Kuntawijaya The Legend of Vasavi Shakti

Bhuta Rambut Geni



Bhuta Rambut Geni

0Pertarungan Raka dengan Nyalawadi itu berlangsung sangat sengit, dimana Raka tampak selalu mendominasi karena setiap serangan yang ia lancarkan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi si Nyalawadi. Serangan Raka bisa melukai Nyalawadi itu karena tenaga dalam miliknya memiliki sifat yang dapat membakar energi jahat seperti energi milik Nyalawadi itu. Hal itu membuat si Nyalawadi tidak bisa mendekati Raka, meski sekeras apapun ia berusaha.     
0

Akan tetapi, bukan berarti serangan Nyalawadi itu tidak bisa melukai Raka. Karena terlihat beberapa buah luka gores tertoreh di tubuh Raka. Luka gores itu tak lain adalah akibat serangan jarak jauh Nyalawadi itu, yang dilakukan dengan cara mencakar udara dengan disisipi energi negatif sehingga menyebabkan sayatan pada udara yang tidak bisa dihindari oleh Raka karena kecepatannya. Lama-kelamaan, serangan semacam itu membuat Raka semakin jengkel, hingga akhirnya ia berhenti sejenak dan mengambil nafas dalam.     

'Kalau begini terus bisa bahaya. Sayatan-sayatan yang mengenai tubuhku memang tidak dalam, tapi, kalau jumlahnya semakin bertambah, aku pasti kewalahan,' batin Raka saat melihat Nyalawadi itu melesat kearahnya untuk melancarkan serangan. 'Sepertinya, memang tidak ada pilihan lain selain menggunakan teknik itu. Maafkan aku, Guru!' ujar pemuda itu dalam hati setelah menghindari cakaran si Nyalawadi. "Sang Bathara Surya, pinjami aku apimu!" Gumam Raka pelan diikuti munculnya setengah simbol matahari di dahinya. Raka lalu menaikkan kedua tangannya ke dada dengan posisi telapak tangan menghadap kebawah. Lutut kanannya terangkat sedikit dibawah telapak tangan, dan dengan api yang muncul dibawah sepatunya, Raka menjejak tanah dan menghantamkan lutut kirinya ke wajah Nyalawadi itu.     

"Rasakan ini! Jurus maut: Serangan Cakar Harimau Api!" Ucap Raka keras. Nyalawadi itu terlempar kebelakang dengan tubuh terbakar, dan akhirnya meledak saat menghantam sebuah pohon. Raka mendaratkan tubuhnya pelan, lalu berjalan mundur dengan nafas terengah-engah. Tiba-tiba, sebuah tepukan mendarat di bahunya, dan dengan refleksnya Raka langsung melancarkan tendangan kaki kiri kearah si pelaku yang menepuk bahunya. Raka terkejut saat ia menyadari bahwa Sembadra lah yang telah menepuk bahunya, dan sudah terlambat untuk menahan tendangannya. Akan tetapi, entah bagaimana Sembadra bisa menahan tendangan Raka, diikuti bantingan yang menghempaskan Raka ke tanah.     

Raka terhenyak saat menatap mata Sembadra entah bagaimana telah berubah menjadi biru. Pemuda itu berdiri dengan waspada, dan tanpa menurunkan kuda-kuda nya, Raka kembali memunculkan api di kedua kaki dan tinjunya. "Tenanglah, aku adalah sosok penjaga yang dimiliki Sembadra, namaku *********," ujar sosok yang merasuki Sembadra. "Bagaimana aku bisa tahu kalau kau ternyata bukan Nyalawadi yang kulawan tadi?" Raka menatap keras kearah Sembadra. "Lihatlah, Nyalawadi yang kau lawan tadi sudah berubah ke wujud fisiknya. Dia terbakar oleh apimu sampai mati," ucap sosok yang merasuki Sembadra seraya menunjuk kearah sebuah pohon yang terbakar.     

Raka menurunkan kuda-kuda miliknya, meski simbol setengah matahari yang ada di dahinya belum hilang, ia merasa bisa mempercayai sosok di depannya ini. "Maafkan aku, aku sudah lama sekali tidak melawan sosok makhluk halus dan menggunakan kemampuan ini. Jadi aku harus selalu waspada, apalagi kita sekarang berada di alam gaib," ujarnya tenang dan waspada. Sosok yang merasuki Sembadra hanya mengangguk, lalu berkata pada pemuda itu, "Sebenarnya aku dan Nimas Sembadra sudah mengamatimu sejak kau memutuskan untuk masuk ke sekolah itu. Tak kusangka, ternyata kau memang benar sosok yang kami cari.".     

Kata-kata yang diucapkan sosok itu membuat Raka menaikkan sebelah alisnya karena bingung, meski tak ia tunjukkan secara langsung. "Apa maksudmu? Aku tak mengerti, apa kalian juga mengincarku karena memiliki kekuatan ini?" Tanya Raka datar seraya kembali memasang kuda-kuda miliknya. Sosok itu tak terlihat waspada saat Raka malah kembali waspada, malahan, sosok itu menatap kasihan kearah Raka. "Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang, karena kita kedatangan tamu tak diundang," ucap sosok itu sambil menoleh kearah dimana si Nyalawadi terbakar. Disana, tampaklah sesosok makhluk tinggi besar dengan rambut yang panjangnya mencapai punggung. Rambut sosok besar itu terlihat menyerupai nyala api, dan di tangannya, tampak setengah bagian tubuh nyalawadi yang belum dikunyah oleh makhluk besar itu.     

"[Kelihatannya hari ini aku beruntung, karena aku menemukan satu nyalawadi dan dua manusia. Akhirnya aku bisa mendapat makanan yang enak,]" ucap sosok besar yang tak lain adalah seekor Bhuta. Bhuta itu lalu melahap habis sisa makanannya, dan melompat menerjang Raka dan Sembadra. Akan tetapi, Raka dengan sigap menggendong tubuh Sembadra di depan tubuhnya dan melompat kearah lain. Raka mendudukkan tubuh gadis itu di bawah sebuah pohon, lalu membuat sebuah pagar gaib berwarna merah terang di sekelilingnya. "Berhati-hatilah, Rakai Yudha Taksaka. Dia adalah Bhuta yang menghuni sekolahmu dan Nimas, yang konon sudah memangsa roh-roh lemah disana. Namanya adalah Bhuta Rambut Geni," ujar sosok yang merasuki Sembadra. Mendengar ucapan sosok itu membuat Raka mendecih kesal karena kemunculan lawan yang kuat.     

"Terima kasih sudah memperingatkan ku. Tapi, aku tak akan mundur kalau lawannya masih roh halus," ujar Raka seraya berbalik dan menyiapkan kuda-kuda yang berbeda dari kuda-kuda awalnya. Kedua tangan pemuda itu kini terangkat sejajar dengan perut, dan kedua kakinya berdiri kokoh dengan posisi kaki kanan berada di belakang. Api kembali membalut kedua kaki Raka, membuat si Bhuta menatap Raka dengan tatapan tertarik. "[Pantas saja aroma tubuhmu sangat enak, bocah. Ternyata kau adalah salah satu bocah yang diberkahi kemampuan oleh para Apsara Apsari. Tubuhmu pasti rasanya akan sedap,]" ucap Bhuta itu sambil memandang Raka dengan tatapan lapar.     

Bhuta itu kembali menerjang kearah Raka, akan tetapi, pemuda itu kembali menghindar dengan cara melompat keatas kepala Bhuta itu. "Maaf saja, Bhuta sialan. Aku bukan menu makan siangmu! Renewal Taekwondo: Tendangan Berapi," ucap Raka kesal seraya melesatkan tendangannya ke kepala belakang Bhuta itu. Raka sedikit terlempar kebelakang dan sedikit terhuyung saat mendarat, namun, sayangnya Bhuta itu sama sekali tak bergeming. "[Segitu saja seranganmu? Ternyata kau sama lemahnya dengan anak-anak para Apsara yang kumakan,]" ejek Bhuta itu seraya berbalik dan menunjukkan seringainya.     

Emosi Raka terpancing saat mendengar ucapan sombong Bhuta itu. Pemuda itu lalu memasang kuda-kuda yang sama, dan menarik tangan kanan serta kakinya kebelakang. Raka lalu melompat tinggi kearah Bhuta itu, dan memutar tubuhnya untuk memperbesar api yang membalut kaki kanannya. "Jangan sombong dulu kau! Renewal Taekwondo: Amukan Api Candradimuka!" Teriak Raka geram seraya menghantamkan kakinya ke dahi Bhuta itu, membuat si Bhuta sedikit terhuyung karenanya. Serangan Raka kali ini sepertinya sedikit berdampak pada Bhuta itu, karena darah berwarna hitam tampak mengalir menuruni wajah si Bhuta yang menggelap.     

Tiba-tiba, sebuah tamparan mengenai tubuh Raka, membuat pemuda itu terlempar jauh dan terseret di tanah. Raka mengerang sakit karena tubuhnya terseret lumayan jauh karena tamparan si Bhuta. Bhuta itu lalu berlari kearah Raka dan mencoba meninjunya, yang bisa dihindari Raka dengan berguling kekiri. Bhuta itu tampaknya tak berniat memberi Raka kesempatan untuk menarik nafas dengan kembali coba meninju si pemuda, meski selalu bisa dihindari dengan cepat. Raka kembali menegakkan tubuhnya dengan singkat, lalu mengambil jarak dan mengayunkan kedua kakinya yang masih terbalut api. "Renewal Taekwondo: Bulan Sabit Api!" Tiga buah gelombang api melayang kearah Bhuta yang berjarak empat meter dari Raka, dan berhasil menimbulkan sayatan di tubuh si Bhuta.     

"[GRRRRAAAAAA!! TIDAK AKAN KUAMPUNI KAU BOCAH BIADAB!]" Raung si Bhuta seraya menyambar kaki Raka dan membantingnya ke tanah. Raka menggeram sakit, namun, si Bhuta dengan membabi-buta memukuli tubuh Raka yang berukuran tiga kali lebih kecil daripada tubuhnya. Raka memuntahkan sedikit darah dari mulutnya, lalu melompat mundur dan akhirnya menabrak pagar gaib yang ia buat di sekitar tubuh Sembadra. "Jangan memaksakan dirimu, Rakai. Dia bukanlah lawan yang sepadan buatmu, cepat buka pagar gaib ini dan biarkan aku membantumu!" Ujar sosok yang merasuki Sembadra dengan kesal.     

"Jangan bercanda! Tubuh yang kau gunakan itu milik Sembadra, bodoh! Bagaimana kalau nanti dia terluka hah?!" Raka berkata dengan kesal seraya kembali mengayunkan kedua kakinya untuk menyerang si Bhuta. Tiga buah gelombang api kembali terbentuk kearah si Bhuta, tapi bisa dihalau hanya dengan tepisan tangan si Bhuta. "Bocah edan! (Dasar bodoh!) Nimas Sembadra akan marah kalau dia tahu bahwa aku sama sekali tidak bisa membantumu karena pagar gaib bodoh ini! Kau bisa mati sia-sia kalau terus melawannya," bentak sosok itu karena kesal. "Meski begitu, aku tidak akan menyerah sampai akhir!" Geram Raka seraya kembali memasang kuda-kuda dan menarik tangan kanan serta kakinya kebelakang, lalu melompat kearah si Bhuta yang hanya menatapnya murka.     

"Renewal Taekwondo, Serangan Maut: Tendangan Naga Api!" Teriak Raka seraya melompat dan mencoba melancarkan tendangannya. Akan tetapi, tendangan Raka berhasil ditangkap oleh Bhuta itu, dan tubuhnya kembali dibanting dengan kekuatan penuh. Pemuda itu kembali memuntahkan darah, dan tubuhnya dilempar hingga menabrak pagar gaib yang ia buat dengan keras. Raka merasakan tubuhnya remuk redam, lalu mencoba berdiri dengan susah payah. "[Menyerah sajalah bocah, dengan begitu aku akan memberimu kematian singkat tanpa rasa sakit,]" ujar Bhuta itu saat melihat Raka dengan gigih masih mencoba memasang kuda-kuda.     

Raka tak menjawab sama sekali, kesadaran yang ia miliki mulai memudar bersamaan dengan goyahnya kuda-kuda miliknya. Raka mencoba berdiri tegak dengan susah payah, meski kesadaran yang ia miliki sudah hampir sampai pada batasnya. Si Bhuta hanya memejamkan mata saat melihat Raka yang sudah kepayahan, lalu kembali menatap Raka dan Sembadra dengan tatapan lapar. "[Baiklah kalau itu pilihanmu, akan kuremukkan semua tulangmu sebelum akhirnya kupaksa kau melihat diriku memperkosa perempuan di dalam pagar gaib itu!]" Ucap si Bhuta seraya menerjang kearah Raka. Akan tetapi, tubuh Raka tiba-tiba saja bercahaya terang, dan sebuah ledakan membentuk pilar api berwarna emas muncul dan menjulang kearah langit.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.