Menikah dengan Mantan

Bab 77



Bab 77

0Ye ye ye.... akhirnya setelah beberapa hari up juga guys... wkwkwkw...     
0

Happy Reading...     

Qia menghirup napasnya dalam-dalam ketika bayangan menjijikan itu muncul dalam benaknya. Tersadar dari lamunan yang tidak berarti itu, Qia membasuh wajahnya sebelum ke luar dari toilet. Ia kemudian keluar dari kamar mandi dan sedikit terkejut karena ada seorang wanita yang berpakaian rapih berparas cantik. Wanita itu hanya tersenyum menatap Qia kemudian ia masuk ke kamar mandi setelah Qia sepenuhnya keluar dari kamar mandi.     

Tersadar dari rasa terkejutnya, Qia pun segera melangkan untuk kembali ke ruang tamu. Sampai di ruang tamu, ia melihat anak remaja laki-laki sedang duduk di samping ibu panti sedangkan Janu duduk di single kursi yang ada di ruang tamu itu. Mereka semua menatap ke datangan Qia yang kini sudah duduk di sebelah anak remaja itu. "Al, serius malam ini enggak menginap di sini?" tanya Janu pada remaja itu.     

"Pinginnya sih, om. Tapi besok mama ngajak main, katanya mumpung mama enggak sibuk sama kerjaan."     

"Huh, padahal besok om mau ngajak kamu mancing."     

"Enggak ada ya, kak mancing. Terakhir kali kalian berdua mancing apa coba yang di dapat?" tanya seorang wanita yang tadi berpapasan dengan Qia di depan toilet seraya berjalan ke arah mereka.     

"El, el, namanya mancing, kan, enggak selalu dapat bagus," ucap Janu menatap wanita yang kini sudah berdiri di sebelah Janu.     

"Mending juga beli di pasar kak, jelas. Udah, ah aku mau balik."     

"Eh, tunggu," ucap Janu memegang pergelangan tangan El.     

"Apaan deh, pegang-pegang, timpuk nih!" kesal El menatap tajam Janu.     

"Galak amat, sih, El!" ucap Janu memutar malas bola matanya.     

Wanita yang di panggil El itu hanya memutar malas bola matanya. "Lo masih inget Tata enggak?" tanya Janu menatap serius El yang kini mnegernyitkan dahinya.     

"Tata? Hum…" ucap El yang Nampak berpikir sambil menatap langit-langit ruang tamu.     

"Wanita yang kehilangan keluarganya karena kecelakaan dan dia depresi," ucap Qia membuat El dan semua orang yang ada di ruang tamu kini menatapnya.     

El mengernyitkan dahinya menatap wajah wanita yang duduk di sebelah remaja laki-laki tadi. Ia mengingat-ingat wajah Qia yang saat ini terlihat raut wajah tidak bersahabatnya. "Yang gua inget, Tata itu cewek yang lo suka, kak," ucap El kemudian menatap Janu sedangkan Janu membulatkan matanya mendengar ucapan El barusan.     

Sungguh, tidak bisakah El tidak mengatakannya secara terang-terangan. "Apaan deh, lo El!" ucap Janu yang sedikit meninggikan suaranya.     

"Lah, bener. Lo sendiri yang waktu itu bilang ke gua, ada cewek cantik yang lo suka karena kata lo dia itu beda dari gua. Dia anteng enggak kayak gua yang bar-bar," ucap El dengan santainya tanpa memikirkan Janu yang wajahnya sudah seperti udang rebus karena malu pada Qia jika dirinya ketahuan menyukai Qia.     

Janu sudah menatap El dengan tatapan mata memperingati, tetapi El kini menatap Qia yang wajahnya tidak bisa di jelaskan. Qia sama sekali tidak menyangka jika Janu sudah menyukainya sejak dulu. Bahkan di saat dirinya depresi pun Janu tetap menyukainya.     

"Kalau di lihat-lihat, Dia bener Tata yang—" ucapan El terhenti kala Janu sudah membekap mulutnya.     

El membulatkan matanya kemudian ia menatap Janu seraya memukuli lengan Janu. Anak remaja yang tadinya sedang duduk di sebelah ibu panti dan Qia kini berdiri kemudian membantu mamanya lepas dari omnya. "Jangan kasar-kasar sama cewek, om," ucap Al anak remaja itu yang kini berdiri di depan El.     

"Uh, anak mama pinter," ucap El seraya memeluk tubuh anaknya.     

Janu hanya memutar malas bola matanya. Dan kini Qia menatap wanita yang sedang tersenyum sambil memeluk tubuh remaja itu. Ia tidak menyangka jika ada yang mengingatnya bukan karena kecelakaan dan juga depresinya melainkan karena hal lain. Seulas senyum tipis yang tidak teralalu ketara itu menghiasai bibir Qia. Ia senang karena ada orang lain yang mengingatnya tanpa embel-embel kecelakaan keluarga dan juga depresi yang ia idap.     

"Ya udah ah, aku mau pulang, " ucap El kemudian ia melepas rangkulannya pada leher putranya. Ia kemudian mengambil tasnya dan berpamitan pada ibu panti.     

Ia pun bersalaman dengan Qia kemudian ia memeluk tubuh Qia seraya berbisik, "jangan memikirkan apa yang sudah lewat, yang ada kamu akan terluka. Lepaskan rasa sakitmu, agar kamu bahagia dan tersenyum lepas," pesan El pada Qia dengan. Ia kemudian mengurai pelukannya dan tersenyum pada Qia, setelah itu ia pun melangkah pergi dari panti itu.     

Qia hanya menatap punggung El dan putranya Al yang berjalan keluar dari panti. Ia terkejut dengan perkataan El. Bagaimana bisa El mengatakan hal itu padanya. Ia bertanya-tanya sendiri bagaimana El bisa mengetahui jika dirinya masih mengingat kejadian yang sudah lewat.     

Sebenarnya bukan perkara susah El bisa mengatakan hal itu tetapi, perkataan Qia tentang keluarga serta depresi yang ia katakan itulah yang membuat orang pun tahu jika Qia masih mengingat hal yang sudah terjadi beberapa tahun lalu. Kejadian itu memanglah kejadian yang menyakitkan, tetapi bukankah itu tidak baik jika kita terus mengungkitnya. Itu adalah hal yang hanya akan menyakiti diri sendiri.     

El bisa mengatakan hal itu karena dirinya pun pernah terbelenggu dengan masalalunya, tetapi dia bangkit demi putranya. Ia tidak bisa selamanya hanya berdiam di satu tempat dan membuat hatinya semakin lemah. Raganya berjalan tetapi hatinya menetap, itu sama sekali tidak akan membuatnya bahagia.     

Qia mungkin tidak memiliki sesuatu hal yang memacunya untuk bangkit dari rasa sakitnya, tetapi setiap orang pasti ingin bahagia bukan. Jadi, jika dirinya ingin bahagia kenapa tidak ia bangkit dari rasa sakitnya dan tidak memendamnya lagi. Lepaskan segala rasa sakitnya maka kebahagian akan ia dapatkan.     

Qia pun tersadar dari lamunannya ketika ibu panti menyentuh punggung tangan Qia membuat Qia segera menarik tangannya. Hal itu tentu saja membuat ibu panti sedikit sedih. Sepertinya Qia masih tetap menjadi anak seperti beberapa tahun lalu. Anak yang memiliki sifat dingin dan tidak tersentuh.     

"Maaf, bu," ucap Qia menatap Ibu panti dengan tatapan kosongnya.     

"Sudah jam segini, bagaimana jika kita makan malam bu?" tanya Janu memecah kecanggungan yang ada membuat Qia dan ibu panti menatapnya.     

Ibu panti kemudian menatap jam dinding yang ada di ruang tamu itu. "Kamu benar, sudah waktunya makan malam. Kamu panggil adik-adikmu ya, ibu akan menyiapkan makan malamnya," ucap Ibu panti seraya tersenyum.     

"Baik, bu," jawab Janu kemudian ia berdiri dari duduknya.     

"Ta, kamu mau ikut aku panggil anak-anak atau mau di sini saja?" tanya Janu menatap Tata.     

"Aku ingin di sini," jawab Qia singkat.     

"Kalau gitu, aku tinggal ya. Nanti kalau semua udah kumpul di ruang makan, aku panggil kamu untuk ikut gabung.     

"Hum," jawab Qia singkat.     

Ibu panti dan Janu pun meninggalkan Qia sendiri di ruang tamu. Qia kemudian mengambil handphonenya yang berada di tas kecilnya. Mendial nomor seseorang untuk segera menjemputnya. Ia sudah tidak sanggup berlama-lama di sini.     

TBC...     

Woho... ternyata Janu udah suka sama Qia lama guys... gimana nasih Kenan ya.. wkwkwkwk... Btw El ngomongnya suka gak di saring ya. Malu banget itu pasti Janu karena mulut bocor El. Cie... ada yang kenal sama El yang ini gak? weheheh....     

Yukslah, ramaikan Koment, Love dan Power Stonenya ya guys...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.