Menikah dengan Mantan

Bab 58



Bab 58

0Ye ye ye... double up guys...     
0

Happy Reading...     

Pria di hadapnya itu langsung membawa Qia ke dalam pelukannya. Entah apa yang terjadi saat ini pada Qia, tetapi melihat Qia seperti ini membuat hatinya bergejolak tidak karuan. Perasaannya sungguh kacau dan ia bisa merasakan sesak di dadanya.     

Lelaki yang saat ini sedang memeluk Qia adalah Kenan. Ia tadi keluar ruangannya untuk mengejar Qia. Entahlah setelah bersikap dingin seperti itu ia menjadi tidak nyaman sendiri. Padahal, ia sudah sering bersikap dingin seperti itu. Tepat ketika ia keluar, ia melihat Qia masuk ke lift bersama Flora.     

Ia pun segera berlari dan melihat lift membawa mereka berdua kemana. Ternyata lift itu membawa mereka ke rooftop perusahaan. Kenan pun segera menekan tombol lift khusus untuknya kemudian segera menekan tombol menuju rooftop.     

Pintu penghubung ke rooftop tidak di tutup sama sekali membuat Kenan bisa melihat bahkan mendengar pembicaraan mereka berdua. Kenan rasanya ingin menghampiri Flora dan memecatnya. Namun, mendengar ucapan Qia yang berusaha meyakinkan Flora jika dirinya tidak mengatakan apapun pada Kenan membuat Kenan mengurungkan niatnya melangkah mendekati dua perempuan itu.     

"Kamu benar-benar sudah semakin bersikap dewasa, Ta. Perkataan yang pernah aku katakan padamu dulu kini sudah kamu praktekkan. Kamu mampu mengendalikan emosi kamu, aku bangga sekaligus tidak rela melihatmu yang seperti ini. Aku seperti bertemu dengan orang baru," ucap Kenan yang memperhatikan gerak-gerik Qia seraya mendengarkan perkataan Flora.     

Kenan mengepalakan tangannya kuat ketika mendengar perkataan Flora tentang Qia yang tidak pantas untuknya. Sebisa mungkin Kenan menahan amarahnya melihat cara bersikap Flora pada Qia. Ia kemudian bersembunyi di balik tumpukan kardus yanga ada di dekat pintu masuk supaya tidak terlihat oleh Flora. Tumpukan kardus itu cukup tinggi hinga ketika ia berjongkok, Flora tidak akan mengetahui.     

"Biar mampus, lo! Gua kunci di sini!" ucap Flora yang di dengar jelas oleh Kenan. Flora pun menuruni tangga menuju lift dan kembali keruangannya. Kenan langsung berdiri kemudian ia menatap Flora kesal.     

Kenan kemudian membuka pintu rooftop yang terunci. Untung saja, kuncinya masih tergantung di pintu. Ketika ia akan membuka pintu rooftop Kenan cukup terkejut dengan teriakan Qia dan sumpah serapah Qia. Mendengar Qia yang bersumpah serapah seperti itu entah kenapa Kenan malah tertawa. Mungkini karena sumpah serapah yang Qia sebutkan itu sangat lucu.     

Kenan yang sudah tidak lagi mendengar suara umpatan dari Qia perlahan membuka pintunya untuk melihat keadaan Qia. Ia melihat Qia yang kini sudah duduk sambil memeluk lututnya. Perlahan ia berjalan mendekati Qia yang masih tidak menyadari kehadirannya.     

"Kak, Nat," ucap Qia membuat Kenan menghentikan langkah kakinya.     

Qia kembali memanggil nama kakaknya dan mulai menangis keras. Suara tangisan yang keluar dari bibir Qia membuat Kenan merasakan sesak di dadanya. Rasanya benar-benar sangat menyesakkan dada. Kenan masih terdiam di tempatnya seraya berdiri sambil menatap Qia yang masih terus menangis.     

Dirasa tangisan Qia sudah mulai redah, Kenan berjongkok di hadapan Qia kemudian satu tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Qia dengan lembut. Dan sekarang, Kenan hanya mampu memeluk Qia yang menangis keras seraya menepuk-nepuk punggungnya supaya lebih tenang.     

"Kak, Nat," ucap Qia di sela tangisannya. Kenan hanya mampu memeluk Qia seraya memberi ketenangan pada Qia.     

Cukup lama mereka berdua dalam posisi saling memeluk hingga Qia akhirnya perlahan mendorong tubuh Kenan menjauh. Ia mendonggakkan kepalanya untuk menatap Kenan.     

"Kak, Ken," panggilnya dengan suara lirihnya.     

"Hum," jawab Kenan seraya tangannya terulur untuk menghapus air mata yang masih tersisa di mata dan pipi Qia.     

"Maaf, Qia masih menangis," ucapnya dengan raut wajah sedihnya dan matanya mulai berkaca-kaca lagi.     

"Berhnetilah menangis, jika kamu masih saja menangis aku tidak akan memaafkan kamu," ucap Kenan yang tangannya masih mengusap jejak air mata Qia.     

Qia langsung menjauhkan wajahnya dari tangan Kenan kemudian ia mengusap wajahnya dengan tangannya. Ia menyedot ingusnya karena menagis. " Ih, jorok banget, sih!" ucap Kenan dengan wajah jijik.     

"Enggak ada tisu, kemeja kakak boleh apa buat lap ingus?" tanya Qia malas.     

"Dasar!" ucap Kenan seraya memutar malas bola matanya.     

Qia kemudian berdiri dan membersihkan bokongnya. Kenan juga ikut berdiri dan membersihkan lututnya yang kotor karena tadi ia berjongkok dengan satu lututnya menyentuh lantai. "Jam berapa, kak?" tanya Qia menatap Kenan kemudian menatap pergelangan tangan Kenan yang memakai jam tangan.     

"Jam 12.10," jawab Kenan kemudian menatap Qia.     

"Udah jam makan siang, turun yuk," ajak Qia kemudian ia berjalan terlebih dahulu tanpa menunggu Kenan.     

"Tunggu, Qi," ucap Kenan membuat Qia menghentikan langkahnya kemudian meolehkan kepalanya ke arah Kenan.     

"Kenapa, kak?"     

Kenan tidak menjawab ia hanya menghampiri Qia kemudian ia menepuk punggung Qia. "Eh, kenapa?" ucap Qia yang langsung menjauh dari Kenan.     

"Itu punggung kamu putih semua. Udah sini, aku bantu bersihin," ucap Kenan seraya mengulurkan tanganya.     

Qia pun menurut, ia mendekati Kenan kemudian menghadapkan punggungnya ke Kenan. Kenan pun menepuk-nepuk punggung Qia sampai bersih."Hah, udah beres," ucap Kenan setelah selesai membersihkan punggung Qia.     

"Makasih, kak," ucap Qia berterimakasih.     

"Ya, udah yuk, turun," ajak Kenan yang kini berjalan terlebih dahulu.     

Qia hanya memutar malas bola matanya melihat tingkah Kenan. Bilang saja jika ia ingin berada di depan, tidak perlu sampai beralasan punggung Qia kotor. Mereka berdua masuk ke masing-masing lift. Sikap Kenan tidak seperti saat pertama kali Qia kembali masuk ke kantor. Yaitu Kenan yang memaksa Qia untuk masuk ke lift yang sama dengannya.     

Qia kini sudah ada di loby, ia kemudian pergi ke pantry untuk mengambil handphone dan juga dompet. Ia tidak membawa bekal makan siang, jadi ia akan makan di kantin perusahaan. Ia pun berjalan ke kantin perusahaan untuk makan siang.     

Qia pergi kekantin untuk para karyawan bagian produksi. Di perusahaan ada dua kantin, yang satu untuk orang-orang kantor dan satunya lagi untuk karyawan bagian produksi. Ketika Qia akan mengantri pesan makanan, tiba-tiba saja seseorang menabraknya.     

"Aduh," ucap Qia yang hampir saja terjatuh ke depan.     

Qia langsung menolehkan kepalnya untuk menatap orang yang sudah menabraknya. Ia menatap kesal pada orang yang menabraknya sedangkan orang yang ditabrak malah terlihat kaget melihat Qia.     

"Tata?" tanya seorang pria yang tadi menabraknya, ia pun ragu-ragu bertanya seraya menatap Qia.     

"Siapa ya?" tanya Qia mengernyitkan dahinya karena ia merasa tidak mengenal orang yang sudah menabraknya.     

"Kamu beneran Tata?" tanyanya yang kini terlihat senang.     

"Iya, anda siapa ya?" tanya Qia masih dengan raut wajah bingungnya.     

"Ini aku, Janu. Apa kamu lupa?" tanya Janu.     

"Janu?" tanya Qia mengernyitkan dahinya.     

"Iya," jawab Kenan singkat.     

Qia terlihat sedang berpikir. Janu, siapa pria yang mengenalnya ini? Qia pun kemudian menatap Janu dan ia seperti sedang scan barcode di tubuh Janu yang tinggi ini.     

"Kita bertemu di panti," ucap Janu karena sepertinya Qia tidak begitu mengingatnya.     

"Panti?" tanya Qia masih mengernyitkan dahinya.     

"Iya, panti," jawab Janu seraya tersenyum.     

"Apa kakak yang dulu sering mengajakku mengobrol ketika aku menangis?" tanya Qia menatap serius Janu.     

"Iya," jawab Janu seraya tersenyum.     

"Ya, ampun, bener-bener lupa aku sama mas," ucap Qia seraya tersenyum, "Apa kabar Mas Janu?" tanya Qia seraya tersenyum.     

"Baik," jawab Janu seraya tersenyum.     

"Oh, iya. Kamu pesanlah makanan terlebih dulu. Kita lanjut ngobrol, nanti," ucap Janu seraya tersenyum.     

"Iya, mas," jawab Qia singkat.     

Qia pun memesan makanannya sedangkan Janu memesan minuman. Mereka berdua kini duduk satu meja bersama. Beberapa orang yang ada di sana menggoda Janu dan Qia.     

"Udah, kalian. Jangan ganggu!" ucap Janu menatap teman-temannya yang jahil.     

Teman-teman Janu berhenti menjahili Qia dan dirinya. Mereka berdua pun kini mulai memakan makanan yang mereka beli. "Oh, iya. Apa kabar kamu, Ta?" tanya Janu ketika mereka masih sedang memakan makanannya.     

"Baik," jawab Qia singkat.     

"Udah lama ya, kita enggak pernah bertemu?" tanya Janu seraya tersenyum.     

"Hum," jawab Qia yang hanya bergumam saja.     

"Oh, iya. Udah berapa lama kamu bekerja di sini? Aku kok, baru melihat mu hari ini?" tanya Janu penasaran.     

"Baru beberapa hari mas."     

"Kenapa enggak makan di kantin kantor saja?" tanya Janu.     

"Lagi males makan di sana mas," jawab Qia kemudian ia kembali menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya.     

Selesai makan, mereka masih saling berbincang. Qia pun bertanya bagaiman keadaan panti saat ini. Qia memanglah pernah tinggal di panti asuhan yang sama dengan Janu ketika ia terbangun dari tidurnya yang cukup lama paska kecelakaan.     

Ketika di panti asuhan, Qia lebih banyak menyendiri untuk menagis. Di saat seperti itu Janu selalu datang untuk mengobrol dengannya supaya Qia berhenti menangis. Tidak banyak kenangan yang terjadi selama dirinya di panti karena memang Qia yang saat itu masih mengalami shock dan butuh psikiater karena ia menderita PTSD akibat kecelakaan yang ia alami.     

Selesai Qia menempuh pendidikan SMA nya, Qia pun keluar dari panti dan hanya berpamitan pada Ibu panti saja. Alasannya karena ia malas berpamitan dengan yang lainnya. Qia saat itu hanya ingin sendiri tanpa ada orang-orang di sekitarnya. Di panti ia merasa tidak merasakan kebebasan, itulah sebabnya ia memutuskan untuk keluar dari panti. Dan semenjak saat itu, Qia sama sekali belum pernah mengunjungi panti asuhan lagi.     

Entahlah, kenapa dirinya sama sekali tidak pernah berkunjung ke panti. Padahal ibu panti sendiri menyuruh Qia untuk sesekali datang. Mungkin ia tidak mau mengingat hal yang bisa memicu dirinya kembali mengalami traumanya.     

TBC...     

Yey yey yey... Koment, Love dan Power Stonenya yuk guys.. Ya Allah... menipis banget deh.     

BTW, jangan lupa ikutan Challengenya ya... ada di catatan Kaki Bab 48-50. wehehehe...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.