Menikah dengan Mantan

Bab 1



Bab 1

0Hari yang melelahkan, kaki kurus seorang wanita yang menggunakan hils itu terasa sangat kaku. Sudah pukul tiga sore tapi dia belum mau pulang setelah mengantarkan beberapa lamaran di perusahaan besar. Dia berdiri di halte bus, untuk menunggu bus yang akan membawanya ke salah satu cafe yang akan dia taruh surat lamaran pekerjaan.     
0

Dia sedang membutuhkan pekerjaan karena beberapa hari lalu dia baru saja di pecat dari cafe tempatnya bekerja karena dia tidak sengaja menumpahkam makanan ke tubuh pelanggan. Bukan hanya kali itu saja, beberapa hari sebelumnya dia pun menumpahkan minuman hingga beberapa gelas yang di bawanya pecah mengenai pelanggan. Sudah cukup dengan kekacaun itu, manajernya pun langsung memecatnya.     

Tiba-tiba hanphonennya pun berdering, dengan cepat dia mengambilnya. Dia pun berjongkok untuk menemukan di mana handphonenya berada. Satu persatu dia mengeluarkan isi di dalam tasnya, tidak peduli dengan barang apa saja yang dia ke luarkan hingga membuat beberapa orang melihatnya aneh.     

"Hallo," sapanya setelah hanpdhonenya sudah di dapatkan dan dia langsung mengangkat panggilannya.     

"Dengan nona Ananta Putri Sidqia?"     

"Iya, dengan saya sendiri."     

"Kami dari perusahaan Iki Furniter mengundang anda untuk interview besok pagi pukul delapan. Apa anda bisa?"     

"Iya, saya bisa," jawab Qia cepat.     

"Kalau begitu, kami tunggu kehadirannya besok."     

"Baik, Bu. Tapi, saya besok harus menemui siapa ya, bu?" tanyanya sebelum sambungan di tutup.     

"Temui saja bagian resepsionis, bilang saja jika kamu datang untuk interview kerja,"     

"Baik bu."     

Sambungan telpon terputus dan Qia pun bisa bernafas lega, kemudian ia membereskan barang-barangnya. Dia berdiri kemudian menghembuskan napasnya secara kasar dan tidak lama senyum lebar pun terbit di wajahnya.     

***     

Sampai di kosan yang berukuran 3x3 itu dia meletakkan tasnya di atas tempat tidur, kemudian meluruskan kakinya. Qia mengambil minyak pijat dan mulai memijat kakinya yang teras begitu pegal. Serasa sudah lebih baik, ia meletakkan minyak pijit ke tempatnya kembali kemudian merebahkan dirinya ke atas tempat tidur. Matanya pun mulai terpejam dan tidak lama, suara dengkuran halus terdengar.     

Pukul delapan malam ia pun terbangun dari tidurnya. Qia mengucek matanya untuk melihat jam dinding. Dengan malas dia bangun dari tidurnya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.     

Lima belas menit berlalu, ia sudah selesai mandi. Berjalan ke arah gantungan baju, ia mengambil kaos lengan pendek dan juga celana pendeknya. Tubuhnya yang sedikit kedinginan setelah mandi membuatnya menjadi lapar.     

Ia berjalan ke arah lemari kecil tempatnya meletakkan beberapa makanan sayuran dan bumbu masak lainnya. "Hum, masak mie aja kali ya, yang cepet," monolognya sendiri dan mengambil mie kuah, telur, cabai dan bawang merah.     

Ia mulai merebus mienya sambil menunggu mie lunak ia memotong tipis bawang merah juga cabai. Setelah itu, ia tuang ke dalam mangkung kemudian di tambahkan semua bumbu mie instan lalu mencampurnya sambil di tekan-tekan. Mie yang sudah lunak di tiriskan kemudian ia kembali memasak air di campur telur yang sudah di kocok lepas sampai mendidih. Mie yang di tiriskan di masukkan ke dalam mangkuk berbumbu setelah itu ia menuangkan air rebusannya yang di campur telur.     

Di aduk hingga bumbu tercampur dan dia pun makan dengan di tambahkan 3 sendok nasi putih. Ah, memakan mie tanpa nasi rasanya seperti tidak makan apa-apa bagi Qia.     

Selesai makan ia mencuci alat masaknya juga piringnya, kemudian membuat kopi instan. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil membuka aplikasi instagram dan youtobe. Perlahan posisinya berubah menjadi rebahan. Rasanya ingin tidur, tapi dia baru saja selesai makan. Pukul dua dini hari ia pun baru memejamkan matanya. Ya, beberapa hari ini insomnianya sedang kambuh.     

Pagi pun tiba, kini Qia sudah berdiri di depan pintu masuk gerbang perusahaan Iki Furniture di mana ia akan melakukan interview. Ia menghembuskan napasnya dengan kasar sambil menatap gedung tinggi di hadapannya itu. "Semangat!" ucapnya menyemangati dirinya sambil mengepalkan tangannya kuat.     

Ia menghentakkan kakinya ke tanah untuk menguatkannya dan dengan wajah yang terangakat ke atas tapi, bukan untuk sombong dia pun melangkah penuh percaya diri. Namun, saat ia melewati pintu masuk perusahaan menuju lobi, ia langsung menundukkan kepalanya. Entah kenapa melihat beberapa karyawan yang begitu cantik ia sedikit minder. Bukan apa, untuk cantik semua wanita pasti cantik, tapi cara beberapa karyawan berpakaian dan makeupnya yang menambah kecantikan membuat ia menjadi minder.     

Dengan suara agak kecil Qia pun memberanikan dirinya untuk bertanya pada resepsionis di mana ruangan untuk interview kerja. Resepsionis pun mengatakan jika ia harus mencari ruang hrd di lantai dua. Sesuai interuksi, Qia pun berjalan ke arah lift untuk ke lantai dua.     

Beberapa pasang mata seperti sedang memperhatikannya. Qia yang menyadari itu pun menundukkan kepalanya karena risih di tatap seperti itu. Ia berdoa dalam hati supaya pintu lift segera terbuka. Pintu lift terbuka dan dengan cepat ia pun masuk ke dalam. Saat pintu akan tertutup, seseorang masuk ke dalamnya membuat Qia yang tadi sudah bernapas lega seketika menahan napasnya beberapa saat.     

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya seorang pria yang berada dalam satu lift yang sama dengannya dengan suara dingin. Lelaki itu bertanya tanpa menatap lawan bicaranya, satu tangannya memegang tas kerja dan satu tangannya yang lain ia masukkan ke dalan saku celana bahannya.     

Qia menengok kanan dan kiri, tidak ada orang selain dirinya. "Ah, saya mau interview kerja, Pak," jawabnya sedikit tergagap.     

"Siapa yang menyuruhmu menaiki lift ini?" tanyanya masih dengan nada suara dinginnya     

"Ah, itu. Resepsionis mengatakan jika saya harus ke lantai dua, Pak," jawabnya masih sedikit tergagap.     

"Dia tidak memberitahukan kamu untuk naik lift mana?" tanyanya dengan nada suara yang masih dingin dan tanpa menatap Qia.     

"Tidak, Pak," jawab Qia yang kini menatap ke arah lawan bicaranya.     

Pintu lift terbuka, "saya duluan, Pak. Permisi," pamitnya sebelum ia ke luar dari dalam lift.     

Lelaki itu menatap punggung Qia yang menjauh dengan wajah datarnya. Rahangnya mulai mengeras dan tangannya kini ia kepalkan kuat.     

Qia mencari ruangan yang bertuliskan Hrd, karena masih pukul delapan kurang lima belas menit, Qia pun memutuskan untuk menunggu di salah satu kursi yang tersedia di dekat ruanhan Hrd. Ia mengambil kotak bekalnya dan juga botol minumnya yang berisi air teh hangat. Qia menengok kanan dan kiri sebelum ia membuka mulutnya untuk memasukkan makananya. Baru saja ia mulai mengunyah, terdengar denting suara lift membuatnya segera menutup bekalnya dan menelan kasar makanannya.     

Qia segera memasukkan wadah bekalnya dan minumnya ke dalam tas gendongnya. Kemudian ia berdiri saat dua orang wanita berjalan ke arahnya. Qia menampilka senyuman paling menawanya sedangkan dua wanita itu hanya melewatinya begitu saja tanpa tersenyum. Padahal dia tadi melihat dua orang wanita itu saling mengobrol dan tertawa. Qia hanya bisa menahan senyumannya agar tidak pudar.     

Ia pun menghela napasnya ketika dua perempuan itu masuk ke ruangan Hrd dan senyuman di wajahnya pun langsung hilang seketika.     

Qia memegang cincin yang ia jadikan kalung dengan erat kemudian ia menciumnya. "Qia bisa!" ucapnya menyemangati dirinya dan tanpa terasa setitik air mata menghiasi sudut matanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.