Menikah dengan Mantan

Bab 57



Bab 57

0Yuhuu... up guys.. Happy Reading...     
0

Oh, Iya. Jangan lupa ikutan Challenge dan menangkan hadiahnya. Tenang, hadiah bisa berubah kapan saja loh. Siapa tahu nanti hadiahnya bertambah. Wehehehe...     

Flora menatap Kenan takut-takut sedangkan Kenan kini sedang mengambil dokument yang harus ia tandatangani atau dia cek tanpa menatap Flora.     

"Kenapa masih, berdiri di sana. Kembalilah ke ruanganmu!" ucap Kenan dengan suara begitu dingin.     

"Handphone saya tidak rusak sama sekali, pak," ucap Flora tergagap seraya menatap Kenan.     

"Kalau bukan handphone kamu, lalu hendphone siapa? Handphone itu ada di ruanganmu," ucap Kenan masih dengan suara dinginnya tanpa menatap Flora.     

"Saya tidak tahu, pak," jawabnya cepat.     

"Apa kemarin ada orang lain selain kamu yang ada di ruanganmu?" tanya Kenan yang kini menatap Flora dengan wajah datarnya.     

"Hanya OG dan manajer marketing saja, pak," jawab Flora yang jantungnya berdetak cepat tidak karuan karena takut ketahuan oleh Kenan tentang apa yang ia perbuat semalam.     

"Oh, apa mungkin itu handphone milik manajer marketing? Tetapi, jika memang miliknya kenapa itu ada di atas tumpukan dokument yang ada di bawah meja kerjamu?" tanya Kenan yang kini menopangkan dagu di kedua tangannya yang saling bertaut dan siku tangannya bertumpu di atas meja.     

"Saya yang kemarin meletakkannya di sana supaya tidak lupa membawanya, pak," jawab Flora dengan tergagap.     

"Oh, begitu," jawab Kenan mengangguk-anggukan kepalanya.     

"Kalau begitu, kamu berikan uang itu pada manajer marketing sebagai ganti karena saya sudah merusak handphonenya," ucap Kenan dengan santainya kemudain ia kembali melihat ke dokumentnya dan melanjutkan apa yang sedang ia kerjakan.     

"Ah, iya, pak," jawab Flora tergagap. "Kalau begitu, saya permisi," pamitnya kemudian ia membalikkan tubuhnya untuk segera pergi dari ruangan Kenan. Aura dingin Kenan entah kenapa begitu sangat menakutkan.     

"Jangan melakukan tindakan seperti anak kecil! Menakut-nakuti orang dengan suar-suara seperti itu!" ucap Kenan begitu santai tetapi penuh dengan peringatan.     

Flora menelan salivanya susah payah dan sempat menghentikan langkahnya. "Jika kejadian ini terulang kembali, maka saya tidak segan-segan untuk mengusirmu dari perusahaan secara tidak terhormat!" tegas Kenan tanpa menatap ke arah Flora.     

"Maksud bapak apa?" tanya Flora membalikkan tubuhnya menatap Kenan yang fokus dengan pekerjaannya.     

"Kembalilah ke ruanganmu!" usir Kenan dengan tegas tanpa menatap Flora dan menjawab pertanyaannya.     

Flora ingin bicara, tetapi ucapan tegas Kenan membuatnya tidak jadi mengungkapkan apa yang ingin ia katakan. Ia membalikkan tubuhnya dan ke luar dari ruangan Kenan. Kenan menghembuskan napasnya ketika Flora sudah ke luar. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, kemudian ia memijit pangkal hidungnya.     

Hembusan napas berat itu terdengar dari bibir Kenan. "Kenapa aku harus memperingatinya?" tanya Kenan entah pada siapa.     

Seharusnya ia tidak memperingati Flora begitu saja. Ini bisa jadi kesempatan untuknya supaya Qia tidak bekerja di sini bukan? Tadi pagi ketika ia membuka matanya, entah kenapa ia berpikir jika Qia lebih baik tidak bekerja lagi. Jika ia bekerja, apa kata orang nanti ketika ia menikah dengan karyawtinya sendiri dan parahnya lagikaryawatinya itu bekerja sebagai OG.     

Hal itu apa tidak akan membuat dirinya di pandang rendah? Seorang Kenan pewaris perusahaan IKI Furniture yang sudah terkenal di beberapa negara Eropa dan juga Amerika serikat karena memang produk-produk IKI Furniture banyak di jual di daratan Eropa dan Amerika.     

Profil Kenan pun sudah masuk di pengusaha muda sukses Asia versi Forbes di urutan ke 15. Tentu saja itu membuat namanya melambung dan perusahaan Kenan semakin di kenal. Hanya saja memang perdagangan besar perusahaan IKI Furniture ada di negara Eropa dan Amerika.     

Sebelumnya perusahaan IKI Furniture memang sudah di kenal oleh banyak orang, tetapi IKI Furniture semakin di kenal semenjak Kenan menjalankan bisnisnya. Ia semakin memperluas pasarnya di negara Eropa dan juga Amerika. Dan baru-baru ini ia mencoba merambah ke negara Australia.     

Untuk perusahan desain Interior sendiri hanya ada di Indonesia. Tetapi cabangnya sudah ada di beberapa kota di Indonesia, seperti Surabaya, Bandung, Bali, dan Palembang. Banyak kemajuan semenjak Kenan yang memimpin, itu sebabnya jika orang yang mencari lebih jauh profil perusahaan yang di pimpin Kenan mereka pasti sangat senang bisa bekerja di perusahaan IKI Furniture.     

Kenan lagi-lagi menghembuskan napasnya dengan berat, kemudian ia menelpon ruang pantry untuk membuatkan dirinya teh hangat. Ia tidak meminta Qia yang membuatkannya atau yang mengantarkannya. Karena saat ini, ia tidak sedang ingin bertemu dengan Qia.     

Entahlah, ia merasa ketika bersama Qia, ia akan berubah menjadi orang yang aneh. Bersikap yang tidak seharusnya, itulah yang ia rasakan. Bahkan baru saja, ia memperingati Flora untuk tidak melakukan hal-hal seperti itu lagi. Ini kali pertamanya Kenan mengancam orang agar tidak melakukan hal-hal yang bisa menyebakan orang lain terluka.     

Suara pintu di ketuk pun terdengar, Kenan menyuruh orang di luar untuk masuk. "Memangnya enggak ada orang lain, selain kamu?" tanya Kenan ketika ia melihat Qia yang masuk sambil membawa teh pesanannya.     

"Ada pak, tapi mereka enggak ada yang mau. Karena tadi wajah bapak begitu dingin dan biasanya mood bapak sedang tidak bagus jika wajahnya seperti itu," jawab Qia begitu jujur seraya berajalan masuk.     

Kenan tidak berkata lagi, ia kembali memejamkan matanya kemudian memijit panggakal hidungnya. Qia meletakkan teh Kenan di atas meja. "Apa mau saya pijat kepalanya, pak?" tanya Qia yang melihat Kenan terus memijat pangkal hidungnya.     

"Kembalilah bekerja!" perintah Kenan tanpa menatap Qia.     

"Baik, pak. Kalau begitu, saya permisi," ucap Qia kemudian ia pun membalikkan tubuhnya untuk berjalan ke luar dari ruangan Kenan.     

Qia menggerutu kesal karena sikap Kenan. Flora yang baru saja kembali dari toilet menghentikan langkah Qia yang sedang berjalan sambil menggerutu itu. "Eh, bu. Ada apa ya?" tanya Qia sedikit terkejut.     

"Ikut saya!" tegas Flora kemudian ia berjalan ke arah lift.     

Qia masuk ke dalam lift dan berdiri di belakang Flora. Baik Flora maupun Qia mereka berdua sama sekali tidak berbicara. Flora membawa Qia ke rooftop perusahaan. Di tengah terik matahari yang cukup panas itu, Flora berdiri di dekat dinding pembatas kemudian ia menatap lurus ke depan.     

"Apa yang sudah kamu katakana pada pak Kenan?" tanya Flora tanpa menatap lawan bicaranya.     

"Maksud ibu, apa ya?" tanya Qia mengernyitkan dahinya karena ia tidak mengerti maksud dari perkataan Flora.     

"Enggak usah sok lugu deh, lo! Lo ngadu apa aja sama pak Kenan tentang kemarin malam?" tanya Flora dengan raut wajah marahnya seraya menoleh ke arah Qia.     

"Saya tidak mengatakan apapun bu, kemarin malam yang saya ingat saya hanya ketiduran di ruangan Ibu setelah merapihkan dokument yang ibu perintahkan."     

"Jangan bohong kamu! Kamu pasti sudah mengadu yang macam-macam pada Pak Kenan , kan?" tanya Flora sambil menunjuk ke arah Qia dengan wajah marahnya.     

"Sungguh bu, saya tidak mengatakan apa-apa pada pak Kenan!" jawab Qia jujur. Karena untuk apa memberitahukan pada Kena jika tadi malam saja ada Kenan di sana.     

"Ck, tampang aja sok lugu tapi kelakuan minus!" ucap Flora dengan suara meningginya dan wajah marahnya sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Qia.     

Qia menundukkan kepalanya dan satu tangannya yang tidak membawa nampan mengepalkan tangannya erta-erat. Rasanya ia ingin sekali menjambak dan memukul wanita di hadapannya ini. Namun, ia masih memikirkan jabatan yang di miliki Flora dan tidak semua urusan harus di selesaikan dengan otot.     

Setelah mengatakan hal itu, Flora pun membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya untuk pergi. Baru selangkah ia berjalan tetapi ia kini menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke arah Qia. "Saya peringatkan ke kamu, jangan pernah kamu cari perhatian pada Pak Kenan atau pun Pak Raka!" tegas Flora.     

"Sadar dirilah, kamu itu tidak pantas bersama Pak Kenan atau pun Pak Raka. Babu seperti kamu hanya cocok dengan babu juga! Jadi, jangan berharap terlalu tinggi!" peringat Flora kemudian ia kembali melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana.     

Flora pun sudah turun dari rooftop perusahaan. Pintu yang menghubungkan Rooftop dengan lantai ke bawah pun sudah tertutup. "Huh! Dasar Kebon rumput! Kambing sialan! Kunyuk! Kampret! Aargh! Bangkek emang lo!" maki Qia sambil mengeluarkan sumpah serapahnya. Ia benar-benar kesal dengan perkataan Flora.     

Hidup ini tidak ada yang tahu. Saat ini kondisi keuangan Qia memanglah ada di bawah, tetapi jika sang pencipta sudah berkehendak kondisi keuangannya bisa jauh lebih baik dari pada Flora. Semua itu berproses, jadi tidak seharusnya Flora merendahkan orang lain seperti itu.     

"Woi kebon rumput, kalau gua mau, gua udah buat lo hari ini enggak bekerja lagi di perusahaan ini. Tapi gua masih punya hati, woi! Enggak kayak lo yang bangkek banget ngerjain gua! Sialan lo emang!" kesal Qia.     

Huh, rasanya sedikit lega setelah menyumpah nyerapahi seperti itu. Qia kemudian mengalihakan tatapannya ke dinding pembatas. Ia berjalan mendekati dinding pembatas kemudian menyandarkan tubuhnya kesana. Dinding pembatas itu cukup tinggi, entah kenapa ada dinding pembatas cukup tinggi disini. Padahal orang tidak akan mungkin ke sini, jadi pembatas dinding tidak perlu di buat tinggi seperti ini.     

Qia berdiri di dekat dinding pembatas dan hanya kepalanya saja yang tidak menyentuh dinding. "Arrgh!! Kebon rumput sialan!" teriak Qia dengan suaranya yang begitu melengking. Menyumpah nyerapahi memanglah sedikit membuat rasa kesalnya hilang. Tetapi dengan berteriak sangat kuat rasanya bisa melegakan perasaannya.     

"Aarggh!" teriaknya lagi dengan suara yang melengking kuat.     

Qia menghembuskan napasnya dengan berat kemudian ia membalikkan tubuhnya. Qia menyandarkan tubuhnya ke dinding pembatas kemudian tubuhnya pun perlahan meluruh ke bawah. Di saat seperti ini, kenangan masalalu bersama kakaknya kembali muncul dalam ingatannya.     

Saat-saat seperti ini kakaknya pasti akan datang menghiburnya. Berteriak sambil menyumpah nyerapah atau hanya bereriak saja bisa membuat hatimu menjadi lega. Itu perkataan yang pernah kakaknya katakan padanya. Qia kemudian memeluk kakinya yang ia tekuk.     

"Kak Nat," ucapnya dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.     

"Tata kangen sama kakak," lirihnya yang perlahan air matanya mulai jatuh membasahi pipinya.     

"Kak, Nat…" ucapnya yang semakin menangis. Ia membenamkan wajahnya di atas lututnya.     

Qia kembali membayangkan kebersamaannya bersama almarhum Nathan, saat itu Qia masih duduk di bangku kelas tiga SMP sedangkan Nathan sudah kelas dua SMA. "Kamu kenapa sih?" tanya Nathan pada adiknya yang hanya murung saja.     

"Tata benci mama," cicit Qia seraya menundukkan kepalanya. Qia baru saja di marahi mamanya karena Qia mampir dulu ke lapangan di kampung yang berada di belakang kompleks rumahnya untuk bermain bola bersama anak-anak di sana.     

Ibunya memahi Qia bukan karena Qia bermain dengan anak-anak kampung, tetapi Qia anak perempuan seharusnya ia pulang terlebih dahulu baru jika ingin main, maka mainlah. Tetapi Qia sangat susah di beri tahu, jadi sebagai hukumannya Qia tidak boleh main selama satu minggu dan sekolah akan di antar jemput oleh mamanya.     

Nathan kemudian mengajak Qia pergi ke suatu tempat. Walau tadinya Mamanya tidak mengizinkan, tetapi karena bersama Nathan akhirnya Qia pun boleh ke luar.     

"Enak ya, jadi kakak. Kemana-mana aja boleh," ucap Qia sambil memeluk pinggang kakaknya semakin erat karena saat ini mereka sedang berada di atas motor.     

"Kamu ngomong apa dek?" tanya Nathan meninggikan suaranya.     

Qia tidak menjawab, ia hanya bersandar nyaman di punggung kakaknya. Tiba-tiba sebuah usapan lembut di kepalanya membuat Qia kini mendongakkan kepalanya menatap siapa yang sedang mengusap kepalanya. "Kak," ucap Qia yang air matanya langsung jatuh membasahi pipinya semakin deras.     

TBC...     

Yuhu.. yuks, lah. Ramaikan Koment, Love dan Power Stonenya ya guys... wehehhe...     

Jangan lupa, Ikutan Challenge juga ya.. Infonya ada di bab 48-50 di bagian catatan kakinya. hehehehe...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.