Menikah dengan Mantan

Bab 69



Bab 69

0HAI... HULA HULA.... AH, PASTI PADA BOSENNYA SAMA CERITA INI KARENA ENGGAK MENEMUKAN JALAN TERANG. YANG ADA PEMAIN SEMAKIN BERTAMBAH. HUHUHU....     
0

BTW GUYS.. PADA ENGGAK MAU IKUTAN CHALLENGNYA TAH GUYS.. UHH.. SEDIHNYA AKU. HIKKS...     

OKE LAH.. KARENA BESOK TENGAH BULAN, AKU MAU KASIH TANTANGAN KE KALIAN. JADI AKU MAU ADAIN LOMBA LAGI, CARANYA KALI INI YAITU :     

1. SUPPORT AKU DENGAN POWER STONE SEBANYAK-BANYAKNYA.     

2. SUPPORT AKU DENGAN BUKA PRIVILAGE. ENGGAK HARUS SETIAP HARI.     

3. SUPPORT AKU DENGAN KASIH GIFT.     

NAH, INI HARUS SEMUANYA YA GUYS, ENGGAK BISA PILIH SALAH SATU. JADI YANG PALING BANYAK NGASIH SEMUA ITU BAKALAN AKU KIRIM PULSA UNTUK JUARA :     

1. 50RB PULSA     

2. 30RB PULSA     

3. 25RB PULSA.     

NANTI KALAI KARYA INI BISA TRANDING DAN SEMAKIN BANYAK YG NGASIH HADIAH, TENTU AJA AKU ENGGAK AKAN SUNGKAN NGASIH HADIAH LEBIH. KALAU BISA MUNGKIN DALAM BENTUK UANG. WEHEHE...     

PERIODE LOMBANYA BERLAKU DARI TGL 15-31 JANUARY. PENGUMUMAN PEMENAHG BAKALAN AKU UMUMIN DITANGGAL 5 YA GUYS...     

KIRIM SS NYA DI DM IG ATU KIRIM PESAN KE FACEBOOK KU YA. IG CHI_HYO_KI95 FACEBOOK ACHI HYOKI     

HAPPY READING....     

Qia langsung mendorong tubuh Kenan dan ia pun segera berlari untuk keluar dari ruangan Kenan. Tetapi baru selangakah ia berlari, dengan cepat Kenan menangkap pinggang Qia dan memeluk tubuh Qia. Membawa wanita yang tanpa sadar sudah masuk ke dalam hatinya dan mematahkan perkataan, jika dirinya membenci seorang wanita.     

Namun, Kenan masih belum menyadari tentang perasaan sesungguhnya yang ia miliki. Pemikirannya masihlah sama, bahwa wanita itu sampah dan wanita itu sama seperti mamanya. Dibandingkan menggunakan hatinya yang lebih jujur, ia lebih menggunakan logika dan pola pikirnya yang sudah tertanam sejak ia remaja bahwa wanita itu sama saja.     

Ketika ia masih kecil ia masih belum tahu tentang apa yang terjadi dengan orang tuanya, tetapi semakin dewasa ia sadar jika ibunya bukanlah wanita baik. Ibunya hanyalah perempuan sampah yang hanya bersenang-senang dengan cara menyakiti pria.     

Kenan yang sejak kecil hanya di urus Papa dan Kakeknya kehilangan kasih sayang seoarang ibu dalam hidupnya. Carla hanya memperhatikan penampilan saja tanpa mau mengurus Kenan. Alasannya karena ia tidak mau memiliki tubuh jelek jika ia menyusi dan mengurus Kenan.     

Carla benar-benar tidak pantas menjadi seorang ibu, karena dirinya yang tidak mengurus sama sekali Kenan. Memang dia yang memilih sendiri pakaian dan perlengkapan ketika Kenan bayi. Tapi, ia tidak pernah menggendong ataupun mengajak Kenan bermain.     

Ia memasrahkan Kenan pada asisten rumah tangganya dan juga suaminya. Bahkan ketika Kenan sakit ia pun hanya berkata "bawa saja ke dokter jangan di biarin saja!" Entah kenapa Carla seperti itu. Mungkin Karena ia juga kehilangan sosok ibunya sejak ia duduk di bangku kelas 3 SD.     

Ibu Carla tiba-tiba pergi begitu saja tanpa ada yang tahu. Carla saat itu baru pulang sekolah, ia dengan wajah gembiranya memasuki rumah. "Ma, Mama..." panggil Carla kecil kala itu.     

Karena tidak ada sahutan dari Mamanya, Carla kecil itu berlari ke arah kamarnya. Ia yang tadinya akan mengetuk pintu kamar orang tuanya seketika menghentikan langkahnya ketika ia mendengar benda yang terbanting cukup kuat.     

Bibi yang tadinya sedang mengambilkan air minum untuk tuannya yag sedang marah-marah di dalam kamar karena istrinya pergi tanpa berkata apa-apa membawa beberapa uang, perhiasan dan juga akte tanah. Ia kemudian segera berlari mengahampiri Carla yang terdiam di dapan pintu. "Non, Carla," panggil bibi yang sudah berjongkok di samping tubuh Carla yang hanya diam mematung.     

"Carla mau bobo siang," ucap Carla dan segera mabalikkan tubuhnya. Ia berlari ke kamarnya yang berada di lantai dua. Bibi pun hanya menatap sedih punggung kecil Carla yang berlari menjauh dari kamar orang tuangmya.     

Kenan memeluk tubuh Qia erat dan tidak mempedulikan Qia yang meronta untuk di lepaskan. Entah, kenapa ia berbuat seperti ini. Namun, melihat wajah sedih di balik amarah Qia Kenan tidak bisa membiarkannya. Ia tidak menyukai Qia yang menangis, apalagi kali ini orang yang melakukannya adalah mamanya.     

Pelahan suara isak tangis itu terdengar di telinga Kenan. Qia sudah tidak meronta lagi dalam pelukan Kenan. "Apa aku seburuk itu hingga aku enggak bisa bersanding dengan kakak?" tanyanya yang suaranya tidak begitu jelas karena wajahnya yang bersembunyi di dada Kenan.     

"Apa salah Qia hingga orang-orang tidak menyukai Qia ada di samping kakak?" tanya Qia yang suaranya semakin lirih.     

Rasanya seperti tertampar, hati Qia terasa sakit mendengar rentetan perkataan Mamanya Kenan. Sewaktu SMA ia pun pernah mendengar perkataan itu dari Aurora. Dirinya itu tidak pantas bersanding dengan anak orang kaya raya atau juga bisa di sebut anak konglomerat seperti Kenan. Ia juga tidak pantas karena ia waita bodoh sedangkan Kenan itu anak yang pintar.     

Dari kejadian itu Qia sempat menghindari Kenan karena apa yang di katakan Aurora itu ada benarnya. Namun, kakaknya berkata "Enggak ada yang bisa menilai orang hanya karena ia memiliki wajah rupawan, ia pintar atau pun kaya. Jika kamu memikirkan perkataan orang lain, berarti kamu tidak mensyukuri apa yang sudah sang pencipta kasih ke kamu," ucap Nathan kala itu. Qia hanya diam menatap Nathan.     

"Jika kamu benar-benar mencinta Kenan, maka jangan terpengaruh dengan ucapan mereka. Karena, mereka itu sama seperti kita. Sama-sama seorang manusia, jadi jangan kalah dengan sesama manusia. Buktikan, walau kamu tidak memiliki apa yang Kenan miliki. Namun, kami tetap pantasa bersanding dengan kenan." ucap Nathan sambil membelai kepala Qia sayang.     

Qia pun memeluk tubuh Kenan karena teringay perkataan kakaknya. Ia pun menangis di dada bidang Kenan karena ingatan masalalunya bersama sang kakak. Hanya itu yang sekarang bisa ia lakukan, menangis dan menangis. Untuk meluapkan perasaan di hatinya.     

Lama mereka saling berpelukan hingga Qia berhenti menangis. Perlahan Kenan mengurai pelukannya. Ia membungkukkan tubuhnya untuk menatap Qia. Ia memegang dagu Qia dan mengangkat wajah Qia.     

Namun, Qia segera menolehkan kepalanya agar Kenan tidak melihatnya. "Maaf, Qia cengeng," ucap Qia tanpa menatap Kenan.     

"Saya pemisi, Pak," ucap Qia dan segera melangkahkan kakinya untuk pergi dari ruangan Kenan.     

Kenan dengan cepat memegang pergelangan tangan Qia. "Pak, tolong--"     

"Apa kamu akan keluar dengan wajah berantakan seperti itu?" tanya Kenan memotong ucapan Qia. Qia tidak menjawab, ia hanya diam saja karena sadar jika wajahnya saat ini pastilah berantakan karena menangis.     

"Bersihkan wajahmu di toilet itu," ucap Kenan seraya menujuk pintu toilet. Kenan pun melepaskan pegangan tangannya di pergelangan tangan Qia. Qia kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya.     

Selesai mencuci wajahnya Qia keluar dari dalam toilet. "Nanti sore tunggu aku, jangan pulang duluan," ucap Kenan yang sedang membaca berkas di meja kerjanya.     

"Saya permisi, pak," ucap Qia tanpa menjawab perkataan Kenan.     

Qia pun keluar dari ruangan Kenan, setelah pintu tertutup Kenan menghembuskan napasnya dengan berat. "Kenapa kamu selalu buat aku enggak nyaman ketika kamu menangis, Ta?" tanya Kenan sambil menatap pintu ruangannya yang tertutup.     

Ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Qia sudah sampai di pantry, ia meletakkan nampan dan mengambil air minum. Mawar berjalan mendekatinya kemudian ia berbisik di telinga Qia. "Habis nge*** ya lo?" pertanyaan Mawar membuat Qia langsung menolehkan kepalanya menatap Mawar dengan dahi berkerut.     

"Maksud kamu?" tanya Qia yang tidak mengerti apa yang barus saja di katakan Mawar.     

"Cih! Enggak usah sok, suci!" Mawar berdecih seraya menatap malas Qia. Ia kemudain membalikkan tubuhnya dan berjalan meningalkan Qia.     

Qia hanya menggelengkan kepalanya menatap punggung Mawar yang menjauhinya. Ia pun kembali meminum air mineralnya. Sisilia datang menghampiri Qia setelah Mawar ke luar dari pantry.     

"Kenapa deh, itu mbak?" tanya Sisilia penasaran.     

"Enggak tahu deh Sil, tiba-tiba dia tanya gua habis Nge***? Maksudnya apa coba, aku enggak ngerti sama apa yang dia tanya," ucap Qia malas.     

"Apa, Mbak enggak ngerti pertanyaan dia?" tanya Sisilia tidak percaya jika Qia tidak tahu apa yang di tanya Mawar.     

"Iya, aku enggak tahu apa maksud pertanyaan dia. Nge*** apaan coba?" tanya Qia malas.     

Sisilia menggelengkan kepalanya tidak percaya. Ayolah, Qia umurnya lebih dewasa di bandingkan dia. Mana mungkin, kan, Qia tidak tahu arti nge***. Itu sangat mustahil sekali.     

"Seriusan, mbak enggak tahu arti nge***?" tanya Sisilia lagi dengan wajah masih tidak percaya.     

"Gua tanya mbah dulu," ucap Qia kemudian ia akan mengambil handphonenya di dalam saku celananya.     

Sisilia menahan tangan Qia yang akan mengambil handphonenya. "Kenapa?" tanya Qia menatap Sisilia bingung.     

"Mbak bawa bekel makan siang gak?"     

"Enggak, kenapa?"     

"Kalau bawa bekel, kita makan siang di rooftop, yuk. Sekalian aku kasih tahu mbak, nge** itu apa."     

"Ngapa enggak kasih tahu sekarang aja?" tanya Qia heran. Lagi pula kenapa harus di rooftop, cuacanya sedang terik terkadang cuaca juga menjadi mendung dan hujan tiba-tiba.     

" Di rooftop itu sepi mbak, mbak mau teriak-teriak atau mungkin tidur gak akan ada yang ganggu."     

"Kamu sering makan di rooftop?' tanya Qia menatap serius Sisilia.     

"Enggak sering sih, mbak. Kalau lagi pingin sendiri aja. Kadang badan suka capek, jadi di rooftop solusi paling aman. Kalau di ruang istirahat, si maklampir kalau nonton vidio suaranya enggak ada akhlak. Padahal bu Ari udah negur dia, tapi dia enggak peduli sama sekali," ucap Sisilia kesal di akhir perkataanya.     

"Ya udah, aku beli makan dulu. Habis itu kita makan bareng di rooftop, gimana?" tanya Qia seraya tersenyum.     

"Wah, boleh nih, boleh nih," jawab Sisilia begitu semangat. Qia hanya tersenyum menatap Sisilia yang begitu semangat.     

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.55 Qia akan pergi ke kantin untuk membeli makan siang, tetapi tiba - tiba saja telpon di pantry berdering. Bu Ari mengangkat telpon tersebut.     

"Iya, pak," jawab Bu Ari.     

"..."     

"Qia ada pak,"     

"..."     

"Oh, baik, pak," jawab Bu Ari seranya menganggukkan kepalanya.     

"Kenapa bu?" tanya Qia dengan wajah bertanya-tanyanya.     

"Pak Kenan minta kamu antarkan piring dan juga sendok garpu ke ruangannya.     

"Sil, kamu aja ya?" tanya Qia menatap Sisilia.     

"Udah, mbak antar piringnya aja dulu. Nanti, biar aku yang beliin mbak nasinya."     

"Aku kebelet kencing, kamu aja ya," ucap Qia dengan wajah memohonnya.     

"Ya udah, mbak," jawab Sisilia.     

Qia pun segera keluar dari pantry dan berlari menjauhi pantry. Kemungkinan besar, Kenan akan mengajaknya makan siang bersama seperti kemarin. Ah, ia tidak mau ada gosip jika ia makan siang berdua dengan Kenan.     

Kemarin untungnya saja tidak ada yang bertanya kemana dirinya, jika ada yang bertanya apa yang akan ia lakukan?     

Qia benar-benar tidak mau menimbulkan gosip yang akan membuatnya pusing apa lagi jika harus menghadapi orang-orang yang tidak akan menyukai kedekatannya dengan para petinggi perusahaan.     

Baru juga beberapa kali Kenan memperlakukannya berbeda dengan karyawan lainnya, sudah ada dua orang saja yang secara terang-terangan tidak menyukainya.     

Jadi, lebih baik ia menghindari Kenan ketika di perusahaan. Ia tidak mau kejadian buruk semasa SMA kembali terulang. Cukup dengan peringatan Flora padanya. Ia tidk mau lagi ada peringatan lainnya. Ah, apalagi ada peringatan tegas dari mamanya Kenan. Ia benar-benar tidak mau kualat dengan orang tua jika ia terus berdekatan dengan Kenan.     

Selain itu, berdekatan dengan Kenan tidak baik untuk hati dan jantungnya. Terkadang jantungnya berdegup kencang, tetapi terkadang jantungnya terasa sakit ketika mengingat hal-hal yang tidak menyenangkan saat ia berdekatan dengan Kenan.     

TBC....     

YUHUUU... UO GUYS...UWO UWO... WKWKWK     

YUKS, LAH . RAMAIKAN KOMENT LOVE DAN POWER STONENYA YA GUYS....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.