yang sudah berdiri di depan meja dapur. Raka mengernyitkan dahinya melihat Kenan yang berada di dapur.     

"Tangannya terluka, tapi tidak mau di obati."     

"Ini udah enggak apa-apa. Tuh, enggak ada darah," ucap Qia sambil menunjukkan luka di jari telunjuknya.     

"Beneran kamu enggak apa-apa?" tanya Raka khawatir.     

"Ia, beneran," jawab Qia seraya tersenyum.     

Kenan memutar malas bola matanya, Qia sama sekali tidak berubah, selalu tersenyum jika sedang bebicara dengan orang lain. Membuat beberapa kaum laki-laki menyukai Qia walaupun dirinya dulu sering bersama almarhum Nathan.     

Malas dengan adegan di depannya, ia merapihkan koyak p3k. "Cepat selesaikan masakannya. Kamu hanya menumpang di sini!" tegas Kenan dengan suara yang begitu dingin kemudian ia melangkah pergi dari dapur sambil membawa kotak p3k.     

Qia hanya menatap sekilas kepergian Kenan dan ia kembali fokus dengan Raka. "Apa tidak pedih jika tidak di plester?" tanya Raka dengan nada khawatir.     

"Enggak apa-apa, Bang," jawabnya seraya tersenyum hangat. "Oh, iya. Lebih baik abang membersihkan tubuh dulu saja."     

"Kamu beneran enggak apa-apa tangannya tidak di plester?" tanya Raka yang masih tidak yakin dengan jawaban Qia.     

"Iya, Bang. Udah, sana. Abang mandi saja!" usir Qia seraya tersenyum.     

Raka pun akhirnya mengalah, ia pergi kekamarnya untuk membersihkan tubuhnya. Di appartement Raka hanya ada dua kamar, tetapi satu kamar di gunakan untuk tidur dan satu kamar lagi di gunakan untuk bekerja. Kamar mandi ada tiga, di kamar, ruang kerja dan dekat dapur. Namun, karena yang ada penghangat air hanya ada di kamar tidur, mereka bergantian mandinya.     

Raka sudah masuk kekamar, Kenan sedang menonton tv. Walau saat ini matanya tertuju pada televisi tapi otaknya sama sekali tidak fokus dengan apa yang ia tonton. Saat ini ia merasa kesal melihat interaksi Raka dengan Qia. Rasanya ingin marah, tapi ia tidak bisa. Ia merasa tidak enak memarahi Qia di depan Raka. Biar bagaimana pun, ia belum bisa memberitahukan tentang Qia pada Raka.     

Ia mengganti-ganti chanel tv, perasaannya sungguh tidak jelas saat ini. Ingin marah tapi tidak bisa. "Aargh!" teriaknya kesal kemudian ia menjambak rambutnya.     

Qia yang sedang menata piring di meja makan terlonjak kaget. Untung saja piringnya sudah ia letakkan di atas meja. Qia memegangi dadanya yang berdetak cepat akibat terkejut. Ia mengatur napasnya supaya detak jantungnya bisa kembali normal. Setelah itu, ia pun berjalan ke arah ruang tv untuk melihat keadaan Kenan. Kenapa Kenan tiba-tiba saja berteriak.     

Sampai di ruang tv tepatnya di belakan kursi yang sedang Kenan duduki, Qia menghentikan langkahnya. Kenan saat ini sedang menjambak rambutnya. Qia ingin mendekat, tetapi ia takut malah semakin membuat Kenan marah. Saat seperti ini biasanya Kenan tidak mau di dekati, jika ada yang mendekat siapapun itu akan menjadi tempat pelampiasan amarahnya.     

Qia kembali ke dapur dan mebereskan peralatan masak yang sudah selesai ia gunakan. Selesai membersihkan semuanya, ia mengambil air mineral di dalam kulkas. Raka datang dengan wajah segarnya membuat Qia yang sedang menegak minuman yang ia tadi tuang ke gelas, menegakknya dengan kasar karena terpesona dengan wajah Raka.     

Wajah Raka terlihat bersinar. Tetesan dari rambutnya yang basah itu masih tersisa, membuat ia terlihat maskulin. Wajah opa-opa korea yang di gandrungi kaum hawa itu membuat Qia begitu terkesima. Entahlah, kenapa terkadang Raka terlihat begitu menarik dimatanya.     

"Wah, sepertinya nasi goreng ini enak," ucap Raka ketika melihat makanan yang tersaji di atas meja makan.     

Qia pun segera tersadara dari terkesimanya dan meneguk airnyanya cepat. "Abang mau di buatkan minum apa?" tanyanya.     

"Air putih saja," ucap Raka sambil menarik kursi.     

"Pak Raka masih di ruang tv, Bang?" tanya Qia sambil menuang air mineral ke gelas.     

"Iya," jawab Raka yang matanya masih tertuju ke meja makan. "Oh, iya. Kamu panggi Kenan ya, tadi dia ada di dalam kamar."     

"Iya, Bang," jawab Qia sambil meletakkan gelas berisi air mineral di atas meja yang kursinya diduduki Raka.     

Qia melangkah pergi kekamar menghampiri Kenan. Sampai di depan pintu kamar, Qia mengetuk pintu. Kenan hanya berkata jika pintu tidak di tutup. Qia pun masuk dan melihat Kenan yang sedang duduk di pinggir ranjang. "Pak Ken, nasi goreng yang bapak mau sudah siap," ucap Qia yang berdiri di depan pintu.     

"Aku tidak mau makan, kamu saja yang makan dan jangan lupa minum obatmu," ucap Kenan tanpa menatap Qia.     

Qia terdiam mendengar ucapan Kenan, ia menelan salivanya susah payah sebelum kakinya melangkah mendekati Kenan. "Kak," panggilnya takut-takut setelah berdiri tepat di hadapan Kenan. Kenan hanya diam tidak merespon panggilan Qia.     

TBC...     

Gimana guys... Kenan galau nih, dia enggak berani mengungkapkan semuanya. Kira-kira gimana akhirnya Kenan bisa menikah dengan Qia ya?     

Yuk ramaikan Koment, Vote dan Power Stonenya ya....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.