Laga Eksekutor

Anjing Tua



Anjing Tua

0Setelah menggoda Sukma sebentar, Mahesa duduk di kantornya sepanjang waktu. Ketika dia keluar dari kantor, dia melihat banyak orang berkumpul, berbisik tentang sesuatu yang cukup aneh. Apa yang terjadi?     
0

Mahesa penuh dengan keraguan, dan berjalan ke arah gadis manis yang menyapanya di pagi hari, "Cantik, apa yang sedang mereka bicarakan?"     

Gadis itu menjulurkan lidahnya, "Apa lagi yang bisa dibicarakan? Tentu saja membicarakan dirimu. Mereka tidak menyangka kamu menjadi begitu berani hingga membuat Pak Yudi harus dilarikan ke rumah sakit."     

Mahesa menyentuh hidungnya dan berkata, "Benarkah? Aku menjadi tokoh utama rupanya. Tapi kenapa mereka masih berani membahas masalah ini? Apakah mereka tidak takut ditendang olehku?"     

"Bagaimana bisa kamu begitu tenang usai memukul orang?" Gadis itu melirik Mahesa, "Sekarang Bu Widya tidak punya waktu untuk mendengarkan kami bergosip."     

Apa artinya ini? Mahesa memandang gadis itu dengan heran. Melihat mata Mahesa, gadis manis itu menutup mulutnya dan tersenyum, "Ngomong-ngomong, Mahesa, tahukah kamu? Ayah Yudi ada di kantor Bu Widya sekarang. Dia mencari keadilan untuk putranya."     

Mahesa mengerutkan kening. Anaknya sudah dibersihkan, kini giliran ayahnya yang mencari masalah. Benar-benar mengasyikkan.     

"Hei, kenapa kamu menjadi linglung?" Gadis manis itu mengulurkan tangannya dan melambaikannya di depan mata Mahesa.     

Mahesa pun melihat langsung ke gadis manis yang lucu ini. Dari penampilannya, gadis ini terlihat seperti remaja. Dia memiliki wajah yang baby face, jadi sulit untuk mengatakan usia yang sebenarnya. Tapi Mahesa tahu bahwa dia setidaknya berusia 22 tahun.     

"Itu karena aku merindukanmu." Mahesa mengulurkan tangannya dan mencubit wajah mungil si gadis manis.     

"Dasar genit!" Gadis manis itu menyingkirkan tangan Mahesa.     

Mahesa tersenyum dan menarik tangannya, lalu bertanya, "Kenapa ayah Pak Yudi menemui Bu Widya? Memangnya itu ada gunanya?"     

Gadis manis itu menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu berbisik setelah dia yakin tidak ada siapa-siapa, "Kamu tidak tahu, ya? Meskipun Pak Yudi adalah wakil presiden, tapi dia adalah pria dengan hati yang kejam. Banyak gadis di perusahaan telah dimanfaatkan olehnya. Dia adalah bajingan."     

"Benarkah?"     

"Tentu saja benar, jika ada yang dengan aku mengatakan ini, aku akan mati. Jangan bocorkan pada siapa pun." Gadis manis itu berkata dengan ekspresi takut.     

"Tentu saja tidak akan, tapi aku penasaran, apakah dia memanfaatkan dirimu juga?" Mahesa menaikkan alis dan bertanya sambil tersenyum.     

"Pergilah ke neraka! Tidak mungkin itu terjadi padaku." Gadis manis itu tersipu dan menghentakkan kakinya dengan keras.     

Mahesa tertawa dua kali, lalu berjalan dengan tenang ke kantor Widya. Sejujurnya, dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan. Tapi sebelum dia berjalan melewati pintu kantor Widya, dia melihat Sukma dengan wajah tidak senang berdiri di sana.     

"Sukma, siapa yang mengganggumu?" tanya Mahesa.     

Sukma geram. Cabul yang penuh kebencian ini baru saja meminta dirinya untuk membantunya seperti tadi, dan sekarang dia telah menganggap seolah semuanya tidak pernah terjadi? Bagaimana sikapnya bisa biasa saja?     

Mahesa mengira Sukma cemburu karena dia menggoda si gadis manis, jadi dia buru-buru berkata, "Sukma, jangan salah paham, ini tidak seperti yang kamu pikirkan."     

"Kamu…" Sukma hendak membantah, dan kemudian berpikir, dia bukan siapa-siapa Mahesa. Bagaimana dia bisa marah? Jika Mahesa berhubungan dengan wanita lain, itu tidak ada hubungannya dengan Sukma. Sambil mendengus dingin, Sukma berbalik dan berjalan ke dalam kantor. Dia menutup pintu dengan sangat keras.     

BRAK!     

Semakin Sukma bereaksi seperti ini, semakin bangga Mahesa. Ini menunjukkan bahwa wanita itu sangat memperhatikan tindakan Mahesa. Dan itu pasti tanda-tanda bahwa Sukma mulai menyukainya.     

Ketika Mahesa sampai di depan pintu kantor Widya, dia sedikit mengernyit. Dia dengan jelas bisa mendengar pertengkaran di dalam. Pak tua itu pasti sedang memperdebatkan masalah anaknya.     

_____     

Di dalam kantor Widya.     

"Apa yang Anda inginkan?" Widya menatap Pak Hamzah secara langsung.     

Pak Hamzah mencibir, "Aku ingin kamu meminta maaf secara langsung di perusahaan."     

"Mimpi! Saya harus meminta maaf? Apakah menurut Anda itu mungkin? Pak, ini adalah hal terakhir yang bisa saya lakukan untuk Yudi. Saya akan menjenguknya, jadi jangan pernah memaksa saya untuk melakukan yang lebih," kata Widya dingin.     

"Kamu tidak ingin meminta maaf? Bagaimana jika aku meminta ayahmu ikut campur dalam hal ini?"     

Widya tidak menyangka pria tua yang menjijikkan ini menggunakan ayahnya untuk mengancam dirinya. Widya mengepalkan tinjunya erat-erat dan mencoba untuk menahan amarahnya. Jelas sesuatu yang dilakukan oleh Pak Hamza terlalu berlebihan. Ingin Widya meminta maaf? Dia tidak salah sama sekali!     

"Terserah, Pak Hamzah, jangan berpikir kamu bisa mengancamku dengan ayahku. Sebaiknya kamu berpikir jernih, semua orang tahu masalahnya. Pokoknya, aku tidak akan minta maaf. Paling-paling aku hanya akan kehilangan reputasiku, tapi itu akan berlalu. Aku bisa mengatakan bahwa anak laki-lakimu itu berniat memperkosaku. Jika semua orang tahu, apa kamu pikir dia masih bisa mendapatkan posisinya di perusahaan ini?"     

Wajah Pak Hamzah menjadi kaku. Dia tidak mengharapkan Widya akan menggunakan trik ini. Namun, Pak Hamzah segera menunjukkan senyum kemenangan, "Widya, jika itu hanya keluar dari mulutmu, apakah menurutmu orang lain akan sepenuhnya mempercayainya?"     

Widya tidak menjawab.     

"Aku khawatir jika orang lain tidak akan percaya dengan perkataan dari seorang presiden Jade International." Pak Hamzah tersenyum penuh kemenangan.     

"Apa?" Widya sangat marah.     

Namun, saat ini, pintu didorong terbuka. Mahesa datang dengan sebatang rokok di mulutnya. Dia dengan santai masuk, melirik Pak Hamzah, dan pergi ke samping Widya. Dia bersandar di kursi, lalu mengeluarkan asap dari mulutnya.     

"Istriku, ini bukan salahmu. Aku tidak keberatan digigit lagi asal pria tua ini bisa pergi sekarang juga."     

Widya tertegun sejenak, dan tiba-tiba tidak bisa menahan tawa. Suaminya yang luar biasa ini selalu menyelesaikan masalah dengan cara unik.     

Pak Hamzah merasa lebih marah, "Siapa yang kamu sebut pria tua?"     

"Tentu saja Anda, pak. Aku berani memukuli putramu sampai terkapar seperti anjing mati. Aku juga berani memukulimu sekarang." Mahesa menunjuk ke hidung besar Pak Hamzah. Dia mengutuknya dengan suara keras.     

"Anak muda, jangan terlalu percaya diri!" Pak Hamzah mencibir. Meskipun dia bukan sosok yang berada di posisi atas di Surabaya, dia dianggap sebagai sosok yang sangat dihormati.     

"Apakah aku terlalu percaya diri? Istriku, apakah menurutmu dia gila? Pak, untuk apa Anda datang ke sini? Anda ingin dihajar seperti anak Anda yang lemah itu?" Mahesa berdiri, memasang tatapan menakutkan.     

Widya ingin tertawa, tapi menahannya. Pria ini selalu saja berbuat seenaknya. Di sisi lain, tentu saja, penampilan Pak Hamzah yang sangat marah tampak seperti apel merah. Pria tua ini, meski dulunya sangat kuat, sekarang dia hanya seperti bunga yang layu!     

Pada saat ini, Widya tiba-tiba menyadari bahwa suaminya yang murahan sebenarnya sangat berguna. Setidak Mahesa selalu berdiri di sisinya dan membantu dirinya.     

"Sungguh anak yang sombong, jangan berpikir bahwa aku tidak berani membawamu pergi. Bahkan jika aku tidak bisa membunuhmu sendiri, aku akan menggunakan cara lain untuk membuatmu kapok," kata Pak Hamzah dingin.     

"Kamu? Kamu ingin membunuhku?" Mahesa menunjuk ke arah Pak Hamzah, lalu menunjuk ke hidungnya, "Itu sangat konyol. Jika kamu ingin membunuhku, maka kamu harus memperkuat dirimu terlebih dahulu, pak." Setelah berbicara, Mahesa mendorong Pak Hamzah seperti ayam dan berjalan keluar pintu.     

"Mahesa, apa yang kamu lakukan, berhenti!" Widya panik. Jika hal ini dilihat oleh karyawan di luar, apa yang harus dilakukan olehnya? Mahesa telah memukuli Yudi sebelumnya, dan sekarang dia berani menyentuh ayahnya. Bukankah ini terlalu berlebihan?     

"Jangan khawatir, istriku sayang, aku akan mengurus semuanya, bukankah anjing tua ini akan membunuhku? Aku akan memberinya kesempatan untuk melakukannya." Mahesa melambaikan tangannya, membuka pintu dan menarik Pak Hamzah keluar.     

"Anjing tua, apa kamu tidak ingin membunuhku? Lakukan!"     

BUGH!     

Sebuah tinju mengenai wajah Pak Hamzah, dan kemudian pria tua itu jatuh dengan keras ke lantai sambil meringkuk. Mahesa berteriak, "Anjing tua, katanya kamu ingin membunuhku?"     

Saat melihat adegan ini, semua orang tercengang. Mereka melihat Mahesa dan Pak Hamzah yang berkelahi. Siapa yang memberi Mahesa keberanian semacam ini?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.