Menikah dengan Mantan

Bab 76



Bab 76

Yey.. up guys... wkwkkw... beberapa hari ini lagi terserang badai ngantuk. weheheh... jadi belum sempat ngetik. Btw, CHALLENGE MASIH BERLAKU YA GUYS...     

BANYAKIN POWER STONE+BELI PRIVILAGE DAN HADIAH YA...     

HAPPY READING.... HADIAH BISA DI SESUAIKAN KALAIN MAUNYA APA. NOMINALNYA TETAP SAMA.     

Qia pun bergulat dengan pemikirannya walau ia menjawab pertanyaan Bu Suri. Janu kemudian datang dengan membawa sebuah kertas kecil kemudian ia menghampiri Qia dan memberikan kertas itu pada Qia membuat Qia tersadar dari pemikirannya . "Ini nomorku, nanti kalau udah di save hubungin aku, ya," ucap Janu seraya tersenyum.     

"Iya, mas," jawab Qia seraya tersenyum. Lagi-lagi ia hanya tersenyum paksa.     

"Ya udah, kamu lanjut lagi ngobrol sama ibu. Aku tinggal bersih-bersih badan dulu, ya," ucap Janu seraya tersenyum.     

"Iya, mas," jawab Qia singkat setelah itu Janu pun membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya untuk pergi dari ruang tamu.     

Qia kembali berbincang-bincang dengan Bu Suri. Bu Suri bertanya apa saja kegiatan Qia, bekerja di mana dan juga apakah Qia sudah menikah atau belum. Qia yang sudah merasa risih akhirnya meminta izin pergi ke toilet yang letaknya ternyata masih sama seperti saat dirinya tinggal di panti ini. Qia mencuci wajahnya kemudian menatap pantulan wajahnya dari air di dalam bak mandi. Bayangan masalalu itu tiba-tiba muncul.     

Qia yang saat itu baru saja akan bergabung dengan anak-anak lainnya yang bermain di halaman belakang menghentikan langkahnya. "Eh, kalian tahu enggak, si Tata itu sebenernya gila tahu," ucap anak remaja wanita yang berusia sekitar 13 tahun. Ia memiliki rambut panjang sepinggang yang di ikat satu dan memakai poni yang disisir menyamping. Kulit tubuhnya berwarna coklat, matanya sedikit lebar, wajahnya kecil dan oval. Memiliki tubuh kurus dan tingginya sekitar 150 cm. Ia cukup tinggi di usianya yang baru 13 tahun.     

"Masa sih, Yu. Dia kelihatan baik-baik aja deh" ucap remaja pria yang sumuran dengan remaja wanita tadi yang berusia 13 tahun. Ia memiliki tubuh ideal tidak kurus juga tidak gemuk. Bentuk wajahnya panjang, alisnya tebal hidungnya mancung kulitnya bersih dan matanya tajam. Potongan rambutnya pun rapih, tinggi badannya 159 cm. Ia lebih tinggi lagi sehingga terlihat lebih dewasa melebihi usianya yang baru 13 tahun.     

"Baik-baik gimana Ren, kamu enggak lihat, dia kan, sering ngurung diri di kamar. Terus dia juga sering teriak-teriak enggak jelas. Dan kemarin aku denger ya, dokter yang meriksa Tata itu bilang kalau Tata itu harus konsumsi obat, supaya dia tidak histeris," ucap remaja 13 tahun yang bernama Ayu Wulandari atau dipanggil Ayu.     

"Histeris? Histeris itu apa, sih mbak?" tanya anak perempuan berusia delapan tahun pada Ayu. Anak itu memiliki mata bulat, pipi chubby, hidung kecil, mata sipit kulitnya putih. Rambutnya panjang sebahu dan memakai bando berwarna pink yang bisa di bentuk seperti telinga kelinci. Namanya Putri Dandelioana atau sering di panggil Puput.     

"Histeris itu teriak-teriak gitu, dek," jawab Ayu menatap anak perempuan itu.     

"Oh…" ucap anak-anak yang sedang mendengarkan perkataan Ayu seraya menganggukkan kepala mereka.     

"Oh, iya mbak Ayu. Bener enggak sih, kalau keluarga mbak Tata itu meninggal semua?" tanya anak lelaki berusia 10 tahun. Tubuhnya besar pipinya chubby dan tingginya sama dengan Ayu yaitu 150 cm. Tubuhnya yang besar membuat lehernya tidak terlihat. Ia beranama Rasya Firdaus atau di panggil Embul karena tubuhnya yang gembul tetapi terlihat menggemaskan.     

"Iya, bener. Keluarganya meninggal akibat kecelekaan. Makanya si Tata jadi gila, kalian semua jangan deket-deket, ya. Nanti kalau tiba-tiba dia nyekik kalian kan, bahaya," ucap Ayu pada semua anak yang sedang mendengarkan perkataannya. Mereka semua pun menjawab dengan menganggukkan kepalanya.     

"Yu, tapi kan kasihan juga. Seharusnya kita temenin dia," ucap remaja laki-laki yang seumuran dengan Ayu yang beranam Rendi Satria atau dipanggil Rendi.     

"Iya sih, bener kasihan," ucap Ayu dengan wajah sedihnya. "Tapi kan, Ren. Kamu mau kalau dia gilanya kambuh, terus kamu di cekik?" tanya Ayu menatap serius Rendi.     

"Ya, enggak mau, lah!" jawab Rendi cepat dan ia pun bergidik ngeri mendengar ucapan Ayu.     

"Nah, kalau enggak mau. Ya jangan deket-deket dia," ucap Ayu yang di setujui oleh anak-anak lainnya.     

Qia yang mendengar pembicaraan itu pun membalikkan badannya dan segera berlari untuk masuk ke kamarnya. Qia berlari dengan air mata yang mengalir di sudut- sudut matanya, membuat ia berlari sambil menghapus air mata yang keluar membasahi pipinya.     

Qia yang yang terus berlari menuju kamarnya tidak sengaja menabrak ibu panti hingga kantong plastik berisi makanan yang sedang ia bawa terjatuh begitu pun dengan Ibu panti yang ikut terjatuh . Qia menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke arah ibu panti.     

Ibu panti mendonggakkan kepalanya dan mata mereka kini saling beradu. Qia hanya diam berdiri di hadapannya sedangkan dia terduduk dengan dua tangan di belakang tubuhnya karena ia jatuh terjengkang.     

Namun, entah kenapa melihat wajah Ibu panti yang terdiam ia hanya melihat raut wajah kasihan dari ibu panti terhadapnya . Bukannya membantu ibu panti berdiri, Qia malah membalikkan tubuhnya dan segera berlari dari sana.     

Bu Suri menatap punggung Qia yang mulai menjauh kemudian ia menghembuskan napasnya dengan berat. Ia tidak tahu harus seperti apa agar Qia kembali ceria dan menajdi anak yang memiliki pribadi yang baik. Karena ia yakin sebenarnya Qia adalah anak yang baik.     

Ia bersikap seperti itu pasti karena kehilangan seluruh keluarganya. Walau usianya sudah 16 tahun, tapi kehilangan seluruh keluarga di depan matanya pastilah menjadi trauma yang mendalam untuk Qia.     

Qia berlari kekamarnya dan duduk di sebelah lemari sambil memeluk ke dua kakinya. Ia meringkuk di sana dengan air mata gang sudah membasahi pipinya. "Pa, Ma, Kak Nathan. Kenapa kalian enggak ajak aku ikut sama kalian. Kenapa kalian ninggalin aku," ucap Qia sesegukkan.     

Qia terus menangis hingga akhirnya ia tertidur. Sekitar pukul setengah enam sore Qia merasakan seseorang mengusap kepalanya dengan lembut. Perlahan Qia membuka matanya kemudian ia mendongakkan kepalanya untuk menatap siapa orang yang mengusap kepalanya.     

"Kak," ucap Qia menatap orwng di hadapannya. Yang ia lihat saat ini adalah wajah Nathan sedang tersenyum hangat padanya.     

"Udah, sore. Mandi yuk," ajak Nathan dan segera di angguki Qia.     

Qia berdiri dari duduknya, tubuhnya tiba-tiba oleng dan dengan cepat Nathan menahan tubuhnya agar tidak jatuh. "Hati-hati, Ta," ucap Nathan mengingatkan. Qia hanya tersenyum menampipkan deretan giginya.     

Qia pun mandi, selesai mandi ia mencari Nathan yang sedang bersama anak panti lainnya. Qia memasang wajah dinginnya dan berjalan ke arah Nathan. "Kak," panggil Qia membuat Nathan menolehkan kepalanya. Nathan tersenyum menatapnya kemudian ia pun memanggil Qia agar ikut bergabung bersama yang lainnya.     

Qia ikut bergabung dengan yang lainnya tetapi raut wajahnya masih menatao tidak suka ke yang lainnya. Qia mulai makan dan telinganya pun mendengar beberapa perkataan yang tidak ia sukai. Tetapi kakaknya yang duduk di hadapnnya iti tidak melakukan sesuatu hal agar orang-orang yang mengatainya itu berhenti bicara.     

Qia mengerjapkan matanya beberapa kali dan ia oun tersadar bahwa pria yang datang padanya bukanlah Nathan melainkan Janu pria dewasa berumur 23 tahun. Seorang pria yang terkadang mampu membuat Qia lupa jika kakanya sudah meninggal. Qia langsung bangkit dari duduknya.     

"Ada apa Ta?" tanya Janu menatap bingung Qia. Qia tidak menjawab, ia segera berlari dari sana dan kembali kekamarnya.     

TBC...     

Wah... pahit, pahit, pahit. Bisa-bisanya ada anak sejulit Ayu. Astaga... benar-benar hal yang menyakitkan untuk Qia. Padhal Qia berusaha untuk bisa berbaur, tapi.... huft....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.