Menikah dengan Mantan

Bab 63



Bab 63

0Yey... up guys... yuhu...     
0

JANGAN LUPA IKUTAN CHALLENG YA GUYS... BTW KALAU ENGGAK PUNYA IG KALIAN BISA TAG AKUN FACEBOOK KU YA... NAMANYA Achi Hyoki. SAMA KAYAK NAMA AKUN INI KOK, UNTUK PPNYA SAMA KAYAK AKUN INI JUGA HEHEHE...     

HAPPY READING....     

Seseorang tiba-tiba saja datang menghampiri Kakek dan Qia yang hanya diam saja duduk di sofa ruang keluarga sekaligus ruang televisi. "Eh, ada tamu," ucap seorang wanita paruh baya itu yang wajahnya begitu keibuan.     

Qia hanya tersenyum kikuk menatap wanita paruh baya yang tidak lain adalah Revi Adriani--ibu tiri Kenan. "Ini, pak. Teh-nya," ucap Revi sambil meletakkan teh di meja depan kakek duduk.     

"Kenalkan, dia calonnya Kenan," ucap Kakek membuat Qia langsung terkejut seraya menatap Kakek.     

"Wah, calonnya Kenan," ucap Revi seraya tersenyum menatap Qia.     

"Bukan bu, kakek becanda saja. Saya hanya temannya Kak Ken," jawab Qia seraya tersenyum.     

"Udah, enggak perlu malu," ucap Revi seraya tersenyum menggoda pada Qia. "Oh, iya. Mau minum apa? Biar tante buatin." Lanjut Revi bertanya.     

"Enggak perlu repot-repot bu," ucap Qia tidak enak.     

"Tante buatkan teh ya, masa ada tamu sekaligus calon mantu di keluarga ini tidak di suguhi minum," ucapnya yang sama sekali tidak melunturkan senyumannya.     

"Air putih saja bu, kalau begitu," ucap Qia pada akhirnya.     

Ia merasa tidak enak jika di layani oleh orang yang lebih tua. Ya, walau dia di sini hanya tamu, tetap saja tidak enak. Revi pun pergi ke dapur untuk mengambilkan air putih untuk Qia. Tidak ada pembicaraan sedikit pun di antara kakek dan Qia. Jika tidak ada Revi mungkin saja mereka akan saling diam.     

Revi kini sudah bergabung duduk di single sofa menatap Qia seraya tersenyum hangat. "Tante seneng banget, akhirnya Kenan membawa seorang wanita ke rumah," ucap Revi begitu semangat dan senyuman itu semakin merekah sedangkan Qia hanya mampu tersenyum kikuk menatap Revi.     

"Oh, iya. Kita belum kenalan. Nama tante Revi Adriani, kamu bisa panggil tante Revi. Tante mama tirinya Kenan. Nama kamu, siapa?" tanyanya begitu semangat.     

"Nama saya Ananta Putri Sidqia, tan" jawan Qia malu-malu.     

"Wah, namanya cantik. Sama seperti orangnya yang cantik," puji Revi.     

Qia hanya tersenyum kikuk mendengar pujian Revi. "Oh iya, berapa umurmu?"     

"Udah duapuluh lima, tan," jawab Qia tersenyum kikuk.     

"Wah, udah pas untuk menikah," ucap Revi. "Oh, iya. Kamu kerja atau punya usah sendiri?"     

"Kerja, tan," jawab Qia.     

"Kerja di mana? Pasti kerja di perusahaan keluarga ya, sama seperti Zevan – anak tante," ucap Revi yang masih setia tersenyum.     

"Ah, itu. Saya kerja di perusahaannya kak Ken," jawab Qia seraya tersenyum kikuk.     

"Wah, cinlok nih, ceritanya, hehehe," ucap Revi seraya terkekeh. "Oh, iya. Kamu kerja di bagian apa?"     

Qia bingung, apakah ia harus menjawab pertanyaan Revi kali ini. Ia takut jika nantinya Revi akan berpikir buruk tentangnya. Ia hanya seorang OG bisa sajakan Revi berpikir jika dirinya sengaja mendekati Kenan supaya bisa mendapatakan uang dan pekerjaan yang lebih baik. "Saya—"     

"Sudahlah Revi, jangan banyak bertanya. Dia bisa-bisa tidak mau lagi datang ke rumah karena kamu banyak bertanya," ucap Kakek dengan suara dinginnya memotong ucapan Qia.     

"Maaf, pak," ucap Revi merasa tidak enak karena sudah terlalu banyak bertanya.     

Ia hanya begitu senang karena Kenan akhirnya mengajak seorang wanita ke rumah. Ia ingat dengan perkataan almarhum Kenzi—ayah Kenan. Ia pernah berkata, "tolong jaga anakku Kenan. Walau ia orang yang dingin sebenarnya ia anak yang baik. Sayangi dia seperti kamu menyanyangi Zevan. Sejak kecil Kenan tidak mendapatkan kasih sayang ibunya. Ia tumbuh tanpa kasih sayang ibunya dan semakin dewasa ia pun semakin jauh dari ibunya yang sering menikah. Ia pernah berkata jika wanita itu jahat, jadi tolong beri pengertian pada Kenan jika tidak semua wanita itu jahat."     

Perkataan itu terus di ingat oleh Revi. Revi pun berusaha memberi kasih sayangnya pada Kenan. Ia juga berusaha memberi pengertian pada Kenan bahwa wanita itu tidak semunya jahat. Masih ada wanita yang baik di luaran sana. Dan hari ini, ketika tahu wanita yang duduk di sebelah Dermawan adalah calon istri Kenan ia begitu senang, karena akhirnya Kenan bisa menemukan wanita baik itu.     

Revi meyakini jika wanita yang di ajak Kenan ke rumah ini bukalah wanita yang gila harta, tetapi ia benar-benara wanita baik yang akan bisa menerima Kenan apa adanya. Dari cara berpakaian dan cara bicaranya, ia merasa jika Qia adalah orang yang benar-benar baik.     

Tidak ada percakapan lagi, hingga waktu makan malam pun tiba. Di meja makan hanya ada mereka berempat yang tidak lain adalah Kenan, Qia, Dermawan dan Revi. Zevan tidak ikut makan malam karena ia belum pulang dari kantor. Mata Qia melirik ke arah orang-orang yang berada di meja makana. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka mulutnya untuk berbicara. Mereka hanya fokus dengan piring-piring yang berisi nasi dan lauk pauk yang sedang mereka makan. "Apa mereka hanya saling diam jika di meja makan?" tanya Qia dalam hati.     

"Hari ini kamu menginaplah di sini," ucap Kenan tiba-tiba membuat Qia, Kakek dan juga Revi menoleh ke arah Kenan.     

"Enggak perlu, pak. Saya--"     

"Raka sedang ke luar kota. Lebih baik kamu tinggal di sini sampai Raka pulang, atau aku akan carikan kamu tempat--"     

"Enggak perlu pak, saya bisa cari sendiri!" ucap Qia cepat memotong ucapan Kenan.     

Ia bisa mencari kosan sendiri, hanya saja uang tabungannya hanya cukup untuk biaya hidupnya saja. Jika menyewa kosan uangnya tidak cukup. Kosan paling murah itu sekitar tujuh ratus ribu atau delapan ratus ribu sebulan. Itu kosan dengan fasilitas yang lumayan.     

Jika fasilitasnya tidak memadai mungkin bisa sekitar harga lima ratus ribu hingga enam ratus ribu rupiah, itu pun jika memang masih ada. Di kota Jakarta seperti ini sangat sulit untuk mencari kosan murah.     

Kosan Qia sebelumnya saja perbulannya Rp. 850.000. Belum lagi biaya makan dan keperluan Qia. Ia juga menabung dan setiap beberapa bulan Qia mendatangi psikiater walaupun ia tidak pernah mengalami gejala PTSD. Obat yang pernah di konsumsinya hanyalah obat penenang yang di resepkan dokter padanya.     

Qia memang masih mengkonsumsi obat penenang karena terkadang ia mengalami mimpi buruk tentang kecelakaan yang terjadi beberapa tahun silam. Hanya obat penenanglah yang menjadi penenang dirinya.     

Namun, sepertinya saat ini, ia tidak memerlukan lagi obat penenang karena memeluk Kenan sudah membuat dirinya merasa lebih baik. Walau dirinya tidak bisa menerima Kenan kembali dalam hidupnya karena ia takut Kenan meninggalkannya, tetapi dekapan hangat Kenan mampu membuatnya nyaman dan merasa di lindungi.     

"Kalau begitu, carilah tempat tinggal. Karena aku enggak bisa jamin jika Raka bisa mengendalikan dirinya," ucap Kenan begitu datar.     

"Bang Raka orang baik, dia enggak akan macam-macam. Bang Raka sama sekali tidak pernah bersikap sembarang seperti kakak," ucap Qia menatap kesal Kenan.     

Kakek yang memperhatikan interaksi Qia dan Kenan tersenyum. Ia senang cucunya banyak bicara dengan seorang wanita. Bahkan ia sendiri sepertinya cemburu. Kakek mengernyitkan dahinya ketika sadar akan percakapan Kenan dan Qia. "Kamu tinggal bersama Raka?" tanya Kakek tiba-tiba membuat Qia dan Kenan kini menolehkan kepalanya ke arah Kakek.     

"I-ya, kek," jawab Qia tergagap.     

"Memangnya ada hubungan apa kamu dengan Raka?" tanya Kakek menatap serius Qia membuat Qia menelan salivanya susah payah. Padahal hanya pertanyaan sederhana dan ia bisa melakukannya sendiri, tetapi ia malah takut untuk menjawabnya.     

"Raka hanya memberinya pertolongan karena kemarin ia di usir dari kosannya," jawab Kenan datar tanpa menatap sang kakek.     

"Aku enggak di usir!" jawab Qia cepat. Enak saja jika bicara, ia sama sekali tidak di usir dari kosannya. Semua karena orang yang mengaku calon suami Qia dan ia mengatakan jika Qia tidak kos di situ lagi.     

Qia benar-benar kesal dengan orang yang mengaku-ngaku sebagai calon suaminya. Qia kemudian menatap Kenan, sepertinya ada yang terlewat. Qia pun mengingat-ingat apa yang terlewat. Tiba-tiba saja ia ingat perkataan Kenan tentang "Apa kamu melupakan apa yang sudah hampir sebulan kita lakukan?" pertanyaan itu kini baru di cerna dengan baik oleh Qia membuat Qia membulatkan matanya menatap Kenan.     

"Malam," ucap seseorang yang baru saja datang dan menghampiri meja makan. Ia berjalan ke arah Dermawan kemudian mencium pipi Dermawan.     

Kenan hanya menatap malas kemudian ia melanjutkan makannya tanpa mau menatap ke arah wanita paruh baya tetapi masih terlihat sangat muda itu yang tidak lain adalah Carla – mamanya.     

"Sini, mbak, kita makan malam bersama," ucap Revi seraya menarik kursi yang ada di sebelahnya.     

Carla pun berjalan ke arah kursi yang tadi di tarik mundur oleh Revi. Revi pun dengan sigap segera pergi ke dapur untuk mengambilkan perlatan makan untuk Carla. "Tumben, jam segini kamu datang," ucap Dermawan menyindiri anak semata wayangnya ini.     

"Salah gitu, pa?" tanya Carla sambil menatap Dermawan.     

"Aneh saja, enggak biasanya jam segini kamu datang ke sini," jawab Dermawan.     

"Datang malam salah, datang jam segini juga salah. Aduh, pa, pusing!" ucap Carla menatap malas Papanya.     

Jika Carla bersikap seperti ini, entah kenapa rasanya ia dan Kenan memiliki karkter yang sama. Ya, namanya juga anak. Jadi, wajar saja jika Kenan dan Carla sedikit sama. Wajah Kenan pun sama dengan Carla hanya saja karena Kenan seorang pria rahang tegas dan bibir yang sedikit tebal sama seperti amarhum Kenzi.     

"Siapa kamu?" tanya Carla yang baru sadar jika ada seorang wanita yang duduk di dekat putranya.     

"Saya—"     

"Enggak usah banyak tanya, Ma!" tegas Kenan dengan suara dinginnya tanpa menatap Carla dan ia memotong ucapan Qia.     

Qia kini menoleh ke arah Kenan yang hanya fokus dengan piring nasinya. "Sepertinya dia mamanya kak Ken," ucap Qia dalam hati.     

Ia bisa mendengar suara dingin itu dan melihat bagaimana raut wajah Kenan. Kenan sepertinya tidak suka jika mamanya terlalu banyak bicara. Padahal mamanya baru saja datang dan ia pun baru satu kali bertanya. Tidak seperti Revi yang tadi banyak bertanya tentang dirinya.     

Revi datang membawa piring dan peralatan makannya. Ia kemudian mengambilkan nasi, sayuran dan lauk pauk. "Anda bukan tamu di rumah ini dan anda juga punya tangan. Apa tangan anda tidak berfungsi?" tanya Kenan menatap Carla dengan tatapan dinginnya dan nada nada suara menyindir.     

"Dia pembantu, jadi wajar saja jika ia melakukannya."     

"Dia istri Papa saya, jadi seharunya anda menghargainya!" tegas Kenan dengan tatapan tajam menatap mamanya. Qia hanya diam menatap Kenan yang wajahnya terlihat begitu marah.     

TBC... YEYEY.... RAMAINKAN KOMENT, LOVE DAN POWER STONENYA YA GUYS...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.