Laga Eksekutor

Balasan yang Luar Biasa



Balasan yang Luar Biasa

0Setelah Widya berkata bahwa dia ingin bertanya lagi, Mahesa benar-benar ketakutan. Mungkinkah ada bukti lain yang telah dipegang istrinya? Tetapi setelah memikirkannya, dia tidak menemukan sesuatu yang salah. Istrinya tidak tahu sama sekali tentang wanita Mahesa yang lain, yaitu Siska. Widya juga tidak tahu tentang pertemuan Mahesa dan Rani.     
0

"Ayo bicara!" Widya menatap Mahesa dengan tatapan tajam.     

"Istriku, apa lagi yang ingin kamu tanyakan? Kamu tidak bisa mendengarkan omong kosong orang lain. Aku sudah menceritakan semuanya padamu, lihat, orang lain pasti iri dengan suamimu yang tampan, jadi mereka dengan sengaja hubungan kita berantakan. Kamu tidak boleh tertipu."     

"Oh, kamu masih mengelak rupanya. Apa kamu berani menyebutkan siapa orang lain itu?" Widya berkata sambil tersenyum, tapi senyum itu sedikit seram di mata Mahesa.     

"Itu…"     

"Aku sudah memperingatkanmu sejak lama, jangan mengganggu Sukma. Tapi apa? Kamu memang bajingan yang penuh dengan pikiran kotor. Apa kamu tidak memiliki telinga sama sekali hingga tidak bisa mendengarkanku?" Widya mencubit Mahesa lagi dan lagi.     

"Aduh, Widya, sakit sekali!" Setiap kali Mahesa dicubit, dia tanpa sadar menyusut.     

Widya tidak menghentikan tindakannya dan hanya mendengus.     

"Istriku, aku benar-benar bersungguh-sungguh. Aku tidak tahu bahwa Sukma akan berganti pakaian di dalam kantor. Ini hanya kecelakaan. Kamu harus percaya padaku. Tidak akan ada yang seperti itu lagi lain kali." Mahesa buru-buru mengakui kesalahannya agar dia tidak menderita kerugian. Jika Widya menemukan bukti lain, akan sulit baginya untuk membela diri.     

"Benarkah?" tanya Widya.     

"Tentu saja benar, beraninya aku berbohong pada istriku sendiri," kata Mahesa dengan senyum di wajahnya.     

"Kamu selalu berkata seperti ini. Meminta maaf padaku, lalu aku mengampunimu berulang kali, dan kamu mengulanginya lagi. Awas saja jika kamu berani menggoda wanita lain lagi!" Widya berkata dengan kejam.     

"Tidak berani, tidak berani."     

Widya memelototinya dengan kesal, "Oke, apa yang kamu lakukan di sini? Jika kamu tidak segera keluar, aku akan terus mencubitmu."     

"Ah, benar! Aku pergi dulu." Mahesa memberi hormat, lalu memanfaatkan kecerobohan Widya dan memeluk tubuhnya. Dia juga mengambil kesempatan untuk menciumnya dan berlari keluar ruangan dengan cepat.     

"Dasar bajingan!" Widya sangat marah sampai dia menginjak kakinya dengan keras. Setelah Mahesa pergi, dia diam-diam bersandar ke dinding, mengingat beberapa hari dia bersama Mahesa, perasaannya cukup rumit. Setiap kali dia marah pada pria itu, dia selalu berakhir memaafkannya.     

Mungkin inilah yang disebut kehidupan. Meskipun Widya tidak mencintai Mahesa, tapi dia harus mengakui bahwa sejak pria ini hadir dalam hidupnya, perubahan besar memang telah terjadi. Sebelumnya Widya menghabiskan waktunya di perusahaan setiap hari, hidupnya bisa dibilang membosankan. Namun, setelah Mahesa muncul, meski meningkatkan amarahnya, itu membuatnya merasa lebih hidup.     

_____     

Ketika Mahesa kembali ke kantornya, dia memasang wajah buruk. Hati Sukma menegang, dan ketika dia melihat dua telinga Mahesa yang merah, dia berteriak dalam hati. Apa Widya sudah menghukum Mahesa?     

"Mahesa…" panggil Sukma lirih.     

"Apa yang kamu lakukan? Jangan bicara padaku, abaikan aku, aku sangat tertekan sekarang. Aku tidak suka orang yang buru-buru menuntut sepertimu." Mahesa berkata dengan kesal. Dia mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya dan menghisapnya dengan keras.     

Sukma menunduk. Ternyata Mahesa benar-benar pria yang picik.     

"Jangan bicara padaku lagi!" Mahesa memberikan tatapan kosong.     

"Hei, kenapa kamu begitu mudah marah?" tanya Sukma tidak terima.     

Mahesa menoleh dan tidak mengatakan apa-apa. Sukma pun akhirnya hanya bisa mengatupkan mulutnya. Dia membuat secangkir kopi, dan kemudian berjalan ke tempat Mahesa, "Aku sebenarnya tidak berpikir untuk membuat Widya menghukummu, hanya ingin membicarakannya dengan santai."     

"Bicarakan saja? Kamu lihat kedua telingaku? Apa kamu bisa melihatnya? Telingaku bengkak karena dia, kamu memang jahat." Mahesa menunjuk ke telinganya.     

"Oke, jangan marah, bagaimana kalau kita anggap ini impas? Kamu mengintipku dan memperlakukanku dengan tidak senonoh, dan sekarang kamu mendapat hukumannya, jadi kita impas." Sukma berkata tanpa ragu.     

Mahesa mengisap rokoknya, lalu meletakkan puntungnya di asbak. Alisnya terangkat, "Jangan bilang seperti itu seenaknya. Bagaimana kalau aku ingin membalasmu? Seperti yang kukatakan tadi."     

Saat Mahesa berbicara, matanya menatap payudara besar Sukma dengan tatapan mesum, seolah dia ingin segera meremasnya dengan kedua tangannya. Dia ingin memberi wanita ini pelajaran.     

Ketika ditatap oleh Mahesa seperti ini, Sukma merasa tidak nyaman sama sekali. Tubuhnya menegang. Ini membuatnya merasa seperti disentuh oleh pria cabul di depannya. Ada semacam ketakutan dan semacam perasaan jijik. "Cabul! Jangan melihatku seperti itu! Aku mengakui bahwa aku salah, lalu apa yang kamu inginkan?"     

"Kalau aku ingin itu, bagaimana menurutmu?" Mahesa tersenyum penuh kemenangan. Dia bangkit dan berjalan dua langkah, dan mendorong Sukma ke dekat dinding. Dengan satu tangannya yang menempel di dinding, kepalanya mendekat ke pipi mulus Sukma.     

"Aku… ini perusahaan!" Sukma merasa gugup di dalam hatinya, tapi berpura-pura tenang. Dia tidak berani melakukan hal seperti itu di kantor.     

Mahesa mengulurkan tangannya dan dengan lembut mengusap wajah cantik Sukma beberapa kali, lalu meremas pipinya yang mulus, "Kamu harus membayar kerugian yang sudah aku terima dari hukuman Bu Widya."     

"Kamu gila? Kenapa aku harus membayar kerugiannya? Ini salahmu. Jangan salahkan aku jika kamu dihukum."     

"Tidak peduli apa yang kamu katakan. Aku akan membalasmu dengan cara yang luar biasa. Apa kamu tidak memikirkannya sebelum melaporkan ini pada Bu Widya tadi?" Sambil mengangkat dagu Sukma, Mahesa mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke leher wanita itu, "Ini sangat harum!"     

"Kamu…"     

"Jangan takut, aku akan sangat lembut."     

"Pergilah, brengsek, jika kamu berani melakukan apa pun padaku, aku akan memanggil seseorang." Sukma meletakkan tangannya di dadanya dan menatap pria dengan senyum jahat itu dengan takut.     

Pada saat ini, Sukma menyesal karena telah melaporkan perbuatan Mahesa pada Widya sebelumnya. Dia seharusnya tidak mengatakan apa-apa. Dengan begitu, pria cabul ini tidak akan menemukan alasan untuk menggertaknya.     

"Kamu ingin memanggil seseorang? Kalau begitu panggil saja, biarkan dia datang untuk menontonnya." Mahesa tidak takut. Dia tahu wanita ini mengatakan hal seperti itu hanya untuk menakuti dirinya.     

"Cabul! Aku tidak seperti wanita yang kamu kira!"     

"Lalu wanita macam apa kamu ini?" Mahesa memandang wajah cantik Sukma di depannya dengan tatapan penuh kegembiraan.     

"Aku… hm…" Mata Sukma membelalak karena pada saat ini Mahesa sudah mencium bibirnya. Bau samar dari rokok memenuhi seluruh mulutnya, dan lidah Mahesa terus menghantam lidahnya.     

"Ah…" Sukma merasa tubuhnya panas saat lidahnya beradu dengan lidah Mahesa. Dia belum pernah berciuman sebelumnya. Apakah berciuman rasanya seperti ini?     

"Cantik, mulut kecilmu manis sekali," kata Mahesa sambil tertawa.     

"Kamu… cabul! Jangan mendekatiku lagi! Biarkan aku pergi!" Sukma merasa marah.     

"Bukankah tidak ada siapa-siapa di sini sekarang? Ayo lanjutkan." Saat Mahesa berkata seperti itu, dia mencium Sukma lagi. Tangannya diam-diam naik ke payudara besar wanita itu, meremasnya dengan lembut berulang kali.     

Sukma terengah-engah dan mabuk karena sentuhan Mahesa Dia tidak bisa menahan gemetar. Pada akhirnya, dia berhasil dimanfaatkan oleh orang mesum ini. Apa yang harus dilakukan? Apa dia akan terus membiarkan Mahesa melakukan ini? Tidak, jangan, Mahesa sudah menikah. Sukma tidak bisa melakukan ini dengan orang yang sudah menikah.     

Sukma tiba-tiba mendorong Mahesa menjauh sambil berkata dengan terengah-engah, "Cukup Mahesa, kamu sudah menikah, kamu tidak bisa melakukan ini padaku."     

"Tapi aku menginginkannya." Sebelum Sukma sempat bereaksi, Mahesa menciumnya lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.