Menikah dengan Mantan

Bab 68



Bab 68

0YEY... HORAI.. DOUBLENUP GUYS... SEKUYLAH MERAPAT. JANGAN LUPA IKUTAN CHALLENGE YA GIYS...     
0

KALAU GAK PUNYA IG KALIAN BISA PALAK FACEBOOK YA... NAMANYA ACHI HYOKI.     

HAPPY READING....     

Qia membuka matanya yang terpejam, ia membulatkan matanya ketika sadar seseorang sedang memeluk tubuhnya. Hembusan napas hangat orang yang memeluknya menerpa kepala bagian belakangnya. Dengkuran halus itu pun teredengar di telinganya. Perlahan ia menyingkirkan tangan orang itu yang tidak lain adalah Kenan tetapi Kenan malah bergerak dan menarik tubuh Qia kedalam dekapannya.     

Tadi malam Qia menemani Kenan hingga terlelap. Tetapi ia yang begitu mengantuk akhirnya tertidur di sebalah Kenan. Untunglah, tidak terjadi apa-apa antar mereka berdua. Qia hanya mampu terdiam dalam pelukan hangat Kenan. Perlahan ia pun kembali menutup matanya dan tertidur.     

Qia tadi bangun pukul empat pagi, jadi tidak akan ada apa-apa jika Qia bangun kesingan. Sekitar pukul 6 pagi, Kenan membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah punggung Qia yang saat ini tidur dalam posisi miring. Entah kenapa Kenan tersenyum hanya karena ia melihat punggung Qia.     

Qia menggerakkan tubuhnya membuat Kenan cepat-cepat menutup matanya kembali. Qia pun membuka matanya kemudian ia menguap lebar. Qia yang sadar jika hari sudah siang, ia pun dengan cepat turun dari tempat tidur membuat Kenan pun membuka matanya. "Ada apa Qi?" tanya Kenan seraya mendudukkan tuhuhnya kemudian ia meregangkan otot-ototnya.     

"Saya kesiangan pak," jawab Qia cepat.     

"Aduh, bagaimana ini. Saya enggak ada pakaian ganti," ucap Qia yang entah berkata pada siapa dan ia berkata dengan wajah paniknya.     

"Pergilah ke bibi dan tanyalah padanya, apa ada baju untukmu," ucap Kenan yang kini sudah berdiri. Ia kembali merengangkan otot-otonya, sedangkan Qia kini sidah berlari keluar dari kamar Kenan.     

"Jangan lari-lari, Qi!" teriak Kenan ketika Qia membuka pintu kamarnya.     

Qia tidak menjawab, ia berlari begitu saja untuk segera menghampiri asisten rumah tangga di rumah ini. Akhirnya pun Qia sampai di dapur rumah itu walau tadi beberapakali ia nyasar karena tidak tahu letak dapur ada di mana.     

"Bi, bibi ada baju yang pas untukku tidak? Aku mau berangkat bekerja tetapi tidak membawa pakaian ganti," ucapnya dengan wajah sedih.     

"Em, itu--" bibi tampak ragu untuk memebritahukan pada Qia. Namun, pada akhirnya ia pun memberitahukan jika ada baju yang pas untuk Qia.     

Bi Hasri-asisten rumah tangga yang usianya sudah tidak muda lagi. Ia berusia 50 tahun dan sudah memiliki satu orang cucu itu pun mengantarkan Qia ke kamar yang terdapat pakaian yang mungkin pas di tubuh Qia.     

"Ini kamarnya ,non. Silahkan non Qia lihat saja pakaiannya," ucap Bi Hasr     

"Ini, enggak apa-apa kalau Qia masuk ke kamar?"     

"Tidak apa-apa, non. Kamar ini tidak ada yang menempati," jawab bibi seraya tersenyum.     

Qia pun mengangguk-anggukan kepalanya sebagai jawaban. Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan berjalan menuju lemari pakaian. Ketika masuk ke dalam kamar itu, Qia merasa begitu damai ketika masuk ke kamar itu.     

Nuansa serba putih itu memanjakan matanya. Qia memang menyukai warna putih, sehingga ketika ia melihat ruangan yang serba putih itu entah kenapa membuatnya nyaman.     

Qia membuka lemari berwarna putih itu untuk mencari pakaian yang pas untuknya. Qia begitu terkejut melihat pakaian yang ada di dalam lemari itu adalah pakaiannya. "Kenapa pakaianku ada di sini?' tanya Qia entah pada siapa.     

Qia pun segera mengambil pakaian yang ia butuhkan tanpa banyak berpikir lagi kenapa pakaiannya ada di kamar itu. Nanti saja, ketika di kantor dan pekerjaannya sudah selesai. Ia akan menghampiri Kenan untuk bertanya kenapa pakaiannya ada di ruamahnya.     

Qia segera membersihkan tubuhnya. Ia mandi di kamar itu dan sepertinya kamar itu sudah di siapkan untuknya. Ia yang terlalu kepedean atau apa, hanya saja pakaiannya ada di dalam lemari itu dan di dalam kamar mandi ada perlengkapan untuk mandi.     

Qia menggelengkan kepalanya ketika ia melamunkan apa yang ia temukan di dalam kamar ini. Qia pun bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat bekerja.     

Qia yang buru-buru akhirnya tidak sarapan dan sebelum berangkat ia pamit pada Revi dan juga kakekk. Baru juga ia melangkahkan kakinya keluar dari rumah, sebuah tangan besar kini memegangi pergelangan tangannya.     

"Pak, Ken. Ada apa?" tanya Qia menatap heran Kenan.     

"Kita berangkat bersama!" tegasnya kemudian menarik pergelangan tangan Qia tanpa medengar terlebih dahulu ucapan Kenan.     

"Kak, aku enggak mau ada gosip!" teriak Qia sambil mencoba melepaskan tangannya dari genggaman tangan Kenan.     

Kini Kenan sudah membuka pintu sebelah kemudi dan dengan susah payah ia memaksa masuk Qia ke dalam mobil. "Aku akan menurunkanmu di halte yang tidak jauh dari kantor, jadi menurutlah!" tegas Kenan kemudian ia menutup pintunya. Kenan segera berjalan ke sebelah dan duduk di kursi pengemudi.     

Kenan mulai menekan pedal gasnya dan mobil mulai melaju meninggalkan area rumah. "Kemarilah, peluk aku. Supaya kamu nyaman," ucap Kenan dengan suara lembutnya seraya menarik pundak Qia agar Qia bersandar padanya.     

"Kak," panggil Qia seraya mendongakkan kepalanya menatap Kenan. Tangannya pun kini sudah memeluk tubuh Qia.     

"Ada apa?" tanya Kenan melirik ke arah Qia kemudian ia kembali fokus ke jalanan.     

"Kenapa pakaianku semua ada di kamar rumah Kakek?" tanyanya masih mendoangakkan kepalanya untuk mentap Kenan.     

"Aku sudah memintamu untuk tinggal di sana, tapi kamu terus saja menolak."     

"Tentu saja aku menolak, untuk apa aku tinggal di rumah kakak?" tanya Qia langsung menjauhkan tubuhnya dari Kenan dan menatap tidak suka ke Kenan.     

"Ya enggak apa-apa. Dari pada kamu tinggal bersama Raka. Lebih baik kamu tinggal di sini, jika kamu tinggal di sini aku tidak akan mengusikmu," ucap Kenan kemudian menolehkan kepalanya ke arah Qia.     

Jalanan yang macet membuat mobil tidak begerak. Itu sebabnya Kenan bisa menolehkan kepalanya sepenuhnya untuk bisa menatap Qia. Kini mereka saling menatap satu sama lain.     

"Kenapa sih, kakak lakuin ini ke aku? Kakak tuh enggak pernah cinta sama aku! Tapi kenapa kakak malah begini?" tanya Qia kesal.     

"Aku cinta kamu, siapa bilang aku enggak cinta sama kamu?" tanya Kenan tegas kemudian ia kembali melajuakan mobilnya.     

Qia terdiam mendengar ucapan Kenan barusan. Benarkah, jika Kenan mencintainya. Tapi, ia ragu jika Kenanan mencintainya. Setelah berkata tegas Kenan melajukan mobilnya begitu saja. Bahkan raut wajah Kenan terasa dingin setelah mengatakan jika ia mencintai Qia.     

Qia menatap Kenan begitu lama hingga ia pun menggelengkan kepalanya kemudian menatap jalanan. "Enggak, gua gak boleh lemah dengan pernyataan Kak Kenan. Apa yang dia katakan iti bohong!" tegas Qia dalam hatinya.     

Ia harus benar-benar lebih menguatkan hatinya. Entah kenapa logikanya tidak mau sejalan dengan hatinya. Di sisa perjalanan mereka menuju kantor, tidak ada percakapan sama sekali.     

Otak Qia hanya terus berpikir apa yang terjadi hingga ia melupakan trauma yang ia derita. Tetapi perlahan mata indah Qia menutup. Kenan dengan perlahan menarik bahu Qia agar Qia bersandar padanya. Walau Qia tertidur, tetapi bisa saja traumanya kambuh tiba-tiba.     

Kini mereka sudah sampai di kantor. Seperti apa yang di katakakan Kenan, ia benar-benar menurunkan Qia di depan halte. Turun dari mobil Qia segera berlari menuju kantor.     

Kenan hanya menggelengkan kepalanya menatap Qia. Ia sudah dewasa, tetapi sikapnya terkadang masih terlihat seperti anak kecil.     

Kenan kembali melajukan mobilnya memasuki area kantor. Ia turun dari mobil dan berjalan ke arah kantor dengan wajah datar dan dinginnya. Kantor masih sepi jadi belum ada karyawan yang menyapanya.     

Ia langsung pergi ke ruangannya dan duduk bersantai-santai. Ia berangkat sepagi ini hanya untuk Qia saja. Kenan meletakkan jasnya di sandaran temoat duduk. Ia melonggarkan dasinya kemudian melepaskan kancing kemejanya. Ia berjalan ke arah sofa kantor kemudian merebahkan tubuhnya di sana.     

Hari ini rasanya ia sangat-sangat malas hingga tidak mau bekerja. Tetapi, ia terpaksa bangun karena tidak mau Qia kenapa-napa. Sekitar pukul sepuluh pagi Kenan membuka matanya. Ia meregangkan otot-otonya.     

Ia kemudain berjalan ke arah meja kerjanya kemudian menelpon bagian pantry untuk memesa kopi. Ia lergi kemar mandi pribadinya untuk mencuci wajahnya. Keluar dari kamar mandi, ia dinkejutkan dengan kehadiran ibunya dan juga Qia yanga ada di ruangannya.     

"Apa kamu mau buat keluarga Adiaksa malu hah!" marah Carla pada Qia.     

"Kamu itu enggak pantas menjadi istri Kenan, jadi jangan bermimpi ketinggian untuk menjadi istri anak saya!" tegas Carla sambil menoyor-noyor kepala Qia.     

"Ma! cukup!" tegas Kenan yang segera mengahampiri Qia dan Carla.     

"Akhirnya kamu datang juga," ucap Carla menatap putranya.     

Qia mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Carla. "Berdiri di situ!" ucap Carla memerintah Kenan berdiri di samping Qia.     

Kenan pun mengikuti apa yang Carla katakan. Carla memotret anaknya dengan Qia kemudian memperlihatkan foto itu pada Qia dan juga Kenan.     

"Lihatlah foto ini, betapa jauhnya perbedaan kalian. Kalian itu berbeda, bagaikan langit dengan tanah. Jadi, sadarlah Kenan. Wanita ini tidak pantas bersanding dengamu. Wanita yang pantas--"     

"Stop mengusik hidup gua. Lo seharusnya urus hidup lo sendiri. Gua aja enggak pernah ngusik kehidupan lo!" tegas Kenan sambil menunjuk-nunjuk mamanya.     

"Ck, kamu berani bersikap seperti ini dengan mamamu. Lihatlah wanita rendahan, pendidikanmu yang rendah membuat anak saya berani menunjuk-nunjuk saya. Kamu racunin apa otak anak saya, hah!" marah Carla.     

Kenan mengepalkan tangannya erat-erat. Ia dengan kuat memegang pergelangan tangan mamanya dan menarik mamanya paksa ke luar dari ruangannya. "Kenan, leapain mama! Jangan enggak sopan kamu Kenan!" marah Carla berusaha untuk bisa tetap berada di ruangan anaknya.     

"Wanita rendahan, saya masih punya hak untul memcatmu. Dengarkan baik-baik saya akan buat kamu menyesal sudah membuat anak saya seperti ini!" teriak Carla.     

Kenan mengunci pintu ruangannya kemudian ia menghampiri Qia yanga hanya menundukkan kepalanya. "Qi," panggil Kenan seraya memegang ke dua bahu Qia.     

Qia mendongakkan kepalanya menatap Kenan. "Puas, kak?" tanya Qia dengan air mata yang mulai keluar dari sudut matanya.     

"Qi," panggil Kenan lembut.     

"Tolong kak, Qia mohon. Jangan libatkan Qia dalam keluarga kakak," ucap Qia memohon.     

TBC...     

Yuks, ramaikan Koment, Love dan Power Stonenya ya guys....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.