Menikah dengan Mantan

Bab 59



Bab 59

0Hai... hula hula... apa kabar guys?     
0

Btw" apa kalian ada yang baca cerita Elang dan Elita, kalau iya harap bersabar ya guys... aku belum sempat ngetik ceritanya. Hehehe..     

Nikmatin dulu kisahnya Qia, Kenan dan Raka ya..     

Oh iya, jangan Lupa ikutan Challenge yuk guys... Buka catatan kaki yang ada di BAB 48-50 ya....     

Happy Reading...     

Waktunya untuk pulang, Qia baru saja keluar gerbang kantor dan akan berjalan ke halte bus. Tiba-tiba sebuah motor mengklakson membuat Qia berjenggit kaget. "Ta," panggil Janu orang yang tadi mengklakson.     

"Eh, mas Janu. Kenapa Mas?" tanya Qia dengan wajahnya yang masih sedikit terkejut.     

"Mau aku anter pulang, enggak?" tanya Janu seraya tersenyum.     

"Enggak perlu Mas, aku naik bus aja."     

"Udah, enggak apa-apa, yuk. Aku bawa halem dua juga, kok," ucap Janu sambil menolehkan kepalanya ke jok belakang dimana ada box yang di dalamnya ada helem.     

"Lain kali aja mas, aku masih ada urusan."     

"Enggak apa-apa. Aku juga masih mau jalan-jalan, kok,"     

"Em, gimana ya," ucap Qia sambil berpikir. Ia sedikit ragu jika pulang di antarkan Janu. Ia takut ketahuan jika dirinya ada di appartement yang sama dengan Raka.     

"Udah--" ucapan Janu terhenti karena tiba-tiba sebuah mobil mengklaksonnya. Padahal motor Janu sama sekali tidak mengganggu kendaraan lain yang akan lewat.     

Janu dan Qia sama-sama menoleh ke arah orang yang mengklakson. Ternyata Flora yang mengklakson. "Kak Janu, enggak pulang?" tanya Flora pada Janu membuat Janu menjadi salah tingkah.     

"Ah, iya bu. Sebentar lagi pulang," jawab Janu seraya tersenyum kaku.     

"Ya sudah, hati--"     

"Mas, temenin aku belanja ya," ucap Qia memotong perkataan Flora.     

Qia tersenyum menatap Janu yang kini menoleh ke arahnya sedangkan Flora sudah menatap tidak suka ke arah Qia. "Kemarin lo udah buat gua ketakutan, sekarang balasannya. Gua mau buat hati lo kebakar. hahaha," ucap Qia dan tertawa dalam hati.     

Melihat Flora tersenyum ramah dan menyapa Janu entah kenapa ia merasa Flora menyukai Janu. Tetapi setelah di ingat Flora tadi siang berkata padanya jika Qia hanya pantas dengan orang yang sepadan dengannya. Berarti Flora pun hanya sepadan dengan lelaki kaya bukan?     

Jadi, karena gengsi terlalu tinggi Flora pun menahan dirinya untuk tidak bersama Janu. Oh, senangnya Qia bisa membalas perbuatan Flora dengan cara berhubungan dekat dengan Janu. Setidaknya menjadi teman sudah cukup. Qia akan mengandalkan kedekatan dirinya dulu dengan Janu. Walau pun ia sendiri tidak yakin, jika ia dulu dekat dengan Janu.     

Trauma yang membuat Qia tidak terlalu peduli dengan orang di sekitarnya. Selama hampir 3 tahun ia di panti, ia merasa sendiri padahal Janu dan anak-anak di panti sering mengajaknya mengobrol atau bermain.     

Qia tidak akan betah lama-lama berkumpul dengan anak panti. Bahkan ketika ia belum benar-benar sembuh dari PTSD nya, Qia sering marah-marah jika ia sudah mengatakan tidak mau tetapi tetap di paksa. Tempramen Qia saat itu sangat kasar dan ia seperti orang yang tidak punya hati. Bahkan anak kecil yang mengajaknya bermain pun di tolaknya secara kasar hingga anak kecil itu menangis histeris.     

"Gimana, mas. Mau kan?" tanya Qia seraya tersenyum manis menatap Janu yang masih terdiam.     

"Ah, iya. Ayo, Ta Naik. Kamu ambil dulu helemnya," jawan Janu seraya tersenyum.     

"Iya, mas," jawab Qia seraya tersenyum.     

Qia berjalan mendekat ke motor Janu, kemudian ia pun mengambil helem di dalam box. Flora tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung tancap gas meninggalkan area kantor. Qia bersorak senang dalam hati karena sudah membuat hati Flora menjadi sate. "Mampos! macam-macam sih, lo sama gua!" ucap Qia dalam hati.     

Ia naik ke atas motor kemudian memegang ujung jaket yang di pakai Janu. "Udah, siap?" tanya Janu seraya menolehkan kepalanya kebelakang menatap Qia.     

"Udah, mas," jawab Qia seraya tersenyum.     

"Oke," jawab Janu singkat dan ia mulai melajukan motornya meninggalkan area kantor.     

"Kamu sekarang tinggal di mana, Ta?" tanya Janu dengan suara keras karena kendaraan yang cukup ramai di jalan membuat ia harus mengeraskan suaranya.     

"Aku sekarang tinggal di appartement xxx."     

"Wah, itu, kan kawasan elite?"     

"Iya, mas. Tapi aku di situ buat jagain appartement selagi yang punya keluar kota. Sehabis kerja di kantor aku kerja di salah satu unit appartement itu jadi asisten rumah tangga," ucap Qia.     

"Memangnya enggak capek?"     

"Enggaklah, mas. Kalau untuk biaya hidup dan juga tempat tinggal ya harus enggak ada kata capek."     

"Iya, sih. Tapi, jangan terlalu di porsir juga tenaga kamu. Bisa-bisa kamu nanti sakit."     

"Iya, mas," jawab Qia singkat.     

Qia tipe orang yang tidak terlalu bisa berbohong, itu sebabnya apa yang di katakan Qia sebagian adalah kebenaran. Ia memang tinggal di appartement Raka walau di appartement itu ada Raka dan Kenan ketika Kenan menginap di sana.     

Ah, entah menginap atau mungkin memang Raka dan Kenan tinggal bersama. Qia bisa mengerti jika Kenan tinggal bersama Raka, karena itu lebih baik dari pada tinggal bersama kakeknya yang pasti banyak aturan. Ah, kenapa ia malah memikirkan Kenan lagi. Padahal ia berusaha untuk tidak mengingat-ingat lagi Kenan walau dirinya saat ini bekerja di perusaah yang di pimpin oleh Kenan.     

Qia memberitahukan Janu untuk pergi ke swalayan mana. Swalayan ini berada tidak jauh dari appartement Raka. Janu tidak langsung pulang, ia menemani Qia berbelanja beberapa kebutuhan yang di butuhkan seperti sabun mandi, odol, sikat gigi kemudian pembalut dengan dua ukuran. Ia juga membeli beberapa cemilan seperti keripik kentang dan juga kacang atom. Ia juga membeli saus bolognise, kentang goreng dan juga sosis. Ah, dia benar-benar mengeluarkan uang banyak hari ini.     

Untung tabungannya masih cukup untuk dua bulan kedepan, apalagi ia tidak membayar sama sekali tempat tinggal. Ia sudah membicarakan masalah ini pada Raka, dan Raka dengan tegas menolaknya. Ia berkata, "Apa wajahku seperti bapak-bapak kosan yang galak?" pertanyaa Raka itu suskses membuat Qia tertawa.     

Raka hanya menatap malas Qia sedangkan Qia masih tertawa terpingkal-pingkal. Wajah tampan seperti oppa-oppa korea yang sangat di gandrungi oleh pecinta drakor ataupun kpop mana mungkin bisa di sebut bapak-bapak kosan galak. Sungguh ya, Qia tidak habis pikir dengan pertanyaan yang menurutnya begitu lucu. Raka bertanya dengan wajah kesal, tetapi itu malah membuat Qia tertawa.     

Setelah Qia selesai membeli semua yang ia butuhkan, ia pun berpamitan pergi pada Janu. Namun, Janu menahan lengannya membuat Qia kini menoleh ke arah Janu.     

"Biar aku antar saja."     

"Enggak perlu, mas. Appartementnya deket dari sini kok," ucap Qia seraya tersenyum ramah.     

"Enggak apa-apa. Biar aku tahu kamu tinggal dimana. Siapa tahu kan, nanti kamu butuh bantuan atau berangkat kerja bareng."     

"Enggak mungkin, lah mas, kalau berangkat kerja bareng," ucap Qia seraya terkekeh.     

"Kenapa?"     

"Mas dimana, aku dimana. Jalan kita beda mas, jangan ngerepotin diri mas. Aku bisa berangkat kerja sendiri."     

"Enggak kok, enggak ngerepotin sama sekali. Lagian apa salahnya untuk nganter kamu. Oh, apa jangan-jangan kamu udah taken ya?" tanya Janu yang baru sadar jika mungkin saja Qia sekarang sudah memiliki kekasih atau mungkin sudah menikah.     

Janu kemudian melihat jari jemari Qia, tetapi ia tidak menemukan sama sekali cincin yang melingkar di jari jemari Qia. "Hahaha… taken. Taken sama siapa, mas? Sama perusahaan tempat kerja mah iya," jawab Qia seraya tertawa.     

"Jadi, kamu single?" tanya Janu dengan semangat seraya tersenyum.     

"I am single and very happy. Hahaha," ucap Qia yang menjawab dengan lagu single happy milik Oppie Andaresta.     

"Hahahah, malah nyanyi," ucap Janu yang ikut tertawa. "Ya, udah yuk, aku antar kamu pulang."     

"Udah mas, enggak perlu. Itu loh, cuma di sana aja appartementnya, enggak jauh, kan?" tanya Qia sambil menunjuk appartement yang memang tidak jauh dari tempatnya berpijak saat ini. Walau terlihat jauh, tetapi sebanarnya untuk sampai di appartement itu membutuhkan waktu lima belas menit jika berjalan kaki.     

"Udah, enggak apa-apa. Aku anterin aja. Masa niat nganterin, nanggung banget. Udah, ayok, aku antar pulang," ucap Janu kemudian ia mengambil belanjaan Qia. Ia pun berjalan terlebih dahulu dan Qia pun hanya pasrah kemudian ia berjalan mengikuti Janu dari belakang.     

Barang belanjaan Qia sebagian di letakkan di box motor dan sebagian lagi di pegang oleh Qia. Janu mengantarkan Qia sampai di depan lobi appartement. Qia sudah turun dan tidak lupa ia mengucapkan terimakasih pada Janu. Baru juga Qia akan membalikkan tubuhnya Janu memanggilnya membuat ia kembali menatap Janu.     

"Iya, mas. Kenapa?' tanya Qia dengan wajah bingungnya. Perasaannya ia sudah tidak ada lagi barang tertinggal. Helem yang ia gunakan juga sudah ia berikan pada Janu. Terus, ada pala lagi Janu memanggilnya.     

"Boleh minta nomor handphone kamu enggak?"     

"Oh, nomor handphone."     

"Iya, boleh enggak? Kalau enggak boleh, enggak apa-apa sih," jawab Janu merasa tidak enak. Baru hari pertama bertemu kembali setelah sekian lama, ia sudah meminta nomor handphone Qia.     

"Kebetulan nomor handphoneku baru mas, jadi aku enggak hapal. Bagaimana jika mas kasih nomor mas ke aku?" tanya Qia.     

"Ya, udah. Kamu catet nomor aku."     

"Mas ada pena gak?"     

"Untuk apa?"     

"Handphone aku mati, jadi aku enggak bisa nyatet nomor mas."     

"Oh, gitu ya," ucap Janu sedikit kecewa.     

"Gimana besok aja tukeran nomornya?" tanya Qia seraya tersenyum.     

"Em, ya udah deh, besok aja," jawab Janu ikut tersenyum.     

Qia kemudian masuk ke dalam setelah tubuh Qia tidak terlihat Janu melajukan motornya meningalkan area lobi appartement itu. Sesorang pria yang berada di dalam mobil mengepalkan tangannya kuat kemudian memukul stir mobil.     

Pria itu tidak lain adalah Kenan, ia sungguh kesal melihat Qia yang tersenyum pada seorang pria. "Siapa lelaki itu?" tanya Kenan dengan wajah marahnya.     

"Apa dia lupa jika aku tidak menyukai ia yang tersenyum pada pria lain?" tanya Kenan lagi entah pada siapa.     

Sungguh, ia tadi sempat mencari Qia ke pantry tetapi di sana sudah tidak ada orang. Kemudian ia bertanya pada satpam, ternyata Qia sudah pulang. Kenan tadi asyik dengan pekerjaan yang ia sukai hingga tanpa sadar sudah pukul lima lewat limabelas menit. Kenan segera keluar dari ruangannya setelah membereskan semua barang-barangnya.     

Namun, ia benar-benar terlambat untuk mengajak Qia pulang bersama. Sampai di appartement ia menjadi lebih kesal karena melihat Qia yang tersenyum menatap pria di hadapannya. Apalagi pria itu menaiki motor besar itu sungguh membuatnya semakin marah.     

Kenan tidak menyukai Qia yang menaiki motor, alasannya karena tubuh Qia akan berhimpitan dangan orang yang memboncenginya. Itu sebabnya dulu Kenan beberapa kali mengantar jemput Qia karena ia pernah melihat Qia yang berangkat bersama salah satu teman Nathan. Qia berangkat bersama teman Nathan karena Saat itu Nathan sedang sakit.     

TBC...     

Wohoi... Qia di pepet Janu guys... gercep banget nih Mas Janu memept Qia.     

Btw kalian mencium bau hati yag ke panggang enggak? wkwkwkw...     

Yukslah, ramaikan Koment, Love dan Power Stoenya ya guys....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.