Menikah dengan Mantan

Bab 61



Bab 61

0Yey... up again guys...     
0

Yuks, ikutan cahllenge. Lumayan loh, hadiahnya. Hadiah bisa bertambah kalau target tercapai lebih dari apa yang di mau aku ya. So, ayo dong ikutan challengenya.     

Baca Syarat dan apa aja hadiahnya di Bab 48-50 pada bagian catatan kakinya ya guys...     

Happy Reading....     

Kenan mengunyah makanannya dengan cepat dan menelannya secara kasar sebelum ia menjawab pertanyaan Raka. "Ini cemilan Qia. Aku lapar, jadi aku memakannya," jawab Kenan seperti anak kecil yang ketahuan ibunya memakan makanan yang tidak boleh di makan.     

Raka menatap malas Kenan kemudian tanpa berucap Raka pergi begitu saja. Kenan segera meletakkan cemilannya kemudian ia mengambil tisu yang berada di atas meja untuk membersihkan tangannya. Ia pun segera menyusl Raka ke kamar.     

Kenan masuk ke kamar kemudian mengunci pintunya. "Ka," panggil Kenan pada Raka yang sedang membuka kancing kemejanya.     

"Maaf, aku beneran lapar. Tadi siang aku tidak istirahat makan siang," ucap Kenan yang sudah berdiri di belakang tubuh Raka.     

"Kamu berubah Ken," ucap Raka tanpa menatap Kenan.     

Kenan menghembuskan napasnya, ia sendiri tidak bisa mengendalikan dirinya. Di satu sisi terkadang ia memang akan meninggalkan Raka tetapi sebenarnya itu hanya untuk mengelabuhi Kakeknya saja. Namun, di sisi lain ia pun tidak bisa terlepas begitu saja dengan Raka. Ia sudah sangat terbiasa dengan keahdiran Raka di sisinya.     

Walau dirinya sudah memutuskan akan menikah dengan Qia dan akan mengenal Qia lebih dalam, tetapi rasanya sulit untuk melepaskan Raka beberapa waktu. Ia takut ketika ia melepaskan Raka, maka ia akan kehilangan Raka selamanya.     

Ia dan Raka saling bergantung satu sama lain. Ia yang tidak memiliki teman dan orang yang mengerti dirinya bisa ia temukan di diri Raka. Sedangkan Raka, ia tidak memiliki lagi keluarga. Ia sudah meninggalkan ayahnya semenjank ia tinggal bersama Kenan. Raka benar-benar meningglkan ayahnya sendiri, bahkan ia tidak mau tahu bagaimana keadaan ayahnya sampai detik ini.     

Bagaimana mungkin Kenan akan meninggalkan Raka jika hanya dirinya yang menjadi keluarganya. Ia berusaha untuk tegas pada Raka agar mau berpisah hanya untuk mengelabuhi kakeknya. Ia sengaja tidak memberitahukan rencananya agar kakeknya percaya jika dirinya akan pergi meninggalkan Raka dan menjadi pria normal yang membangun rumah tangga bersama seorang wanita.     

Semua orang mungkin berpikir jika ia akan serius pada Qia, tetapi pada nyatanya ia akan kembali memanfaatkan Qia agar bisa terlepas dari kakeknya. Kalau dulu ia ingin terlepas dari wanita-wanita yang sering mengganggunya, kini ia ingin terlepas dari kakeknya.     

Mungkin terkesan jahat, tetapi setidaknya ia menepati janjinya untuk menjaga Qia dan ia pun masih bisa tetap bersama Raka. Jadi, semuanya imbang bukan. Membuat orang lain bahagia dan dirinya pun bisa ikut bahagia tanpa terbebani.     

Kenan menyentuh pundak Raka kemudian ia perlahan membalikkan tubuh Raka. "Apa yang berubah dariku?" tanya Kenan begitu lembut.     

"Sikapmu terhadap wanita berubah, katanya kau membenci wanita?" tanya Raka dengan suara lemah.     

"Ka, aku akan menikah walau belum tahu kapan. Jadi, mau tidak mau aku harus menerima kehadiran seorang wanita."     

"Terus, kenapa kamu masih di sini?" tanya Raka pada Kenan.     

"Aku mau kita akhiri semuanya secara baik-baik. Aku enggak mau kamu membenciku" ucap Kenan kemudian menyentuh pipi Raka.     

"Apa lima tahun lebih ini enggak berarti apa-apa untuk kamu di bandingkan dengan wanita yang baru sebulan ini ada di samping kamu, Ken?"     

"Bukan seberapa lamanya kamu ada di samping aku, tetapi semua karena ancaman kakek. Aku enggak mau hidup munafik. Aku butuh harta dan keduduk, bukan berarti aku tidak menjunjung tinggi suatu hubungan, hanya saja aku tidak mungkin memberikan hak aku pada adik tiri dan juga mamaku," jawab Kenan begitu lembut.     

Raka memeluk tubuh Kenan, ia menyandarkan kepalnya di pundak kanan Kenan. " Awalnya semua berjalan baik-baik saja, tetapi kenapa sekarang seperti ini, Ken?" tanya Raka dengan suara lirihnya menahan tangis.     

Kenan membalas pelukan Raka tidak kalah eratnya, "maafkan aku harus melakukan ini Ka, semua supaya terlihat natural tidak ada cela untuk kakek mengusik kita kembali. Aku akan berusah untuk mendapatkan kembali hati Qia dan setelah itu akan ku buat ia menuruti apa mauku. Kita akan bersama setelah aku bisa mengendalikan Qia," ucap Kenan dalam hati.     

"Aku milikimu Ken, selamanya akan menjadi milikmu. Tapi sekarang, aku—" Raka tidak mampu lagi berkata.     

Ia malah menagis di pundak Kenan. Kenan pun hanya terdiam sambil mengusap punggung Raka agar ia bisa lebih tenang. Sementara sepasang kekasih itu sedang melakukan adegan melodrama yang menyesakkan karena mereka harus berpisah walau sementara. Qia saat ini sedang asyik dengan dunianya.     

Iya, apa lagi jika bukan memasak. Semenjak ia sering bekerja di restaurant ataupun cafe Qia sering berexperiment dengan makanan. Seperti saat ini, ia sedang membuat kentang goreng bolognise dimana kentang goreng yang di siram saos bolognise kemudian di beri taburan keju mozarela dan di letakkan di microwafe selama kurang lebih 3 – 5 menit sampai keju meleleh.     

Bukannya mandi, Qia saat ini sedang menikmati makanannya di meja makan. "Uh… mantab kali," ucap Qia yang menikmati cemilannya.     

"Ini nih baru enak, enggak kayak biasanya aku buat. Ah… enak banget" ucap Qia memuji masakannya sendiri.     

Qia makan dengan lahapnya, sayur dan lauk pauknya sudah selesai ia masak itu sebabnya ia pun membuat cemilan yang sedang ia ingin makan. Ia juga membuat kopi susu dengan gula aren. Cara membuatnya hanya kopi bubuk 1 sendok makan, gula aren bubuk 1½ sendok makan atau 2 sendok makan jika ingin lebih manis, 1 gelas beling susu uht dan es 2 butir kemudian di blender hingga tercampur semua. Siapkan gelas yang di isi es kemudian tuang es yang tadi di blender ke dalam gelas.     

Qia benar-benar menikmati makananya hingga ia tidak sadar jika Kenan sedang bersama Raka di dalam kamar. Sekitar pukul tujuh malam Kenan dan Raka makan malam bersama sedangkan Qia tidak ikut makan malam karena sudah kenyang dengan cemilan yang tadi ia makan. Tidak ada pembicaraan di antara Raka dan Kenan. Qia pun hanya duduk diam sambil memainkan handphonenya.     

"Bagaimana harimu Qi?" tanya Raka memecah keheningan.     

Qia menoleh ke arah Raka, "Hari ini, ya biasa aja. Enggak ada yang spesial."     

"Apa asisten Kenan masih mengganggumu?" tanya Raka menatap Qia.     

"Hum," Qia hanya bergumam kemudian ia tersenyum.     

"Kenapa?" tanya Raka heran karena Qia malah tersenyum.     

"Enggak ada apa-apa, bang. Cuma ada yang lucu aja," jawab Qia seraya tersenyum. Raka hanya mangangguk-anggukkan kepalanya saja mendengar jawaban Qia. Selesai makan, Raka pergi ke kamar untuk merebahkan dirinya.     

Tadi ia bertanya pada Qia apakah Qia akan langsung tidur atau tidak. Jika tidak ia akan tidur duluan, jika nanti ia akan tidur tinggal bangunkan saja. Kini Qia sedang duduk di single sofa di ruang televisi bersama Kenan yang duduk di sofa muat untuk tiga orang dewasa.     

"Pertanyaanku tadi sore belum kamu jawab," ucap Kenan tiba-tiba tanpa menatap Qia membuat Qia yang sedang scrolling handphonenya kini menatap Kenan.     

"Bukannya aku uadah jawab?" tanya Qia heran.     

"Hanya namanya, tapi lengkapnya siapa dan dia siapa kamu," ucap Kenan yang kini mentap Qia.     

"Harus gitu, aku kasih tau siapa Mas Janu?Lagi pula, enggak ada faedahnya juga Kakak tahu tentang Mas Janu."     

"Apa dia mantan kekasaihmu?"     

"Mau mantan atau bukan, itu bukan urusan Kak Ken," jawab Qia kesal. Ia tidak suka jika orang banyak bertanya tentang orang-orang di sekitarnya.     

"Kita sekarang sudah menjadi teman, apa salahnya aku tahu siapa dia," jawab Kenan menatap tegas Qia.     

Qia menghembuskan napasanya kemudian ia menatap ke arah Kenan sepenuhnya. "Mas Janu teman satu panti ku dulu. Setelah aku sudah sehat dari kecelakaan aku di tempatkan di panti asuhan karena memang aku tidak memiliki keluarga lagi. Tidak ada sanak saudara yang bisa di hubungi, jadi mereka menitipkan aku di panti," jawab Qia kemudian ia menghembuskan napas beratnya.     

"Jadi, kamu tinggal di panti asuhan setelah peristiwa kecelakan itu?"     

"Hum," jawab Qia yang hanya bergumam.     

Kenan tidak tahu harus berkata apalagi, ia hanya menatap Qia yang kini hanya menundukkan kepalanya. "Qi," panggil Kenan tetapi Qia sama sekali tidak merespon.     

Kenan mendekatkan dudukanya ke sofa yang diduki Qia kemudian ia menyentuh satu punggung tangan Qia. Qia langsung menyentak tangan Kenan dan menatap Kenan. "Kenapa?"     

"Kamu tinggalah bersamaku, apa kamu mau?"     

"Aku nyaman di sini, Kak," jawab Qia singkat.     

"Kamu tidak mengenal Raka. Apa kamu tidak takut sama sekali?"     

"Justru aku takut sama kakak," jawab Qia memberengut kesal. Ia yang tadinya bersedih karena teringat keluarga kini ia merasa kesal jika mengingat Kenan yang suka sekali menyosornya tiba-tiba.     

"Kok, kamu takut sama aku? Kamu kan, udah kenal denganku."     

"Justru aku kenal kakak, aku jadi takut sama kakak."     

"Memang apa yag buat kamu takut?" tanya Kenan serius.     

"Kakak kaya angsa, suka nyosor aja," jawab Qia kesal sambil bersedekap.     

"Nyosor apa?"     

"Sok enggak tahu. Udah berapa kali kakak cium aku tiba-tiba?" tanya Qia kesal.     

"Emang iya, ya?" tanya Kenan dengan raut wajah yang sedang berpikir. Qia yang kesal akhirnya melemparkan bantal sofa yang tepat mengenai wajah Kenan.     

Kenan pun langsung menatap kesal Qia dan Qia juga menatap kesal Kean. "Apa?" tanya Qia dengan nada suara menantang tanpa peduli dengan raut wajah kesal Kenan.     

Kenan langsung mengalihkan tatapannya. Ia pun baru sadar jika beberapa kali ia sudah mencium bibir Qia untuk menghentikan ucapan Qia. Entahlah, kenapa ia melakukan itu. Mungkin ia terbiasa membungkam bibir Raka ketika Raka sedang protes ini dan itu. Ia yang tidak menyukai perkataan yang Qia lontarkan membuatnya memberikan ciuman pada Qia.     

Tidak ada pembicaraan antara mereka berdua, Qia dan Kenan sibuk dengan pemikirannya. Qia menggerutu kesal dengan apa yang sering Kenan lakukan padanya sedangkan Kenan kembali bertanya kenapa ia bisa melakukan ini pada Qia.     

Ia masih belum tahu apa arti Qia sesungguhnya di dalam hidupnya. Tapi satu hal yang pasti, saat ini Qia adalah tanggung jawabnya karena janji yang pernah ia sepakati dengan almarhum Nathan.     

TBC...     

Yuhu... ramaikan Vote, Love dan Power stonenya ya guys...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.