Menikah dengan Mantan

Bab 34



Bab 34

0Yey... hula, hula... Up Guys...     
0

Happy Reading....     

Mereka sudah bersiap dan saat ini mereka sedang menunggu lift untuk menuju basemant appartement. "Qi, kamu aku antar saja, ya?" tanya Raka seraya menatap Qia.     

Sedari keluar dari appartement Raka sudah menawarkan diri untuk mengantarkan Qia ke kantor. Namun, Qia menolak dengan alasan mereka tidak satu kantor. "Bang, kantor kita berbeda. Lebih baik abang pergi ke kantor saja. Tidak baik, jika seorang atasan datang terlambat. "     

"Kakimu sedang, sakit. Dari pada nanti di bus berdiri, lebih baik aku mengantarmu ke kantor," ucap Raka yang masih berusaha meyakinkan Qia.     

"Sudahlah, Ka. Jika dia tidak mau, kamu tidak perlu memaksanya," ucap Kenan dengan wajah datar dan suara dinginnya dengan satu tangan membawa tas kerja dan satu tangnnya lagi ia masukkan ke dalam kantong celana bahannya.     

Lift terbuka, Kenan masuk terlebih dahulu baru di susul Qia dan Raka. Raka pun akhirnya mengalah dan membiarkan Qia yang pergi menggunakan bus untuk ke kantor. Qia ke luar setelah lift terbuka di lobi sedangkan Raka dan Kenan langsung turun ke basemant.     

"Apa kamu sengaja membuatku marah?" tanya Kenan begitu mereka keluar dari dalam lift.     

Raka yang tadinya melangkah ke luar terlebih dahulu kini menoleh ke samping karena Kenan berdiri di sampingnya. "Kau sendiri yang memulainya," ucap Raka masih menatap Kenan.     

"Aku?" tanya Kenan sambil menunjuk dadanya sendiri seraya menatap ke arah Raka.     

"Iya, kamu. Jika saja kamu tidak membuatku cemburu dan berniat mengakhiri semu ini. Aku tidak akan melakukan hal itu di depanmu," jawab Raka kesal.     

"Ini juga untuk kebaikanmu!" tegas Kenan.     

"Kebaikanku atau kamu memang sudah tidak menyukaiku lagi?" tanya Raka dengan sorot mata tajamnya.     

"Terserah kamu mau berpikir apa tentangku. Karena satu hal yang pasti, semua ini aku lakukan untukmu. Jika kamu tidak mempercayaiku, terserah saja!" tegas Kenan kemudian ia pun melangkahkan kakinya untuk menuju mobilnya. Ia pun segera masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya.     

Raka masih terdiam di tempatnya dan hanya memandangi Kenan yang sudah menjalankan mobilnya dan dengan cepat ia menekan pedal gasnya untuk segera pergi dari sana. "Arrgh! Kenan sialan!" makinya lalu membanting tas yang ia bawa.     

Sorot mata Kenan tidaklah bohong. Ucapannya begitu tegas dan penuh keyakinan, membuat Raka tidak mampu berbuat banyak. Apa yang harus ia lakukan untuk membuat Kenan tetap bertahan di sisinya. Ia tidak mungkin mengubah kelaminnya dan mengubah penampilan menjadi seorang wanita, kan. Hanya untuk bisa mendapatkan restu kakek Kenan. Walau dirinya seorang gay, tetapi ia tidak menyukai berpenampilan sebagai seorang wanita. Raka pun segera masuk ke mobilnya dan menutup pintu mobilnya begitu keras. Ia kemudian menghidupkan mobilnya dan segera menekan gas kuat.     

Di tempat lain, Kenan kini sudah putar balik untuk menghampiri Qia yang ada di halte bus. Sebelumnya ia menatap kaca spion untuk melihat apakah Raka ada di belakangnya atau tidak. Ternyata Raka sama sekali tidak ada di belakangnya membuat dirinya dengan leluasa untuk mengajak Qia berangkat bersama.     

Kenan marah bukan hanya karena sikap Raka pada Qia melainkan juga karena Qia yang tidak berhentinya tersenyum. Satu lagi, rambut Qia di sanggul begitu tingggi memperlihatkan leher jenjang dan mulusnya. Ia melihat Qia yang berdiri di halte bus. Dari kejauhan ia bisa melihat beberapa pria menatap Qia penuh kagum.     

Hari ini Qia memakai kaos lengan pendek berwana putih dan celana jens berwarna hitam yang sangat press di tubuhnya. Lekukan tubuhnya begitu terlihat, apa lagi bagian dada Qia yang kancingnya tidak terkancing sampai atas memperlihatkan bagian depan tubuh Qia yang sedikit berisi. Kenan mengepalkan tangannya erat di stir mobil. Dengan kasar ia segera menepikan mobilnya dan mengerem mendadak hingga suara decitan mobilnya begitu nyaring membuat semua orang yang berada di halte itu mengalihkan padangannya ke arah mobil yang menepi.     

Jantung Qia tiba-tiba berdegup dengan cepat mendengar suara decitan mobil itu. Jiwanya seperti tertarik ke kejadian beberapa tahun lalu yang menewaskan seluruh anggota keluarganya. Wajah Qia berubah menjadi pucat dan ia pun memegangi jantungnya yang terasa nyeri. Tubuhnya limbung, tetapi untung saja Kenan sudah keluar dari dalam mobil dan segera menghampiri Qia hingga tubuh Qia tidak jatuh ke trotoar.     

"Sayang, hey," ucapa Kenan sambil menepuk pelan pipi Qia karena Qia hanya diam.     

Orang-orang di sana pun hanya memperhatikan Kenan. Dengan cepat Kenan pun memapah Qia dan mendudukkannya ke kursi sebelah kemudi. Kenan segera berlari memutari depan mobil untuk masuk ke kursi pengemudi. Ia kemudian memiringkan tubuhnya untuk menggenggam tangan Qia. Satu tangannya menepuk pelan pipi Qia agar Qia tersadar.     

Qia langsung menghirup napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan cepat secara kasar ketika jiwanya kembali. "Ta," ucap Kenan menatap khawatir pada Qia.     

"Pak, Kenan?" tanya Qia terkejut menatap Kenan di hadapannya.     

Kenan menghembuskan napasnya lega karena Qia ternyata tidak apa-apa. "Kenapa saya ada di mobil bapak?" tanya Qia masih dengan wajah terkejutnya.     

Bukannya menanggapi pertanyaan Qia, tetapi Kenan malah memasangkan sabuk pengaman pada Qia. "Pak," panggil Qia takut-takut.     

"Berangkatlah bersamaku, jika kamu berangkat sendiri kamu tidak akan di terima bekerja lagi!" tegas Kenan dengan raut wajah datar dan dinginnya.     

Wajah khawatrinya hilang seketika setelah Qia sudah tersadar dari rasa terkejutnya. Qia pun tidak berkata apa-apa lagi selain menuruti perkataan Kenan karena ia membutuhkan pekerjaan. Kenan menghidupkan mesin mobilnya dan Qia pun sudah memegangi seat beltnya dengan erat.     

Kenan meraih satu tangan Qia membuat Qia menoleh kearahnya. "Kemarilah, bersandar padaku untuk mengurangi ketakutanmu," ucap Kenan begitu santai tanpa menoleh ke arah Qia.     

Qia hanya terdiam menatap Kenan. Kenan menolehkan kepalanya untuk menatap Qia yang hanya diam saja. Tangan Kenan yang tadi memegang tangan Qia kini beralih memegang pundak Qia. Kenan pun perlahan menarik pundak Qia agar Qia mendekat. Ia merangkul satu pundak Qia dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk mengemudi. Mobilnya matic sehingga hanya dengan satu tangan Kenan bisa menjalankan mobilnya dengan mudah.     

Qia mendongakkan kepalanya menatap Kenan yang hanya terlihat dagunya saja. Tangan Kenan bergerak naik turun di lengan Qia membuat Qia nyaman. Tanpa sadar Qia kini menyandarkan kepalanya lebih nyama ke dada Kenan dengan tangannya yang melingkar di di pinggang Kenan. Kenan malah tersenyum mendapat perlakuan seperti ini dari Qia. Ia pun melepaskan pelukannya dan kedua tangannya kini memegang stir mobil. Kepala Qia pun sudah berpindah posisinya dengan bersandar di lengan bagian atas tangan Kenan.     

Membuat Qia nyaman di dalam mobil itu sungguh penting agar trauma yang di idap Qia tidak akan kambuh. Sewaktu pulang dari rumah sakit pun Kenan selalu memeluk tubuh Qia meyakinkan Qia bahwa semuanya akan baik-baik saja. Qia yang awalnya sama sekali tidak mau menaiki mobil akhirnya ia pun berani naik ke mobil. Itu sebabnya tadi Kenan bersikap seperti itu. Secepatnya Kenan akan menikahi Qia, selain karena desakkan sang kakek. Ia pun ingin menjaga Qia seperti janji yang pernah ia lontarkan pada Nathan.     

TBC....     

Yey... Banyakin Koment, Love dan Power Stonenya ya guys...     

BTW kalau kalian suka sama ceritanya, Share ke temen" kalian dong, biar Love sama Power Stonenya makin banyak. Jadi, makin semangat deh aku buat cerinya. Wehehehehe...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.