Menikah dengan Mantan

Bab 54



Bab 54

0yuhuu.. up... aduh.. lagi main keluar gak sempet ngetik ya allah.. pen nangis. :sneezing_face::sneezing_face:     
0

Happy Reading Guys...     

"Ssst… tenang Qi, ada aku disini," ucap Raka begitu lembut seraya mengusap-usap punggung Qia. Entah kenapa Kenan menngepalkan tangannya melihat perlakuan Raka pada Qia.     

Ia marah tapi entah marah pada Raka yang memeluk Qia karen Raka kekasihnya atau ia marah karena Qia di peluk oleh Raka. Kenan berdiri dari jongkoknya kemudian ia menatap ke satpam.     

"Kamu kembalilah berjaga!" perintahnya tegas dengan tatapan begitu dingin.     

"Baik, pak," jawab satpam sedikit membungkukkan tubuhnya. "Kalau begitu, saya permisi, pak," pamitnya.     

"Ya," jawab Kenan singkat.     

Satpam pun pergi dan kini hanya ada mereka bertiga dengan Raka yang masih memeluk tubuh ketakutan Qia. Suara cekikikan mbak kunti kembali terdengar, Kenan pun mencari sumber suara itu. Kenan akhirnya menemukan di mana asalnya suara cekikan mbak kunti itu. Dengan kesal Kenan membanting kuat handphone itu hingga hancur berantakan. Suara bantingannya cukup kuat hingga membuat Qia semakin memeluk erat tubuh Raka.     

"Ssst… tenang, enggak apa-apa kok, tadi cuma suara hape jatuh," ucap Raka dengan suara lembutnya sambil menepuk-nepuk punggung Qia agar Qia bisa lebih tenang.     

Kenan mengepalkan kuat tangannya melihat betapa intim Qia dan Raka menurutnya. Ia kemudian berjalan menghampiri Raka. "Aku duluan pulang," ucap Kenan datar dan tanpa menunggu jawaban Raka Kenan melangkahkan kakinya.     

Raka menghembuskan napasnya melihat Kenan yang sepertinya marah. Sungguh, melihat wajah pucat dan ketakutan Qia mengingatkannya ketika ia menemukan ibunya yang wajahnya pucat dan tubuhnya bergetar ketakutan setelah ayahnya memukulinya. Raka tidak bisa melihat Qia yang seperti ini.     

Cukup lama mereka berdua dalam posisi berpelukan seperti ini, akhirnya Qia pun mendorong perlahan tubuh Raka. Qia mendongak menatap Raka yang menundukkan kepalanya untuk melihatnya.     

Tangan Raka terulur begitu saja menyentuh wajah pucat Qia. "Kita pulang, ya," ucap Raka dengan suara lembutnya dan wajahnya yang meneduhkan hati.     

Qia hanya menganggukkan kepalanya sebagi jawaban. Qia pun berdiri di bantu oleh Raka, tetapi kaki Qia masih terasa lemas hingga ia tidak sanggup berdiri sendiri. Ia tadi begitu ketakutan karena suara yang ia dengar begitu memekakkan telinganya. Qia yang awalanya masih sedikit takut-takut, pada akhirnya ia malah menjadi begitu ketakutan karena suara itu tidak berhenti terdengar.     

Ia membuka pintu, tetapi pintu terkunci. Ia mencoba menarik dan melakukan segala cara hingga ia pun akhirnya lemas karena sudah sangat ketakutan.     

Raka akhirnya menggendong tubuh Qia ala bridal style karena Qia yang sepertinya tidak sanggup berjalan.     

"Pak, turunin saya, saya masih—"     

"Jelas-jelas kamu lemas. Udah Qia, kamu jangan keras kepala!" peringat Raka memotong ucapan Qia.     

Qia tidak menjawab lagi karena pada nyatanya tubuh Qia memang terasa sangat lamas. Kakinya sudah tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Tangan Qia pun di kalungkan di leher Raka. Kini mereka sudah berada di lobi perusahaan, Raka mengernyitkan dahinya melihat mobil Kenan yang berada di depan pintu masuk. Kaca jendala Kenan terbuka, memperlihatkan Kenan yang duduk di kursi supir.     

"Buruan masuk, angin malam enggak bagus!" ucap Kenan yang meninggikan suaranya seraya melongokkan kepalanya pada Raka.     

Raka tersenyum kemudian ia pun segera turun dan mendudukkan Qia di depan, di kursi sebelah Kenan. "Kok, dia duduk di depan?" tanya Kenan mengernyitkan dahinya.     

"Biar dia bisa lebih istirahat," jawab Raka sambil memasangkan seat belt Qia. Raka kemudian menurunkan jok mobilnya agar Qia bisa lebih nyaman.     

Raka kemudian masuk ke mobil dan duduk di belakang Kenan. Ia menyelimuti tubuh Qia dengan jas milik Kenan.     

"Itu jas aku!" ucap Kenan tidak terima jasnya di pakai Qia.     

"udah, sih. Cuma jas enggak usah di ributkan," ucap Raka sedikit meninggikan suaranya.     

Kenan tidak menjawab lagi, ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan area kantor. Qia sebenarnya masih sadar hanya saja ia malas membuka matanya dan berbicara. Tubuhnya masih terasa sangat lemas. Pemikirannya masih kacau karena mendengar suara seperti itu.     

Ia sama sekali tidak berpikir jika itu hanya suara dari handphone. Bayangkan saja jika kalian di posisi Qia, baru juga membuka mata dan ketika melihat jam sudah malam. Ia berada di ruangan sendirian tiba-tiba ada suara seperti itu. Tentu saja nyawa yang belum berkumpul sepenuhnya dari bangun tidur pemikirannya jadi kacau menganggap jika itu suara mbak kunti beneran.     

Sampai di appartement, Qia ternyata benar-benar tertidur. Lagi –lagi Raka dengan suka rela menggendong Qia ala bridal style untuk menuju kamar dari basement appartemnt. Kenan sudah berjalan terlebih dahulu dengan wajah dinginnya, tetapi ia tetap saja menunggu Raka dan Qia. Ia tidak sampai ada apa-apa dengan mereka berdua. Entahlah, Raka yang suka bermain ranjang dengan wanita membuatnya tidak percaya pada Raka.     

Ya, walaupun ia tahu, Raka tidak akan membawa wanita ke ranjangnya jika wanita itu tidak mau. Hanya saja, ia masih tidak yakin dengan hal itu. Walau wajahnya datar dan dingin, tetapi caranya bersikap sudah membuat Raka sedikit tenang. Setidaknya Kenan tidak begitu marah padanya.     

Ya, Kenan yang berkata akan pulang duluan nyatanya menunggunya di depan lobi perusahaan. Kenan yang berjalan duluan, ia tetap menunggunya di depan lift, kemudian walau terlihat cuek ia sengaja membuka pintu appartement lebar-lebar.     

"Tidurkan saja di sofa!" ucap Kenan ketika Raka akan melangkahkan kakinya ke kamar.     

"Sehari ini saja, dia juga tadi habis shock!" ucap Raka tetapi tidak di jawab oleh Kenan. Kenan memilih pergi ke dapur untuk mengambil minum.     

Ia tidak sekedar mengambil minum, tetapi ia menyiapkan minum untuk Raka yang sudah ia beri obat tidur. Malam ini ia akan tidur di samping Qia karena jujur saja ia cukup khawatir dengan keadaan Qia. Ia takut kondisi Qia saat ini bisa memicu gejala PTSD-nya kambuh.     

Kenan duduk di sofa sambil menyandarkan tubunya di sandaran sofa. Raka menghampiri Kenan dan duduk di sebalahnya. "Itu minum untukmu," ucap Kenan yang memejamkan matanya tanpa menoleh ke raha Raka.     

"Kamu tidak membersihkan tubuhmu?"     

"Aku sedang malas," ucap Kenan tanpa membuka matanya.     

"Sejak kapan kamu malas membersihkan tubuhmu?" tanya Raka melirik ke arah Kenan kemudian ia meminum air yang sudah di siapkan Kenan tanpa curiga.     

"Aah… aku lelah," ucap Kenan ketika ia mendengar gelas yang tadi di pegang Raka untuk diminum isinya sudah di letakkan kembali di atas meja.     

Ia memeluk tubuh Raka kemudian membuka matanya seraya tersenyum. "Kita tidur saja, hum. Aku sudah sangat mengantuk," ucap Kenan kemudian menarik tubuh Raka untuk berbaring.     

Kepala Raka di rebahkan di lengan Kenan dan satu tangannya memeluk tubuh Kenan. Begitu pula dengan Kenan yang memeluk tubuh Raka. Kenan menepuk-nepuk punggung Raka seperti menidurkan anak kecil.     

Hembusan napas Raka yang teratur terdengar di telinganya membuat Kenan tersenyum. "Ka," panggil Kenan mengetes ke adaan Raka apa sudah tidur atau belum. Ia tersenyum ketika Raka ternyata sudah tertidur.     

TBC...     

Yuhuu.. jangan lupa Koment, Love dam power Stonenya ya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.