Menikah dengan Mantan

Bab 75



Bab 75

0YE YE YE... UP LAGU GUYS...     
0

Happy Reading...     

Sampai di panti asuhan, Qia turun dari motor kemudian ia menatap panti asuhan yang sudah sedikit berbeda dari sebelumnya. Terlihat lebih besar dan warna catnya juga sudah di ganti dengan warna kuning gading.     

"Ayo Ta, masuk" ajak Janu seraya tersenyum.     

"Iya," jawab Qia kemudian ia pun berjalan di belakang Janu.     

"Assalamualaikum," salam Janu ketika ia masuk.     

"Waalaikumsalam" jawab ibu panti dari dalam rumah.     

Anak-anak panti lainnya sedang mengaji bersama di musholah yang ada di belakang panti asuhan ini. Musholanya masih berada di dalam halaman panti karena memang ada di halaman belakang, hanya terpisah tempat saja. Itu sebabnya hanya ibu panti saja yang menjawab salam dari Janu. "Bu," ucap Janu kemudian mencium punggung tangan ibu panti. Qia pun melakukan hal yang sama pada Ibu panti.     

"Siapa ini, nak?" tanya Ibu panti pada Janu seraya tersenyum menatap Qia.     

"Apa ibu lupa? Ini Tata bu, yang dulu pernah tingga di sini," ucap Janu seraya tersenyum. Ibu panti terlihat sedang berpikir, ia mengingat-ingat siapa wanita di hadapannya ini.     

"Tata yang keluarganya meninggal kecelakaan dan mengalami depresi akibat keluarganya yang meninggal semua," ucap Tata dengan wajah datar. Janu langsung menatap Qia dengan wajah terkejutnya mendengar penuturan wanita di sampingnya ini. Ia tidak menyangka jika Qia akan mengatakan hal seperti ini. Padahal dirinya saja tidak mau membahasnya karena takut hal itu bisa membuat Qia kembali teringat masalalunya dan mengalami depresi.     

Ibu panti yang tadianya sedang berpikir akhirnya teringat siapa Tata yang di maksud oleh Janu. Nada suara dingin dan tatapannya masih teringat oleh Ibu Suri -- si pemiliki panti asuhan ini."Oh, astaga… Tata, apa kabar kamu, nak?" tanya Ibu Suri ketika mengingat Tata seraya tersenyum.     

"Baik, bu" jawab Qia seraya tersenyum, lebih tepatnya memaksakan senyumannya.     

Ia benar-benar malas jika sudah seperti ini, kenapa harus di ingatkan tentang kejadian lampau baru mereka mengingatnya. "Ayo, nak. Masuk ke dalam," ajak Suri si ibu panti. Qia pun hanya mengikuti mereka yang mengajaknya masuk.     

Qia pun masuk dan mereka duduk di ruang tamu. "Oh iya bu, itu ada cemilin dikit buat anak-anak sini. Semoga pada suka," ucap Qia yang berusaha terenyum. Dalam hati rasanya ia sudah ingin marah, tetapi ia menahan dirinya.     

"Oh iya, nak. Terimakasih ya, mereka pasti pada suka," ucap bu Suri seraya tersenyum. "Oh, iya, mau di buatkan minum apa?" tanya Bu Suri seraya tersenyum.     

"Enggak perlu bu," ucap Qia seraya tersenyum.     

"Enggak apa-apa, biar ibu bikinin minum. Ya udah ya, ibu kebelakang dulu," pamit bu Suri dan melangkahkan kakinya ke arah dapur.     

"Oh, iya selama ini kamu kerja dimana Ta?" tanya Janu yang memulai pembicaraan dengan canggung.     

"Kerja di rumah makan sama cafe sebelum sebulan lalu aku kerja di perusahaan itu."     

"humm," jawab Janu sambil mengangguk-anggukan kepalanya.     

"Oh, iya, Ta. Aku belum punya nomormu, boleh enggak aku minta nomor handphonemu?" tanya Janu seraya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.     

"Aku minta nomor mas aja, handphone ku mati. Akunya enggak bawa casaan. Tadi mau pinjem udah mau pulang, jadi mending ngecas di rumah aja," jawab Qia seraya tersenyum.     

"Oh, ya udah, sebentar. Aku mau ambil kertas sama pena," ucap Janu kemudia dia berdiri dari duduknya dan berjalan ke ruangan lain untuk mengambil kertas dan juga pena.     

Qia pun menatap ke seluruhan ruang tamu. Kursinya ini terdiri dari dua kursi memanjang yang pertama ada di sebelah kananya dan satu lagi ada di sisi yang sedang ia duduki dan di depannya ada dua kursi yang masing-masing hanya bisa di duduki dua orang. Kursinya ini terbuat dari kayu tetapi tempat duduknya di lapisi dengan busa sehingga tidak langsung ke kayunya.     

Mejanya juga meja kayu tetapi bagian atasnya adalah kaca. Bentuk kaki mejanya berukir sama seperti kursinya yang bagian kaki hingga tulangan-tulangan kursinya berukir.     

Di dinding terdapat foto-foto para anak panti. Di belakang kursi yang hanya di duduki satu orang terdapat bufet yang isinya beberapa piala juga foto-foto yang sama seperti yang ada di dinding.     

Bu Suri datang membawa minum dan cemilan kemudian ia meletakkan teh hangat di depan Qia juga ada sepiring kue bolu. "Terimakasih, bu," ucap Qia yang lagi-lagi tersenyum palsu.     

Qia menatap ibu panti dengan tatapan malas. Melihat senyuman ibu panti ia merasa muak karena ia mengingat bagaimana wajah itu menatapnya kasihan. Ia benar-benar membenci orang yang menatapnya kasihan.     

"Iya, sama-sama," ucap Bu Suri masih tersenyum. Guratan-guratan kulit yang keriput itu sudah terlihat. Umurnya sudah tidak lagi muda seperti ketika Qia datang ke panti.     

Namun, hal itu sama sekali tidak membuat Qia tidak membenci senyuman Bu Suri. Ia tetap membencinya karena yang ia ingat hanya senyuman kasihan padanya. Ia benar-benar membenci senyuman kasihan itu.     

"Bagaimana nak, kabarmu? Sudah lama sekali kamu tidak ke sini," ucap Bu Suri seraya tersenyum.     

"Baik, bu. Ibu sendiri?" tanya Qia seraya tersenyum palsu.     

Ya, Qia yang sekarang sudah bisa tersenyum palsu di hadapan orang. Ia bisa menutupi perasaannya seperti apa. Sebenci dan semarah apapun dia, ia akan tersenyum. Namun, itu hanya berlaku untuk orang-orang baru. Tidak untuk Kenan, jika dirinya tidak suka, maka ia akan menunjukkan wajah tidak sukanya.     

Luka membuat Qia pada akhirnya menjadi pribadi yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ia bisa menjadi orang yang sangat-sangat keras kepala jika dia ingin. Namun, sifat keras kepalanya akan melunak jika ia menggunakan hati untuknya berpikir. Tidak peduli dengan orang lain kecuali orang itu yang pertama kali mengajaknya bicara atau ia curhat pada Qia. Maka Qia akan membantu memberikan solusi jika ia bisa atau hanya menjadi pendengar yang baik.     

Jika dulu Qia menjadi orang yang ingin tahu sesuatu, ia akan mencari tahunya sendiri. Sekarang, ia sama sekali tidak peduli mau ada sesuatu yang membuatnya penasaran pun tidak pernah ia cari tahu lagi. Kecuali untuk kepentingan dirinya sendiri Qia baru mencari tahu.     

Stalking kehidupan orang lain tidak ada manfaatnya sama sekali, yang ada malah membuat hatinya melemah dan dia akan terpuruk karena merasa hidup orang itu lebih baik darinya. Apalagi dirinya yang hanya sebatang kara, tentu saja akan mudah iri jika ia stalking orang lain yang ternyata masih memiliki keluarga lengkap.     

Hatinya masih begitu rapuh melihat seseorang yang masih memiliki keluarga yang lengkap. Itu sebabnya ia pun berusaha membentengi dirinya dengan wajah dingin dan sikap dinginnya. Supaya tidak ada orang yang tahu, jika ia masih memiliki sisi rapuh yang membuat dirinya akan berada di titik terendahnya.     

TBC.... YUHU... RAMAIKAN KOMENT, LOVE POWER STONENYA YA GUYS...     

SEKALIAN YUKS, IKUTAN CHALLENGE NYA YA... HEHEHE...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.