Menikah dengan Mantan

Bab 31



Bab 31

0Yey.. up lagi... Hayo... seneng gak, up lagi? Yuks lah ramaikan koment guys.     
0

BTW udah sampai part 31 nih, sengaja aku tahan-tahan pernikahan mereka.     

Yuks lah, Ramaikan Koment Guys... dan boleh Gak kalian kasih kesan" selama cerita ini tayang. Cantumin ig kalian ya guys.. mau ku posting di IG kesan" kalian membaca genre cerita LGBT ini.     

Happy Reading....     

"Au," ucap Kenan yang langsung membekap mulutnya. Ia takut jika Raka bisa terbangun mendengar teriakannya. Ia pun menolehkan kepalanya ke belakang tubuhnya untuk menatap pintu kamar.     

Qia menapa malas pada Kenan karena ia sudah memperingati agar tidak mendekat. "Di bilangin jangan deket, malah ngeyel!" kesal Qia kemudian ia melepaskan kain yang menutupi lukanya. Darahnya sudah berhenti, ia pun menatap ke lantai dan melihat dimana saja pecahan belingnya. Qia membungkukkan tubuhnya untuk menyentuh lantainya apakah lantainya aman atau terasa kasar. Ia pun melihat ke jarinya yang ia usapkan perlahan di lantai. Serbuk tipis pecahan beling itu berserakan di lantai.     

"Pak, lebih baik bapak pergi ke dapur saja. Dari pada bapak terluka. Untung saja itu hanya beling kecil jadi tidak terlalu terluka," ucap Qia kemudian ia berdiri di atas sofa dan ia pun turun ke belakang sofa. Sepertinya pecahan itu tidak sampai ke belakang sofa dan ternyata memang benar pecahan kaca tidak ada di belakang sofa.     

Kenan menuruti perkataan Qia, ia pun tidak lupa mengambil kotak P3K yang ada di dekat televisi. Kenan pergi ke dapur untuk mengobati lukanya yang hanya sebesar jarum yang seharusnya tidak perlu di obati.     

Qia memperhatikan dimana saja letak pecahan beling itu. Ia tidak bisa melihat dengan jelas akhirnya ia berjalan ke arah dapur untuk mengambil sapu dan juga pengki. Ia berjalan dengan satu kakinya yang di miringkan karena jika berjalan dengan telapak kaki yang menyentuh lantai semua rasanya masih begitu sakit. Kakinya yang terluka ada di sebelah kanan, tepat di bawah ibu jari kakinya. Jadi, ia berjalan dengan telapak kaki di miringkan kekanan.     

Kenan yang melihat jalan Qia yang sedang berjalan ke dapur menghampiri Qia dan tanpa aba-aba ia langsung menggendong Qia ala bridal style. "Kak, Ken!" reflek Qia menyebut panggilannya pada Kenan membuat Qia langsung membungkam mulutnya dengan satu tangannya.     

"Diam lah, apa kamu ingin Raka bangun?" tanya Kenan sambil menatap Qia yang juga menatapnya.     

Qia tidak menjawab, ia malah memalingkan wajahnya karena malu di tatap seperti itu oleh Kenan dengan posisi seperti ini. Wajahnya bersemu merah dan jantungnya berdetak tidak karuan. Dalam hati ia mengumpat kesal, kenapa jantungnya berdetak di saat tidak tepat. Ia berharap Kenan tidak mendengar detak jantungnya yang seperti drum yang sedang di pukul.     

Kenan menurunkan Qia di kursi meja makan kemudian ia berjongkok sambil menurunkan kotak p3k yang tadi ia letakkan di meja makan. "Pak, mau ngapain?" tanya Qia panic melihat Kena berjongkok di hadapannya.     

"Diam!" ketus Kenan sambil menarik kaki Qia.     

"Pak, engg—"     

"Menurut, Ta! Apa kamu lupa siapa kekasihmu ini?" tanya Kenan sambil mendogak menatap Qia yang wajahnya samakin bersemu merah. Qia pun segera memalingkan wajahnya agar Kenan tidak melihat wajah memerahnya. Mendengar ucapan Kenan wajahnya malah semakin memanas, detak jantunga berdetak tidak karuan dan jangan lupakan perutnya seperti ada banyak kupu-kupu yang beterbangan.     

Kenan pun melihat dimana luka Qia, ia bisa melihat kulit kaki Qia yang terbuka cukup lebar dan daging dalamnya terlihat. Walau darahnya sudah berhenti, tapi tetap saja harus di obati. Kenan mengambil kapas yang sudah di beri alkohol di dalam sebuah kotak. Qia meringis ketika kapas itu menyentuh lukanya, Kenan pun mendongakkan kepalanya melihat Qia yang menatap ke arah lain dengan wajah menahan sakit. Setelah membersihkan luka Qia dengan alkohol, Kenan bukan mengambil hansaplast atau semacamnya ia malah mengambil kain kasa dan membebat luka Qia.     

Kenan sengaja melakukan hal itu supaya Qia tidak banyak bergerak. Ia tahu sifat Qia yang tidak bisa diam, buktinya ia tidak mengeluh sama sekali dengan luka yang merobek kakiknya cukup lebar. Ia malah berjalan dengan santainya seperti tidak terjadi apa-apa. Qia memang wanita yang mudah menangis tetapi ia tahu seberapa aktifnya Qia walau dirinya sedang sakit.     

Qia kini menatap Kenan yang sedang menutup kakinya dengan kain kasa. "Pak, itu luka kecil Kenaap di balut seperti itu?" tanya Qia dengan tatapan tidak percaya. Setahunya Kenan bukalan lelaki yang bodoh menangani luka kecil seperti itu. Namun, kenapa sekarang dengan bodohnya Kenan malah membungkus kaki Qia dengan kain kasa seperti orang yang terluka parah.     

"Sudah, diamlah!" tegas Kenan tanpa menatap Qia.     

Qia memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja berdenyut. Ia stress dengan perlakuan gila Kenan di kakinya. Kenan sudah selesai membungkus kaki Qia dan Qia kini menatap kakinya yang seperti lemper atau mungkin kaki cantengan. Entah berapa kali Kenan menggulungkan kain kasa di kakinya membuat kakinya terasa begitu tebal.     

"Kenapa kaki saya malah di balut seperti lemper, sih, pak?" tanya Qia dengan nada frustasi menatap Kenan yang terlihat biasa saja.     

"Luka mu cukup lebar. Dari pada infeksi dan mungkin kuman masuk, lebih baik saya membungkusnya," jawab Kenan begitu santai.     

Qia mendengkus kesal, tanpa mau banyak berbicara lagi dengan Kenan, ia pun langsung berdiri dengan kakinya menghentak kuat."Aduh!" pekiknya yang langsung kembali terduduk di kursi.     

Ia pikir setelah di balut super tebal kakinya tidak akan merasakan sakit, tetapi perkiraannya salah. Luka di kakinya masih terasa begitu sakit. Ia pun bisa merasakan kedutan di kakinya dan sungguh masih terasa sakit.     

"Tuh, kan. Sakit," ucap Kenan seperti sedang meledek karena raut wajahnya yang tidak begitu khawatir.     

Qia menatap kesal wajah Kenan yang biasa saja. "Pak Kenan pasti sengaja kan, membalut kaki saya supaya saya hari ini tidak bisa bekerja di perusahaan bapak?" tuding Qia yang memicingkan matanya menatap Kenan.     

"Ngapain juga saya sengaja. Lagi pula luka di kakimu memang cukup lebar. Kamu sendiri masih merasakan sakit, kan?" tanya Kenan menatap Qia.     

"Au, deh. Gelap!" kesal Qia dan ia kembali berdiri, tetapi tidak menghentakkan kakinya.     

"Ini terang Qia? Apa mata kamu cidera sampai ruangan seterang ini kamu bilang gelap?" tanya Kenan yang menyeriuskan ucapan Qia. Padahal Qia berkata gelap bukan makna gelap sesungguhnya. Itu hanya bahasanya saja gelap bermaksud perkataan Kenan itu tidak mau dia ambil pusing.     

Satu tangan Kenan kini memegangi pergelangan tangan Qia yang akan melangkah pergi. "Ada apa, pak?" tanya Qia dengan malas sambil menatap Kenan.     

Jantungnya sudah berdetak normal tidak seperti tadi yang seperti drum yang di tabuh. Rasa kesalnya pada Kenan membuat jantungnya berdetak normal. "Mau kemana? Kakimu sedang sakit."     

Qia menghela napasanya sambil memalingkan wajahnya dan tangannya yang terbebasa dari pegangan tangan Kenan melepaskan tangannya yang di pegang Kenan. "Apa bapak tidak melihat ruang televisi habis terserang badai pertengkaran?" tanya Qia dengan malas kemudian ia menolehkan kepalanya menatap Kenan.     

Kenan terdiam mendengar pertanyaan Qia barusan. Apa Qia tahu tentang pertengkarannya dengan Raka. Apa Qia melihat dirinya yang sedang bermain dengan Raka? Pertanya-pertanyaan itu tiba-tiba saja melintas di kepalanya. Qia memutar malas bola matanya menatap Kenan yang malah menjadi patung. Ia pun melangkahkan kakinya meninggalkan Kenan yang masih mematung di tempatnya.     

Qia mengambil sapu kemudian pengki. Ia berjalan seperti orang normal walau satu kakinya ia miringkan. "Ah, bodoh! Ngapa enggak gua lepas aja buntelan lemper ini!" monolognya yang kini sedang berjongkok untuk mengambil pecahan beling yang terlihat jelas di matanya.     

Qia melepaskan perban yang membelit kakinya. Disana ada seikit bercak darah yang menempel di kain kasa. Mungkin saja tadi kakinya yang ia hentakan dan berdenyut nyeri mengeluarkan darah walau tidak banyak. Qia pun melemparkan kain kasa ke dalam pengki dan melanjutkan aktifitasnya yang mengambili pecahan beling.     

"Apa-apaan kamu!" teriak Kenan membuat Qia terkejut dan kini jarinya kembali terluka membuat Qia kini mendongakkan kepalanya dan menatap Kenan kesal.     

TBC….     

JANGAN LUPA YA, KESAN" KALIAN UNTUK KISAH INI YANG UDAH TAYANG 30 PART LEBIH. DAN JANGAN LUPA CANTUMKAN ALAMAT IG KALIAN BIAR BISA KU TAG.     

OH IYA, JANGAN LUPA POWER STONE ATAU YANG BERKENAN MUNGKIN KASIH HADIAH BUAT AKU. WKWKWK... NGAREP BET YE. OH, IYA JANGAN LUPA DI SAHRE JUGA KETEMEN YA, SIAPA TAHU MEREKA SUKA GENRE BEGINIAN. BIAR AKU TAMBHAN SEMANGAT NGETIKNYA. HEHEHE...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.